Rabu, 12 Juni 2013

Sejarah singkat Sufistik Sayyidina Abu Bakar ash'Shidiq


"Abu Bakar mengungguli kalian bukan karena banyaknya salat dan banyaknya puasa, tapi karena
sesuatu yang bersemayam di hatinya." (HR at-Tirmidzi di an-Nawâdir dan al-Ghazali di Ihyâ'
Ulûmiddîn)
Setiap malam Jumat, usai salat Isyak, tubuh yang dibalut jubah kasar itu duduk berzikir.
Kepalanya menunduk sangat rendah sampai menyentuh lutut. Begitu khusyuk dan khidmat, tak
sedikit pun bergerak untuk mendongak. Menjelang fajar terbit, kepalanya baru diangkat,
menghela nafas yang panjang dan tersendat-sendat. Kontan, aroma di ruangan itu berubah.
Tercium bau hati yang terpanggang.
Itulah ibadah khusus Abu Bakar Radhiallâhu'anhu yang diceritakan oleh istri beliau setelah
mendapat permintaan dari Umar bin al-Khatthab. Umar menitikkan air mata, terharu
mendengar cerita dari istri pendahulunya itu. "Bagaimana mungkin putra al-Khatthab bisa
memiliki hati yang terpanggang," desahnya. Hati yang terbakar oleh rasa takut melihat
kebesaran Allah, terbakar oleh rasa cinta karena memandang keindahan Allah, juga terbakar
oleh harapan yang memuncak akan belas kasih Allah.
Abu Bakar ash-Shiddiq dinobatkan sebagai orang terbaik dari kalangan umat Rasulullah
Muhammad SAW. Rasulullah SAW juga menobatkannya khalîl atau kekasih terdekat bagi beliau.
Faktor utamanya bukan karena banyaknya amal yang beliau lakukan, tapi karena totalitas
hatinya. Hatinya serba total untuk Allah dan Rasul-Nya.
Pada saat Rasulullah SAW mengumumkan agar kaum Muslimin menyumbangkan harta mereka
untuk dana perang melawan Romawi di Tabuk, Abu Bakar membawa seluruh hartanya kepada
Rasulullah SAW. "Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?" tanya Rasulullah kepada Abu
Bakar.
"Allah dan Rasul-Nya?" jawab Abu Bakar tanpa keraguan sedikitpun.
Inilah totalitas hati Abu Bakar. "Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh
hati tak menyisakan apapun melainkan apa yang ia cintai," demikian komentar Imam al-Ghazali
tentang kisah beliau ini.
Totalitas hati itu membawa Abu Bakar SAW menjadi orang yang paling makrifat kepada Allah di
antara umat Rasulullah SAW yang lain. Abu Bakar Radhiallâhu'anhu mengorbankan segalanya
untuk Allah dan Rasulullah SAW
. Hingga, hidupnya begitu miskin setelah mengucapkan ikrar Islam di hadapan Rasulullah.
Padahal, sebelumnya Abu Bakar adalah saudagar yang disegani di Quraisy.
Abdullah bin Umar bercerita: Suatu ketika Rasulullah SAW duduk. Di samping beliau ada Abu
Bakar memakai jubah kasar, di bagian dadanya ditutupi dengan tambalan. Malaikat Jibril turun
menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan salam Allah kepada Abu Bakar.
"Hai Rasulullah, kenapa aku lihat Abu Bakar memakai jubah kasar dengan tambalan penutup di
bagian dadanya?" tanya Malaikat Jibril.
"Ia telah menginfakkan hartanya untukku sebelum Penaklukan Makkah." Sabda beliau
"Sampaikan kepadanya salam dari Allah dan sampaikan kepadanya: Tuhanmu bertanya: Apakah
engkau rela dengan kefakiranmu ini ataukah tidak rela?"
Rasulullah SAW menoleh kepada Abu Bakar. "Hai Abu Bakar, ini Jibril menyampaikan salam dari
Allah kepadamu, dan Allah bertanya: Apakah engkau rela dengan kefakiranmu ini ataukah tidak
rela?"
Abu Bakar menangis: "Apakah aku akan murka kepada (takdir) Tuhanku!? (Tidak!) Aku rida
dengan (takdir) Tuhanku, Aku rida akan (takdir) Tuhanku."
Semua miliknya habis untuk Allah dan Rasulullah SAW. Inilah totalitas cinta. Cinta yang
mengorbankan segalanya untuk Sang Kekasih, tak menyisakan apa-apa lagi selain Dia di hatinya.
"Orang yang merasakan kemurnian cinta kepada Allah, maka cinta itu akan membuatnya
berpaling dari pencarian terhadap dunia dan membuatnya merasa tidak asyik bersama dengan
segenap manusia." Demikian untaian kalimat tentang tasawuf cinta yang pernah terucap dari
mulut mulia Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq.
Oleh karena itu, Sayidina Abu Bakar memilih zuhud sebagai jalan hidup utama beliau. Dunia
bukanlah fasilitas yang hendak dinikmati, tapi godaan yang harus dihindari. Faktor utama yang
menyebabkan manusia lupa kepada Allah adalah kesukaannya terhadap hal-hal duniawi.
Faktor utama yang menyebabkan manusia mendurhakai Allah juga kegilaan terhadap hal-hal
duniawi. Kegilaan terhadap hal-hal duniawi merupakan sumber dan induk dari segala kesalahan
yang dilakukan manusia.
@Kisah sufi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar