Senin, 10 Juni 2013
RIWAYAT HIDUP ABAH ANOM
KH. A Shohibulwafa Tajul Arifin yang dikenal dengan nama Abah Anom, dilahirkan di
Suryalaya tanggal 1 Januari 1915. Beliau adalah putra kelima Syaikh Abdullah bin Nur
Muhammad, pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, dari ibu yang bernama Hj Juhriyah.
Pada usia delapan tahun Abah Anom masuk Sekolah Dasar (Verfolg School) di Ciamis
antara tahun 1923-1928. Kemudian ia masuk Sekolah Menengah semacan Tsanawiyah
di Ciawi Tasikmalaya. Pada tahun 1930 Abah Anom memulai perjalanan menuntut ilmu
agama Islam secara lebih khusus. Beliau belajar ilmu fiqih dari seorang Kyai terkenal
di Pesantren Cicariang Cianjur, kemudian belajar ilmu fiqih, nahwu, sorof dan
balaghah kepada Kyai terkenal di Pesantren Jambudipa Cianjur. Setelah kurang lebih
dua tahun di Pesantren Jambudipa, beliau melanjutkan ke Pesantren Gentur, Cianjur
yang saat itu diasuh oleh Ajengan Syatibi.
Dua tahun kemudian (1935-1937) Abah Anom melanjutkan belajar di Pesantren
Cireungas, Cimelati Sukabumi. Pesantren ini terkenal sekali terutama pada masa
kepemimpinan Ajengan Aceng Mumu yang ahli hikmah dan silat. Dari Pesatren inilah
Abah Anom banyak memperoleh pengalaman dalam banyak hal, termasuk bagaimana
mengelola dan memimpin sebuah pesantren. Beliau telah meguasai ilmu-ilmu agama
Islam. Oleh karena itu, pantas jika beliau telah dicoba dalam usia muda untuk
menjadi Wakil Talqin Abah Sepuh. Percobaan ini nampaknya juga menjadi ancang-
ancang bagi persiapan memperoleh pengetahuan dan pengalaman keagaman di masa
mendatang. Kegemarannya bermain silat dan kedalaman rasa keagamaannya
diperdalam lagi di Pesantren Citengah, Panjalu, yang dipimpin oleh H. Junaedi yang
terkenal sebagai ahli alat, jago silat, dan ahli hikmah.
Setelah menginjak usia dua puluh tiga tahun, Abah Anom menikah dengan Euis Siti
Ru’yanah. Setelah menikah, kemudian ia berziarah ke Tanah Suci. Sepulang dari
Mekah, setelah bermukim kurang lebih tujuh bulan (1939), dapat dipastikan Abah
Anom telah mempunyai banyak pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang
mendalam. Pengetahuan beliau meliputi tafsir, hadits, fiqih, kalam, dan tasawuf yang
merupakan inti ilmu agama. Oleh Karena itu, tidak heran jika beliau fasih berbahasa
Arab dan lancar berpidato, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Sunda,
sehingga pendengar menerimanya di lubuk hati yang paling dalam. Beliau juga amat
cendekia dalam budaya dan sastra Sunda setara kepandaian sarjana ahli bahasa Sunda
dalam penerapan filsafat etnik Kesundaan, untuk memperkokoh Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah. Bahkan baliaupun terkadang berbicara dalam bahasa Jawa dengan
baik.
Ketika Abah Sepuh Wafat, pada tahun 1956, Abah Anom harus mandiri sepenuhnya
dalam memimpin pesantren. Dengan rasa ikhlas dan penuh ketauladan, Abah Anom
gigih menyebarkan ajaran Islam. Pondok Pesantren Suryalaya, dengan kepemimpinan
Abah Anom, tampil sebagai pelopor pembangunan perekonomian rakyat melalui
pembangunan irigasi untuk meningkatkan pertanian, membuat kincir air untuk
pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain. Dalam perjalanannya, Pondok Pesantren
Suryalaya tetap konsisten kepada Tanbih, wasiat Abah Sepuh yang diantara isinya
adalah taat kepada perintah agama dan negara. Maka Pondok Pesantren Suryalaya
tetap mendukung pemerintahan yang sah dan selalu berada di belakangnya.
Di samping melestarikan dan menyebarkan ajaran agama Islam melalui metode
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah. Abah Anom juga sangat konsisten terhadap
perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Maka sejak tahun 1961 didirikan Yayasan
Serba Bakti dengan berbagai lembaga di dalamnya termasuk pendidikan formal mulai
TK, SMP Islam, SMU, SMK, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Aliyah
kegamaan, Perguruan Tinggi (IAILM) dan Sekolah Tinggi Ekonomi Latifah Mubarokiyah
serta Pondok Remaja Inabah. Didirikannya Pondok Remaja Inabah sebagai wujud
perhatian Abah Anom terhadap kebutuhan umat yang sedang tertimpa musibah.
Berdirinya Pondok Remaja Inabah membawa hikmah, di antaranya menjadi jembatan
emas untuk menarik masyarakat luas, para pakar ilmu kesehatan, pendidikan,
sosiologi, dan psikologi, bahkan pakar ilmu agama mulai yakin bahwa agama Islam
dengan berbagai disiplin Ilmunya termasuk tasawuf dan tarekat mampu merehabilitasi
kerusakan mental dan membentuk daya tangkal yang kuat melalui pemantapan
keimanan dan ketakwaan dengan pengamalan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah.
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, Abah Anom menunjuk tiga orang pengelola,
yaitu KH. Noor Anom Mubarok BA, KH. Zaenal Abidin Anwar, dan H. Dudun
Nursaiduddin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar