Rabu, 27 November 2013

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani -(Bagiang
terakhir)
Kunjungan ke Wali Agung Di Timur Jauh (Kunjungan ke Pondok Pesantren
Suryalaya,Indonesia menemui Syaikh Maulana Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin qs. 05
Mei th.2001)
Syaikh pernah bertanya dalam diri Beliau: siapakah manusia yang paling ikhlas di dunia
saat ini? Allah SWT menjawab pertanyaan beliau dalam mimpinya, manusia yang paling
ikhlas saat ini adalah seorang hambaKU yang berada di Timur Jauh (Asia Tenggara) yang
bernama Shohibul Wafa.
Sejak saat itu nama dalam mimpi beliau itu tidak dapat beliau lupakan, ada perasaan
rindu untuk bertemu dengan seseorang yang bernama Shohibul Wafa, getarannya
sangatlah kuat.
Tahun 2001 setelah berkesempatan untuk mengunjungi Jakarta terasa getaran itu semakin
kuat untuk bertemu dengan sosok kekasih Allah yang bernama Shohibul Wafa. Bukankah
dalam mimpi beliau Shohibul Wafa sudah disebut Allah sebagai hambaKU. Tidak banyak
manusia diakui oleh Allah sebenar-benar hambaNya. Beliau dan rombongan akhirnya
dari Jakarta menuju Bandung untuk selanjutnya menuju Pesantren Suryalaya
mengunjungi dan bersilaturahmi dengan saudara beliau yang bernama Shohibul Wafa.
Berikut ini Pidato Syaikh Nazim Adil al-Haqqani,Mursyid Thoriqah Naqsyabandi Haqqani
di Pondok Pesantren Suryalaya tgl.05 Mei 2001
“Banyak para alim ulama dan para cendikiawan muslim memberikan pengetahuan agama
kepada umat, pengetahuan itu bagaikan lilin-lilin, apalah artinya lilin-lilin yang banyak
meskipun lilin-lilin itu sebesar pohon kelapa kalau lilin-lilin itu tidak bercahaya. Dan
cahaya itu salah satunya berada dalam qalbunya beliau ( Syekh Ahmad Shohibul Wafa
Tajul ‘Arifin).
Saya tidak tahu apakah Nur Illahi yang dibawanya akan putus sampai pada beliau saja,
atau masih akan berlanjut pada orang lain. Tapi saya yakin dan berharap, sesudah beliau
nanti masih akan ada orang lain yang menjadi pembawa Nur Illahi itu.Siapakah
orangnya, saya tidak tahu.
Maka Anda sekalian para hadirin, ambillah Nur Illahi itu dari beliau saat ini. Mumpung
beliau masih ada, mumpung beliau masih hadir di tengah kita, sulutkan Nur Illahi dari
qalbu beliau kepada qalbu anda masing-masing. Sekali lagi, dapatkanlah Nur Ilahi dari
orang-orang seperti Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
Dari qalbu beliau terpancar pesan-pesan kepada qalbu saya. Saya berbicara dan
menyampaikan semua pesan ini bukan dari isi qalbu saya sendiri. Saya mengambilnya
dari qalbu beliau. Di hadapan beliau saya terlalu malu untuk tidak mengambil apa yang
ada pada qalbu beliau. Saya malu untuk berbicara hanya dengan apa yang ada pada
qalbu saya sendiri.” -tamat ringkasan pidatonya
--Pidato Syaikh Nazim diatas juga pernah dimuat di Majalah Sufi “Lilin-lilin tapi tidak
bercahaya”
Bagi mereka yang mencintai perjalanan kerohanian, dan berkesempatan berhadapan
dengan Abah Anom di Suryalaya, pasti akan terasa kehaibatannya dan getarannya yang
mengharukan, kerana beliau ibarat ''bapak'' kita. Ramai yang menangis bila berhadapan
dengan Abah buat kali pertamanya samada penziarah itu termasuk dari para pengikutnya
mahupun selain mereka. Ketika ingin pulang ke tanah air sahaja, akan terasa kesedihan
yang amat sangat, persis perasaan yang sama ketika meninggalkan 'Ka'batullah '. Alfaqir
sendiri mengalami perkara yang sama, walaupun berkali-kali berkujungan ke Surayalaya,
yang anehnya, ketika detik-detik ingin pulang, kita terasa seolah-olah tidak dapat
berjumpa dengan Abah lagi..ada yang memeluk Abah dengan eratnya, ada yang menangis
tidak terkawal dan sebagainya. Mengikut hemat alfaqir, ini adalah kesan bagi maqam
'ka'batul wasilin' yang pernah diberikan Allah SWT kepada Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani
q.s.
Kejadian sama berlaku ketika Syaikh Nazim berkunjungan ke Abah, selepas mengucapkan
selamat tinggal kepada Abah yang berkerusi roda di dalam madrasah ketika itu, Sheikh
Nazim beserta rombangan meninggalkan madrasah keluar ke mobil-mobil masing-masing
untuk berangkat pulang, anehnya apabila semua sudah berada di dalam kenderaan
masing-masing, Syaikh Nazim masih belum menaiki mobilnya, beliau seolah-olah tidak
terdaya untuk naik kenderaannya , beliau patah balik masuk ke madrasah mengucapkan
selamat jalan buat kali keduanya kepada Abah. Ini berlaku sehingga 3 kali, masuk
madrasah keluar balik, masuk madrasah keluar balik,....... Syaikh Nazim 'tidak berdaya
menaiki kendaraannya 'mungkin' oleh kerana perasaan cinta dan kasih yang amat sangat
mencegahnya untuk berpisah dengan Abah Anom.
Abah mengesan perasaan yang menyelimuti Syaikh Nazim, Abah meminta para
pembantunya agar beliau di bawa keluar dari madrasah sehingga mengiringi para tetamu
di lapangan perpisahan di hadapan kenderaan mereka masing-masing. Ketika itu Syaikh
Nazim berjumpa sekali lagi dengan Abah Anom mengucapkan 'Selamat Jalan'nya yang
terakhir. Pada waktu itu satu , Abah mengeluarkan dari sakunya sebentuk cincin permata
merah di hadiahkan kepada Sheikh Nazim. Barulah Sheikh Nazim kelihatan kuat untuk
meninggalkan tempat itu.
Sebahagian dari karomah Abah yang masyhur , apabila ingin memberi sesuatu kepada
orang-orang yang di sayangi, cukup dengan menyeluk sakunya , akan adalah cincin atau
tasbih atau apa sahaja yang di tentukan Allah SWT buat ketika itu.
Dari berbagai sumber.

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani -(Bagian
Ke-4)
(Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani, 1995)
Pada th. 1992, ketika syaikh Nazim mengunjungi Lahore, Pakistan, beliau berziarah ke
makam syaikh Ali Hujwiri. Salah seorang syaikh dari thariqat Qadiriah mengundang
beliau ke rumahnya. Syaikh Nazim menginap disana. Setelah shalat subuh, tuanrumah
itu mengatakan
‘Ya syaikh, aku memintamu menginap malam ini untuk menunjukkan padamu sebuah
jubah berharga yang kami warisi selama 27 tahun yang lalu. Diwariskan dari seorang
syaikh hebat dari thariqat Qadiriah dari Baqhdad sampai akhirnya berada di tangan
kami. Semua syaikh kami menyimpan dan menjaganya karena dulunya ini jubah pribadi
dari ‘Ghawth’ pada masa itu.
Seorang syaikh Turki dari thariqat Naqsybandi berkhalwat di masjid-makam syaikh Abdul
Qadir Jailani. Setelah selesai, beliau berikan jubah ini sebagai hadiah karena sudah
melayaninya selama khalwat. Syaikh Qadiriah pemegang jubah ini mengatakan pada
penerusnya ketika akan meninggal agar menjaganya, karena siapapun yang mengenakan
jubah itu, segala penyakitnya akan sembuh. Setiap murid yang mengenakan jubah ini
dalam perjalanannya menuju hadirat Ilahi akan mudah terangkat dalam tingkat kashf.’
Beliau membuka almari dan memperlihatkan sebuah jubah yang disimpan di kotak
kaca. Dia keluarkan jubah itu. Syaikh Nazim tersenyum melihatnya.Syaikh Qadiriah itu
bertanya pada syaikh Nazim,” Apakah sebenarnya ini, syaikh ? “
Syaikh Nazim menjawab : “ Hal ini membuat aku bahagia. Jubah ini aku berikan pada
Syaikh thariqat Qadiriah saat aku selesai khalwat.”
Ketika mendengar hal ini syaikh tersebut mencium tangan syaikh Nazim dan meminta
bay’at di dalam thariqat Naqsybandi.
Khalwat di Madinah
Sering kali syaikh Nazim diperintahkan melakukan khalwat dengan kurun waktu antara
40 hari sampai setahun. Tingkatan khalwatnya juga berbeda, mulai diisolasi dari kontak
dunia luar, shalat, atau hanya diperkenankan adanya kontak saat melaksanakan dzikir
atau pertemuan karena memberi kajian. Beliau sering melaksanakan khalwat
di kota Nabi. Kata beliau :
Tidak seorangpun diberi kehormatan melakukan khalwat bersama syaikh mereka. Aku
mendapatkan kesempatan ini berada dalam satu ruangan dengan syaikh Abdullah di
Madinah. Sebuah ruangan kuno dekat masjid suci Nabi Muhammad saw. Disana terdapat
satu pintu dan satu buah jendela. Segera setelah kami memasuki ruangan itu, syaikh
menutup jendela rapat-rapat dan beliau mengijinkan aku keluar hanya pada saat
menunaikan shalat 5 waktu di Masjid Nabi.
Beliau mengingatkan aku agar ‘mengawasi langkah / nazar bar qadam ’ ketika dalam
perjalanan menuju tempat shalat. Dengan disiplin dan mengontrol penglihatan kita berarti
memutuskan diri dari segala hal kecuali pada Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Besar
beserta Nabi-Nya.
Syaikh Abdullah tidak pernah tidur selama khalwat berlangsung. Selama satu tahun aku
tidak pernah melihat beliau tidur dan menyentuh makanan. Hanya semangkuk sup dan
sepotong roti disediakan untuk kami setiap harinya. Beliau selalu memberikan bagiannya
kepadaku. Beliau hanya minum air dan tidak pernah meninggalkan ruangan itu.
Malam demi malam, hari demi hari, grandsyaikh duduk membaca Qur’an hanya dengan
penerangan lilin, berdzikir dan mengangkat tangannya dalam do’a. Kadang aku tidak
mengerti apa yang beliau ucapkan karena beliau menggunakan bahasa surgawi. Aku
hanya mampu memahaminya lewat ilham dan penglihatan yang datang pada hatiku.
Aku tidak tahu kapan saatnya malam ataupun siang kecuali saat shalat.Grandsyaikh
tidak pernah melihat sinar matahari selama setahun penuh, kecuali cahaya dari lilin. Dan
aku melihat cahaya matahari hanya ketika pergi untuk shalat.
Melalui khalwat tersebut, spiritualitasku meningkat ke tingkatan yang berbeda-
beda. Suatu hari aku mendengar beliau mengatakan : ‘Ya Allah, beri daku kekuatan
“Ghawth” / perantara / penolong, dari kekuatan yang Engkau berikan pada Nabi-
Mu. untuk meminta ampunanMu bagi seluruh umat manusia saat kiamat nanti dan
mengangkat mereka menuju Hadirat-Mu.’
Ketika beliau mengatakan hal ini, aku mengalami ‘penglihatan’ keadaan disaat hari
kiamat. Allah swt turun dari Arsh-Nya dan mengadili umat manusia..Nabi berada di
samping kanan-Nya. Grandsyaikh berada di sebelah kanan Nabi, dan aku berada di
sebelah kanan grandsyaikh.
Setelah Allah mengadili umat manusia, Dia memberi wewenang Nabi untuk menjadi
perantara ampunan-Nya. Ketika Nabi selesai melakukannya, beliau meminta grandsyaikh
untuk memberi barakahnya dan mengangkat mereka dengan kekuatan spiritual yang
telah diberikan. Penglihatan itu berakhir dan aku mendengar grandsyaikh mengatakan, ‘
al-hamdulillah, al-hamdulillah, Nazim effendi, aku sudah mendapat jawabannya.’
Suatu hari selesai shalat subuh grandsyaikh mengatakan, ‘ Nazim Effendi, lihat !’ Kemana
harus kulihat, atas, bawah, kanan atau kiri ? Ternyata ada di bagian hati beliau. Sebuah
penglihatan muncul. Aku melihat syaikh Abdul Khaliq al Ghujdawani muncul dengan
tubuh fisiknya dan mengatakan padaku,
’ Oh anakku, syaikh-mu memang unik. Tidak ada yang seperti dia sebelumnya.‘
Kemudian kami diajak beliau di tempat lain di bumi ini.
‘ Allah swt memintaku untuk pergi ke batu itu dan memukulnya’ sambil menunjuk sebuah
batu. Ketika beliau memukulnya, sebuah semburan air memancar deras keluar dari batu
itu. Kata beliau, ‘ Air itu akan terus memancar seperti ini sampai kiamat nanti, dan Allah
swt mengatakan padaku bahwa pada setiap tetes air ini Dia ciptakan satu malaikat
bercahaya yang akan selalu memuji-Nya sampai kiamat nanti.’
Kata Allah : ‘ Oh hamba-Ku Abdul Khaliq al-Ghujdawani, tugasmu adalah memberi nama
para malaikat ini dengan nama yang berbeda dan tidak boleh ada pengulangan. Hitung
pula berapa kali pujian-pujian mereka, kemudian bagikan pada seluruh pengikut thariqat
Naqsybandi. Itulah tanggung jawabmu.” Aku takjub akanbeliau beserta tugas luar biasa
yang diembannya.
Penglihatan itu terus berlanjut serasa menghujaniku. Pada hari terakhir khalwat kami
setelah shalat subuh aku mendengar suara-suara dari arah luar ruangan kami.Suara
orang dewasa dan suara anak-anak menangis. Tangisan itu semakin menjadi-jadi dan
berlangsung berjam-jam. Aku tidak tahu siapa yang menangis karena tidak diizinkan
untuk melihatnya. Grandsyaikh bertanya, “ Nazim Effendi, tahukah kamu siapa yang
sedang menangis ?”
Walaupun aku tahu bahwa itu bukan tangisan manusia, namun aku menjawab,
” Oh syaikh, engkaulah yang lebih mengetahuinya.”
“Setan mengumumkan pada komunitasnya bahwa 2 manusia di bumi ini telah lolos dari
kendalinya."
Kemudian aku melihat setan dan bala tentaranya telah dirantai dengan rantai surgawi
untuk mencegah mereka mendekati syaikh dan aku.Penglihatan itu berakhir. Grandsyaikh
meletakkan tangannya di dadaku sambil mengata.kan, ” Alhamdulillah, Nabi bahagia
akan aku dan kamu.”
Lalu aku melihat Nabi Muhammad beserta 124.000 nabi-nabi lain, 124.000 sahabat-
sahabatnya, 7007 awliya-awliya Naqsybandi, 313 awliya agung, 5 Qutb dan
Ghawth.Semuanya memberi selamat kepadaku. Mereka mengalirkan dalam hatiku ilmu
spiritual mereka. Aku mewarisi dari mereka rahasia-rahasia thariqat Naqsybandi dan 40
thariqat-thariqat lainnya.
Karomah Syaikh Nazim
Pada th 1971, syaikh Nazim seperti biasa berada di Siprus selama 3 bulan; rajab, shaban,
dan ramadhan. Suatu hari di bulan shaban, kami mendapat telpon dari bandara
di Beirut. Ternyata dari syaikh Nazim yang meminta kami untuk menjemputnya. Kami
terkejut karena tidak mengira beliau akan datang.
“ Aku diminta Nabi untuk menemuimu hari ini karena ayahmu akan wafat. Aku
yangakan memandikan jenazahnya, mengkafani dan menguburkannya lalu kembali ke
Siprus. “
“ Oh, syaikh. Ayah kami dalam keadaan sehat. Tidak ada sesuatu terjadi pada beliau.”
“Itulah yang dikatakan padaku.” Jawab beliau dengan amat yakin. Kamipun menyerah
saja karena apapun yang dikatakan syaikh kami harus menerimanya.
Beliau meminta kami mengumpulkan seluruh keluarga untuk melihat ayah kami terakhir
kalinya. Kami mempercayainya dan melaksanakannya walaupun ada yang terkejut dan
ada yang tidak mempercayainya saat kami memanggilnya. Adayang hadir dan ada yang
tidak. Ayahku tidak mengetahui masalah ini, hanya melihat kunjungan keluarga sebagai
hal yang biasa. Jam tujuh kurang seperempat. Kata syaikh Nazim,” Aku harus naik ke
apartemen ayahmu untuk membaca surat Ya Sin tepat ketika beliau wafat.” Lalu beliau
naik dari flat kami dibawah. Ayahku memberisalam pada syaikh Nazim lalu
mengatakan,” Oh syaikh Nazim, sudah lama kami tak mendengar anda membaca qur’an.
Maukah anda melakukannya untuk kami ?”Syaikh Nazimpun mulai membaca surat Ya
Sin. Ketika beliau selesai membacanya, jarum jam menunjukkan tepat pukul tujuh. Persis
ketika ayahku berteriak,” Jantungku, jantungku..!!” Kami merebahkan beliau, kedua
saudaraku yang sama-sama dokter memriksa ayah. Jantungnya berdebar keras tak
terkontrol dan dalam hitungan menit, beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Semua orang melihat pada syaikh Nazim dengan takjub dan keheranan. “
Bagaimana beliau mengetahuinya ? wali macam apakah beliau ? bagaimana bisa dari
Siprus, beliau datang hanya untuk hal ini ? rahasia seperti apakah yang ada di hatinya ?

Rahasia yang di simpan beliau adalah berkat sayang Allah swt pada beliau.Allah memberi
wewenang akan kekuatan dan ramalan karena beliau memelihara keikhlasan, ketaatan,
dan kesetiaan pada agama Allah. Beliau menjaga kewajiban dan ibadahnya. Beliau
menghormati Al-Quran. Beliau sama dengan seluruh awliya naqsybandi sebelumnya,
seperti halnya seluruh awliya thariqat lain dan para leluhurnya, syaikh Abdul Qadir
Jailani dan Jalaluddin Rumi dan Muhyiddin Ibn Arabi yang menaati tradisi-tradisi Islam
selama 1400 tahun. Dengan cinta Ilahi itu beliau akan dianugerahi pengetahuan Ilahiah,
kebijaksanaan, spiritualitas dan segala hal. Beliau akan menjadi orang yang mengetahui
akan masa lalu, saat ini dan masa depan.
Kami merasa terperangkap diantara dua emosi. Satu, karena tangis kesedihan
kami akan wafatnya ayah dan yang kedua kebahagiaan atas apa yang diperbuat oleh
guru kami pada almarhum ayah. Kedatangan beliau demi ayah kami pada akhir hayatnya
tidak akan pernah kami lupakan. Beliau memandikan jasad dengan tangan beliau yang
suci. Setelah semua tugas dijalankan, beliau kembali lagi ke Siprus tanpa diundur.
Suatu ketika syaikh Nazim mengunjungi Lebanon selama 2 bulan pada musim
haji. Gubernur kota Tripoli, Lebanon yang bernama Ashar ad-Danya merupakan
pemimpin resmi suatu kelompok haji. Beliau menawari syaikh Nazim untuk pergi
bersama menunaikan ibadah haji. Kata syaikh,” Saya tidak bisa pergi dengan anda, tapi
insya Allah, kita akan bertemu disana.”
Gubernur tetap memaksa. “ Jika anda pergi, pergilah dengan saya. Jangan dengan orang
lain.” Syaikh Nazim menjawab,” Saya tidak tahu apakah saya akan pergi atau tidak.”
Ketika musim haji telah usai dan gubernur telah kembali, beliau segera menuju ke rumah
syaikh Nazim. Dihadapan sekitar 100 orang, kami mendengar beliau mengatakan,” Oh
syaikh Nazim, mengapa anda pergi dengan orang lain dan tidak bersama
kami?” Kamipun menjawab,” Syaikh tidak pergi haji. Beliau bersama kami disini selama
2 bulan berkeliling Lebanon.”
Gubernur berkata,” Tidak ! beliau pergi haji, kami punya saksi-saksi. Waktu itu saya
sedang thawaf dan syaikh Nazim mendatangiku lalu mengatakan’ Oh Ashur, anda di sini?’
saya mengiyakan dan kami melakukan thawaf bersama-sama. Beliau menginap di hotel
kami di Makkah. Dan menghabiskan siang hari bersama di tenda kami di Arafat. Beliau
juga menginap bersama saya di Mina selama 3 hari. Lalu beliau mengatakan ‘Aku harus
ke Madinah mengunjungi Nabi saw.’
kemudian kami menatap syaikh Nazim yang menampakkan senyum khasnya dan seakan-
akan mengatakan : “ Itulah kekuatan yang dianugerahkan Allah pada para awliya-
Nya. Bila mereka berada di jalan-Nya, meraih cinta-Nya dan hadirat-Nya, Allah akan
menganugerahi segala hal.’
“ Oh syaikh-ku, karamah apa yang engkau tunjukkan pada kami adalah sangat luar
biasa. Tidak pernah aku melihatnya selama hidupku. Aku ini seorang politikus. Aku
percaya pada akal dan logika. Kini aku harus mengakui bahwa anda bukanlah orang
biasa. Anda mempunyai kekuatan supranatural. Sesuatu yang Allah sendiri anugerahkan
pada anda!”
Gubernur itu mencium tangan syaikh Nazim dan meminta bay’at di dalam Thariqat
Naqsybandi. Kapanpun syaikh Nazim mengunjungi Lebanon, gubernur dan perdana
mentri Lebanon akan duduk dalam komunitas syaikh Nazim. Sampai saat ini, keluarga-
keluarga beliau dan masyarakat Lebanon menjadi pengikut Syaikh Nazim.

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani -(Bagian
Ketiga)
(Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani, 1995)
Tahun-tahun selanjutnya, beliau melakukan perjalanan kaki di wilayah negara
Turki. Sejak tahun 1978, beliau habiskan tiga sampai empat bulan disetiap daerah di
Turki. Dalam setahun beliau bepergian di daerah Istambul, Yalova, Bursa,
Eskisehir dan Ankara. Di lain kesempatan beliau mengunjungi Konya, Isparta dan
Kirsehir.
Tahun berikutnya mengunjungi pesisir selatan dari Adana menuju Mersin,
Alanya, Izmir dan Antalya. Kemudian ditahun berikutnya beliau bepergian ke sisi
timur, Diyarbakir, Erzurm sampai perbatasan Irak. Kemudian kunjungan selanjutnya
adalah di laut hitam, bergerak dari satu wilayah ke wilayah lainnya,
dari kota menujukota lain, dari masjid ke masjid men-syiarkan firman-firman Allah dan
spiritualitas dimanapun beliau berada.
Dimanapun syaikh Nazim pergi, beliau disambut oleh kerumunan massa dari yang
sederhana sampai pejabat pemerintahan. Beliau masyur dengan sebutan ‘Al-Qubrusi’ di
seluruh Turki. Syaikh Nazim merupakan syaikh / guru dari Presiden Turki terakhir,
Turgut Ozal yang amat menghormati beliau. Akhir-akhir ini syaikh Nazim terkenal
karena pemberitaan yang luas dari media dan pers. Beliau di wawancarai hampir tiap
minggu oleh berbagai stasiun TV dan reporter yang menanyakan tentang berbagai
kejadian serta masa depan Turki. Beliau mampu menjembatani antara pemerintahan yang
sekuler dan kelompok Islam fundamental, seperti yang diajarkan oleh Nabi ( saw )
sehingga tercipta kedamaian disetiap hati dan pikiran dari kedua belah pihak, baik
kalangan awam maupun yang cerdas sekalipun.
Tahun 1986, beliau terpanggil untuk mengadakan perjalanan menuju Timur
jauh; Brunei, Malaysia, Singapore, India, Pakistan, Sri Lanka. Beliau di terima baik oleh
para Sultan, Presiden, anggota parlemen, pejabat pemerintah dan tentu saja rakyat pada
umumnya. Beliau di sebut sebagai orang suci zaman ini diBrunei. Beliau disambut dengan
kemurahan rakyat dan khususnya oleh Sultan Hajji Hasan al-Bolkiah. Beliau digolongkan
sebagai salah satu syaikh terbesar thariqat Naqsybandi di Malaysia. Di Pakistan, beliau
dikenal sebagai penyegar akan thariqat sufi dan beliau mempunyai ribuan murid. Di
Srilanka, di antara pemerintahan dan rakyat biasa, beliau mempunyai lebih dari
20.000 ( dua puluh ribu ) murid. Di antaramuslim Singapore, beliau juga amat dihormati.
Pada tahun 1991, untuk pertama kalinya beliau mengunjungi Amerika.Lebih dari 15
negara bagian beliau kunjungi. Beliau bertemu dengan banyak kalangan masyarakat dari
berbagai aliran dan agama-agama : Muslim, Kristen, Yahudi, Sikh, Buddha, Hindu, New
age, dan lain-lain. Hal ini membuahkan berdirinya lebih dari 13 pusat-pusat thariqat
Naqsybandi di Amerika Utara. Kunjungan keduath. 1993, beliau mendatangi berbagai
daerah dan kota-kota, masjid-masjid, gereja, sinagog, dan candi-candi. Melalui beliau,
lebih dari 10.000 ( sepuluh ribu ) rakyat Amerika Utara telah masuk Islam dan ber-baiat
dalam thariqat Naqsybandi.
Pada bulan Oktober 1993, beliau menghadiri peresmian kembali masjid dan sekolah
Imam Bukhari di Bukhara, Uzbekistan. Beliau adalah orang pertama diantara banyak
generasi Imam Bukhari yang mampu mengembalikan daerah pusat para awliya
di Asia tengah yang sangat kuat mengabadikan nama dan ajarannya dalam thariqat ini.
Sebagaimana Shah Naqsyband sebagai pelopor di daerah Bukhara dan Asia Tengah, juga
Ahmad as-Sirhindi al-Mujaddidi pelopor di milenium ke 2, dan Khalid al-Baghdadi pelopor
kebangkitan Islam, shariah, dan thariqat di Timur Tengah; maka syaikh Nazim Adil al-
Haqqani adalah pelopor , pembaharu dan penyeru umat agar kembali pada Tuhan-nya di
abad ini, abad perkembangan tekhnologi dan materialisme.
Khalwat Syaikh Nazim
Khalwat pertama beliau atas perintah Syaikh Abdullah ad-Daghestani di tahun 1955 di
Sueileh, Yordania. Beliau berkhalwat selama 6 bulan. Kekuatan dan kemurnian dalam
setiap kehadiran beliau mampu menarik ribuan murid di Sueileh dan desa-desa
sekitarnya, Ramta dan Amman menjadi penuh oleh murid-muridnya.Ulama, pejabat resmi
dan banyak kalangan tertarik akan pencerahan dan kepribadian beliau.
Ketika baru mempunyai 2 orang anak, satu perempuan dan satu laki-laki, syaikh Nazim
dipanggil oleh grandsyaikh Abdullah. “ Aku menerima perintah dari Nabi untukmu agar
melakukan khalwat di masjid Abdul Qadir Jailani di Baghdad. Pergilah kesana dan
lakukan khalwat selama 6 bulan.”
Syaikh Nazim bercerita mengenai peristiwa ini :
Aku tidak bertanya apapun pada grandsyaikh. Aku bahkan tidak pulang ke rumah. Aku
langsung melangkahkan kakiku menuju Marja, di dalam kotanya. Tidak pernah terlintas
dalam benakku ‘aku butuh pakaian, uang atau
makanan’ . Ketika beliau berkata ‘Pergilah!’ maka aku segera pergi. Aku memang ingin
melakukan khalwat bersama syaikh Abdul Qadir Jailani.
Ketika sampai di kota , aku melihat seorang laki-laki yang sedang menatapku. Dia
mengenalku. “Syaikh Nazim, anda mau kemana ? “
“Ke Baghdad.” jawabku. Ternyata dia murid grandsyaikh. “ Saya juga mau
kesana.” Kamipun berangkat dengan naik truk yang penuh dengan muatan barang untuk
dikirim ke Baghdad.
Ketika memasuki masjid Syaikh Abdul Qadir Jailani, ada seorang laki-laki tinggi besar
yang berdiri di pintu. Dia memanggilku,” Syaikh Nazim !”
“Ya,” jawabku.
“ Saya ditunjuk untuk melayani anda selama tinggal disini. Mari ikut saya.”
Sebenarnya aku terkejut akan hal ini, namun dalam thariqat segala hal telah diatur dalam
Kehendak Ilahi. Aku mengikutinya sampai ke makam sang Ghawth. Aku
mengucapkan salam pada kakek buyutku, Syaikh Abdul Qadir Jailani.
Sambil menunjukkan kamarku, orang itu mengatakan, ‘‘Setiap hari aku akanmemberimu
semangkuk sup dan sepotong roti.’’
Aku keluar dari kamar hanya untuk menunaikan shalat 5 waktu saja. Aku mencapai
sebuah maqam dimana aku mampu khatam Al Qur’an dalam waktu 9 jam. Setiap harinya
aku membaca Lha ilaha ill-Allah 124.000 kali dan shalawat 124.000 kali ditambah membaca
seluruh Dalail al-khayrat, dan membaca 313.000 kali Allah, Allah, dan seluruh ibadah yang
dibebankan padaku. ‘Penglihatan-penglihatan spiritual’ mulai bermunculan mengantarku
dari satu maqam ke maqam lain sampai akhirnya aku menjadi fana’ dalam hadirat Allah.
Suatu hari aku mendapat penglihatan bahwa syaikh Abdul Qadir Jailani memanggilku
menuju makamnya. Kata beliau, ‘ Oh, cucuku, aku sedang menunggumu di makamku,
datanglah !” Aku bergegas mandi, shalat 2 rekaat dan berjalan menuju makam beliau
yang hanya beberapa langkah dari kamarku. Sesampai disana, aku mulai bermuraqaba. “
as-salam alayka ya jaddi’ ( semoga kedamaian tercurah padamu, kakekku ) “
Segera aku melihat beliau keluar dari makam dan berdiri disampingku.Dibelakang beliau
ada sebuah singgasana indah yang dihiasi batu-batu mulia. Kata beliau “ Mendekat dan
duduklah bersamaku di singgasana itu.”
Kami duduk layaknya seorang kakek dan cucunya. Beliau tersenyum danmengatakan :
“Aku bahagia denganmu, Nazim Effendi. Maqam syaikh kamu, Abdullah al-Faiz ad-
Daghestani amat tinggi dalam thariqat Naqsybandi. Aku ini kakekmu.Sekarang aku
turunkan padamu, langsung dariku, kekuatan yang dipegang oleh Ghawth. Aku bay’at
kamu dalam thariqat Qadiriah sekarang.”
Kemudian grandsyaikh nampak dihadapanku, Nabi (saw ) pun hadir, juga Shah
Naqsyband. Syaikh Abdul Qadir Jailani berdiri memberi hormat pada Nabi beserta para
syaikh yang hadir, akupun melakukannya. Kata beliau :
‘ Ya Nabi, Ya Rasulullah, aku kakek dari cucuku ini. Aku bahagia dengan kemajuannya
dalam thariqat Naqsybandi dan aku ingin menambahkan thariqat Naqsybandi pada
maqamku. ‘
Nabi tersenyum dan melihat pada Shah Naqsyband, selanjutnya Shah Naqsyband melihat
pada Grandsyaikh Abdullah. Inilah adab pimpinan yang baik, karena Syaikh Abdullah
yang masih hidup pada saat itu. Grandsyaikh menerima rahasia thariqat Naqsybandi
yang diterima beliau dari Shah Naqsyband melalui silsilah Nabi, dari Abu Bakr as-Siddiq,
agar ditambahkan pada maqam syaikh Abdul Qadir Jailani.
Ketika syaikh Nazim merampungkan khalwatnya, dan akan segera meninggalkan makam
kakeknya dan mengucapkan salam perpisahan. Syaikh Abdul Qadir Jailani muncul dan
memperbarui bay’at syaikh Nazim dalam thariqat Qadiriah. Kata Kakeknya, “ Cucuku,
aku akan memberimu kenang-kenangan karena telah berkunjung ke sini.” Beliau
memeluk syaikh Nazim dan memberinya 10 buah koin yang merupakan mata uang di
jaman beliau dulu hidup. Koin itu masih disimpan syaikh Nazim sampai hari ini.
Sebelum pergi, syaikh Nazim memberi tanda kenangan jubah pada syaikh yang telah
melayani beliau selama khalwat disana. “ Aku memakai jubah ini selama masa khalwat,
sebagai alas tidurku, bahkan juga saat shalat dan dzikir.Simpanlah, Allah beserta Nabi
akan memberkahimu.” Syaikh itu mengambil jubah, menciumnya dan
memakainya. Syaikh Nazim meninggalkan Baghdad dan kembali keDamaskus, Syria.
Bersambung ke Bagian IV

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani - (Bagian II )

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani -(Bagian
Kedua)
(Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way,
History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani,
1995)
Perjalanan Syaikh Nazim
Syaikh Nazim pergi haji setiap tahunnya
untuk memimpin kelompok orang-orang
Siprus. Beliau melaksanakan ibadah haji
sebanyak 27 kali. Beliau menjaga murid-
muridnya dan sebagai pengikut
grandsyaikh Abdullah.
Suatu saat grandsyaikh mengatakan
padanya agar pergi ke Aleppo dari Damaskus dengan berjalan kaki, dan berhenti di setiap
desa untuk menyebarkan thariqat Naqsybandi, ajaran sufisme dan ajaran Islam. Jarak
antara Damaskus menuju Aleppo sekitar 400 kilometer. Butuh waktu lebih dari satu tahun
untuk perjalanan pergi dan kembali. Syaikh Nazim berjalan kaki selama satu atau dua
hari. Ketika sampai di sebuah desa, beliau tinggal disana selama seminggu untuk
menyebarkan thariqat Naqsybandi, memimpin dzikir, melatih penduduk dan melanjutkan
perjalanan beliau sampai ke desa selanjutnya. Nama beliaupun mulai terdengar di setiap
lidah orang-orang, mulai dari perbatasan Yordania sampai perbatasan Turki dekat Aleppo.
Hal yang sama diperintahkan dan dijalankan oleh syaikh Nazim agar berjalan kaki ke
Siprus. Dari desa satu menuju desa lainnya, menyeru orang agar kembali pada Tuhannya
dan meninggalkan segala materialisme, sekularisme dan atheisme.
Beliau amat dicintai diseluruh Siprus, dan masyur dengan sebutan ‘Syaikh Nazim
berturban hijau / Syaikh Nazim Yesilbas’ karena turban dan jubahnya yang berwarna
hijau.
Beliau sering mengunjungi Lebanon, dimana kami mengenal beliau. Pada th. 1955, aku
berada di kantor pamanku, yang menjabat sebagai sekjen urusan agama di Lebanon,
sebuah jabatan yang tinggi dalam Pemerintahan. Ketika itu tiba waktunya shalat Ashar
dan pamanku, Syaikh Mukhtar Alayli sering shalat di masjid al-Umari al-Kabir
di Beirut. Di sana ada juga gereja pada masa Umar bin al-Khattab, yang telah berubah
menjadi masjid pada masa beliau. Di bawah tanah masjid masih terdapat fondasi
gereja. Pamanku menjadi imam dan aku beserta dua saudaraku shalat dibelakang beliau.
Seorang syaikh datang dan shalat disebelah kami. Kemudian orang itu melihat kedua
kakakku dan menyebut nama-nama mereka, selanjutnya menoleh ke arahku dan
menyebutkan namaku. Kami amat terkejut, karena kami tidak saling mengenal
sebelumnya. Pamanku juga tertarik pada beliau. Itulah pertama kali kami bertemu syaikh
Nazim. Kakak tertuaku berkeras untuk mengajak syaikh Nazim dan paman untuk
menginap di rumah kami.
Syaikh Nazim mengatakan : “ Saya dikirim oleh syaikh Abdullah. Beliau yang mengatakan
‘Setelah shalat ashar nanti, yang ada disebelah kananmu bernama ini dan yang lain
bernama ini. Ajaklah mereka masuk thariqat Naqsybandi. Mereka akan menjadi pengikut
kita.’ “
Kami masih amat muda dan kagum akan cara beliau mengetahui nama-nama kami.
Sejak saat itu beliau mengunjungi Beirut secara rutin. Kami pergi ke Damaskus setiap
Minggunya, dengan cara memohon pada ayah kami agar diizinkan mengunjungi
grandsyaikh. Aku dan kakakku menerima banyak pengetahuan spiritual dan menyaksikan
kekuatan-kekuatan ajaib yang dialirkan pada hati kami, para pencari.
Rumah Syaikh Nazim tidak pernah sepi dari pengunjung. Sedikitnya seratus orang silih
berganti mengunjungi rumah beliau setiap harinya dan dilayani dengan baik. Rumah
beliau dekat dengan rumah grandsyaikh di Jabal Qasiyun, sebuah pegunungan yang
tampak dari kotanya, disebelah tenggara Damaskus. Rumah semen beliau yang sederhana
dengan segala perabot dibuat dari tangan dengan bahan kayu atau bahan-bahan alami
lain.
Mulai tahun 1974, beliau mengunjungi Eropa. Dari Siprus menuju Londondengan pesawat
dan kembalinya mengendarai mobil lewat jalan darat. Beliau melanjutkan pertemuan
dengan setiap kalangan masyarakat dari berbagai daerah, bahasa, adat sampai keyakinan
yang berbeda-beda. Orang-orang mulai mengucap kalimat Tauhid dan bergabung dengan
thariqat sufi dan belajar tentang rahasia-rahasia spiritual dari beliau. Senyum dan
wajahnya yang bersinar amat dikenal di seluruh benua Eropa dan disayangi karena
membawa cita rasa spiritualitas yang sebenarnya dalam kehidupan masyarakat.
Bersambung ke bagian. III

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani -(Bagian I)

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani -(Bagian I)
(Dari buku : The Naqshbandi Sufi
Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham
Kabbani, 1995)
Beliau dilahirkan di Larnaca,
Siprus, pada hari Minggu, tanggal
23 April 1922 – atau 26 Shaban
1340 H. Dari sisi ayah, beliau
adalah keturunan Abdul Qadir
Jailani, pendiri thariqat Qadiriah.
Dari sisi ibunya, beliau adalah
keturunan Jalaluddin Rumi,
pendiri thariqat Mawlawiyyah,
yang juga merupakan keturunan
Hassan-Hussein (as ) cucu Nabi
Muhammad saw. Selama masa kanak-kanak di Siprus, beliau selalu duduk bersama
kakeknya, salah seorang syaikh thariqat Qadiriah untuk belajar spiritualitas dan
disiplin. Tanda-tanda luar biasa telah nampak pada syaikh Nazim kecil, tingkah lakunya
sempurna. Tidak pernah berselisih dengan siapapun, beliau selalu tersenyum dan
sabar. Kedua kakek dari pihak ayah dan ibunya melatih beliau pada jalan spiritual.
Ketika remaja, Shaykh Nazim sangat diperhitungkan karena tingkat spiritualnya yang
tinggi. Setiap orang di Larnaca mengenal beliau, karena dengan umur yang masih amat
muda mampu menasihati orang-orang, meramal masa depan dan dengan spontan
membukanya. Sejak umur 5 tahun sering ibundanya mencarinya, dan didapati beliau
sedang berada didalam masjid atau di makam Umm Hiram, salah satu sahabat Nabi
Muhammad (saw) yang berada di sebelah masjid. Banyak sekali turis mendatangi makam
tersebut karena tertarik akan pemandangan sebuah batu yang tergantung diatas makam
itu.
Ketika sang ibu mengajaknya pulang, beliau mengatakan :
” Biarkan aku disini dengan Umm Hiram, beliau adalah leluhur kita.”
Biasanya terlihat syaikh Nazim sedang berbicara, mendengarkan dan menjawab seperti
berdialog dengannya. Bila ada yang mengusiknya, beliaukatakan :
“ Biarkan aku berdialog dengan nenekku yang ada di makam ini.”
Ayahnya mengirim beliau ke sekolah umum pada siang hari dan sorenya belajar ilmu-
ilmu agama. Beliau seorang yang jenius diantara teman-temannya.Setelah tamat
sekolah ( setara SMU ) syaikh Nazim menghabiskan malam harinya untuk mempelajari
thariqat Mawlawiyyah dan Qadiriah. Beliau mempelajari ilmu Shariah, Fiqih, ilmu tradisi,
ilmu logika dan Tafsir Qur’an. Beliau mampu memberikan penjelasan hukum tentang
masalah-masalah Islam secara luas. Beliau juga mampu berbicara bagi orang-orang dari
segala tingkatan spiritual. Beliau di beri kemampuan untuk menjelaskan masalah-masalah
yang sulit dalam bahasa yang jelas dan mudah.
Setelah tamat SMA di Siprus, syaikh Nazim pindah ke Istambul pada tahun 1359 H / 1940,
dimana kedua saudara laki-laki dan seorang saudara perempuannya tinggal. Beliau
belajar tehnik kimia di Universitas Istambul, di daerah Bayazid. Pada saat yang sama
beliau memperdalam hukum Islam dan bahasa Arab pada guru beliau, syaikh Jamaluddin
al-Lasuni, yang meninggal pada th 1375 H / 1955 M. Shaykh Nazim meraih gelar sarjana
pada tehnik kimia dengan hasil memuaskan dibanding teman-temannya. Ketika
Professor diuniversitasnya memberi saran agar melakukan penelitian, beliau katakan,”
Saya tidak tertarik dengan ilmu modern. Hati saya selalu tertarik pada ilmu-ilmu
spiritual.”
Selama tahun pertama di Istambul, beliau bertemu dengan guru spiritual pertamanya,
Shaykh Sulayman Arzurumi, seorang syaikh dari thariqat Naqsybandi yang meninggal
pada th. 1368 H / 1948 M. Sambil kuliah syaikh Nazim belajar pada beliau sebagai
tambahan dari ilmu thariqat yang telah dimilikinya yaitu Mawlawiyyah dan
Qadiriah. Biasanya beliau akan terlihat di masjid sultan Ahmad, bertafakur sepanjang
malam.
SyaikhNazim menuturkan :
“Disana aku menerima barakah dan kedamaian hati yang luar biasa. Aku shalat subuh
bersama kedua guruku, Shaykh Sulayman Arzurumi dan shaykh Jamaluddin al-
Lasuni. Mereka mengajariku dan meletakkan ilmu spiritual dalam hatiku. Aku mendapat
banyak penglihatan spiritual agar pergi menuju Damaskus, tapi hal itu belum
diizinkan. Sering aku melihat Nabi Muhammad memanggilku menuju ke
hadapannya. Ada hasrat yang mendalam agar aku meninggalkan segalanya dan untuk
pindah menuju kota suci Nabi.
Suatu hari ketika hasrat hati ini semakin kuat, aku diberi “penglihatan”
itu.Guruku , Shaykh Sulayman Arzurumi datang dan menepuk pundakku sambil
mengatakan,’Sekarang sudah turun izin. Rahasia-rahasia, amanat, dan ajaran spiritualmu
bukan ada padaku. Aku menahanmu karena amanat sampai engkau siap bertemu dengan
guru sejatimu yang juga guruku sendiri yaitu Syaikh Abdullah ad-Daghestani. Beliau
pemegang kunci-kuncimu. Temui beliau di Damaskus. Izin ini datang dariku dan berasal
dari Nabi.’ ( Shaykh Sulayman Arzurumi adalah salah satu dari 313 awliya thariqat
Naqsybandi yang mewakili 313 utusan. )
Bayangan itupun berakhir. Aku mencari guruku untuk menceritakan pengalaman itu. Dua
jam kemudian aku melihat syaikh menuju masjid, aku berlari menghampirinya. Beliau
membuka kedua tangannya dan berkata,
” Anakku, bahagiakah engkau dengan penglihatan itu ?” Aku sadar bahwa beliau juga
telah mengetahui segalanya. “Jangan tunggu lagi, segera berangkat ke Damaskus.” Beliau
bahkan tidak memberiku alamat atau informasi lain, kecuali sebuah nama : Syaikh
Abdullah ad-Daghestani di Damaskus.
Dari Istambul ke Aleppo aku naik kereta. Selama perjalanan aku masuk dari satu masjid
ke masjid lain, shalat, duduk dengan para ulama dan menghabiskan waktu untuk ibadah
dan tafakur.
Kemudian aku menuju Hama, kota kuno mirip Aleppo. Aku berusaha untuk langsung
menuju Damaskus, namun mustahil. Perancis yang saat itu menduduki Damaskus sedang
mempersiapkan diri akan serangan pihak Inggris. Jadi aku pergi ke Homs dimana ada
makam Khalid bin walid, sahabat Nabi. Ketika aku memasuki masjid untuk shalat,
seorang pelayan mendatangiku dan mengatakan :
‘ Aku bermimpi tadi malam, Nabi mendatangiku. Beliau mengatakan : “Salah satu cucuku
akan datang esok hari. Jagalah dia demi aku.” Beliau memberi petunjuk bagaimana ciri-
ciri cucu beliau yang sekarang aku lihat semuanya ada pada dirimu.’
Dia memberiku sebuah kamar didalam masjid itu dimana aku menetap selama
setahun. Aku tidak pernah keluar kecuali untuk shalat dan duduk ditemani 2
ulama Homs yang mumpuni, mereka mengajar bacaan Al-Qur’an, tafsir, fiqih dan tradisi-
tradisi Islam. Mereka adalah Shaykh Muhammad Ali Uyun as-Sud dan shaykh Abdul Aziz
Uyun as-Sud. Disana, aku juga mengikuti pelajaran-pelajaran dari dua syaikh Naqsybandi,
Shaykh Abdul Jalil Murad dan Shaykh Said as-Suba’i.Hatiku semakin menggebu untuk
segera tiba di Damaskus, namun karena perang masih berkecamuk maka kuputuskan
untuk menuju Tripoli di Lebanon, dari sana menuju Beirut lalu ke Damaskus lewat jalur
yang lebih aman.
Pada tahun 1364 AH / 1944 M, Syaikh Nazim pergi ke Tripoli dengan bis. Bis ini membawa
beliau sampai ke pelabuhan yang masih asing, dan tidak seorangpun dikenalnya. Ketika
berjalan mengelilingi pelabuhan, beliau melihat seseorang dari arah berlawanan. Orang
itu adalah Mufti Tripoli yang bernama Shaykh Munir al-Malek. Beliau juga merupakan
shaykh atas semua thariqat sufi dikota itu.
“ Apakah kamu shaykh Nazim ? aku bermimpi dimana Nabi mengatakan, ‘Salah satu
cucuku tiba di Tripoli.’ Beliau tunjukkan gambaran sosokmu dan menyuruhku mencarimu
di kawasan ini. Nabi menyuruhku agar menjagamu. “
Syaikh Nazim memaparkan hal ini :
Aku tinggal dengan syaikh Munir al-Malek selama sebulan. Beliau mengatur perjalananku
menuju Homs untuk kemudian dilanjutkan ke Damaskus. Aku tiba di Damaskus pada hari
Jum’at th. 1365 H / 1945 awal tahun Hijriah. Aku tahu bahwa Syaikh Abdullah ad-
Daghestani tinggal di wilayah Hayy al-Maidan, dekat dengan makam Bilal al-Habashi dan
banyak keturunan dari keluarga Nabi. Sebuah daerah kuno yang penuh dengan
monumen-monumen bersejarah.
Akupun tidak tahu yang mana rumah syaikh Abdullah. Sebuah penglihatan datang ketika
aku berdiri di pinggir jalan; syaikh keluar dari rumahnya dan memanggilku untuk
masuk. Penglihatan itu segera lenyap, dan tetap tak kulihat siapapun di jalanan. Keadaan
tampak senyap akibat invasi orang-orang Perancis dan Inggris. Penduduk ketakutan dan
bersembunyi didalam rumah masing-masing.Aku sendirian dan mulai berkontemplasi
didalam hati untuk mengetahui yang mana rumah syaikh Abdullah. Sekilas gambaran itu
muncul, sebuah rumah dengan sebuah pintu yang spesifik. Aku berusaha mencari sampai
akhirnya ketemu. Ketika akan kuketuk, syaikh membuka pintu rumah menyambutku,
” Selamat datang anakku, Nazim Effendi.”
Penampilannya yang tidak biasa segera menarik hatiku. Tidak pernah aku bertemu
dengan syaikh yang seperti itu sebelumnya. Cahaya terpancar dari wajah dan
keningnya. Kehangatan yang berasal dari dalam hatinya dan dari senyuman di
wajahnya. Beliau mengajakku ke lantai atas dengan menaiki tangga didalam
kamarbeliau , “ Kami sudah menunggumu.”
Didalam hati, aku sangat bahagia bersamanya, namun masih ada hasrat untuk
mengunjungi kota Nabi. Aku bertanya pada beliau,
” Apa yang harus kulakukan ?” Beliau menjawab,” Besok akan aku beri jawaban, sekarang
waktumu untuk istirahat !” Beliau menawari makan malam lalu kami shalat Isya
berjamaah, kemudian tidur.
Pagi-pagi sekali beliau membangunkan aku untuk melakukan shalat. Tidak pernah aku
merasakan kekuatan luar biasa seperti cara beliau beribadah. Aku merasa sedang berada
dihadapan Ilahi dan hatiku semakin tertarik akan beliau. Kembali sebuah ‘penglihatan’
terlintas. Aku melihat diriku sendiri menaiki sebuah tangga dari tempat kami shalat
menuju ke Bayt al-Mamur, Ka’bah surgawi, setingkat demi setingkat. Setiap tingkat yang
kulalui adalah maqam yang diberikan syaikh kepadaku. Di setiap maqam aku menerima
pengetahuan didalam hatiku yang sebelumnya tidak pernah aku dengar ataupun aku
pelajari. Kata-kata, frase, kalimat diletakkan sekaligus dalam cara yang indah, di alirkan
menuju ke dalam hatiku, dari maqam ke maqam sampai terangkat menuju Bayt al-
Makmur. Disana aku melihat 124.000 (seratus dua puluh empat ribu) Nabi-nabi berbaris
melakukan shalat, dan Nabi Muhammad sebagai imamnya.
Aku melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) sahabat Nabi yang berbaris
dibelakang beliau. Aku melihat 7007 ( tujuh ribu tujuh ) awliya thariqat Naqsybandi
berdiri dibelakang mereka sedang shalat. Aku juga melihat 124.000 ( seratus dua puluh
empat ribu ) awliya thariqat lain berbaris melaksanakan shalat.
Sebuah tempat sengaja disisakan untuk dua orang tepat disebelah Abu Bakr as-
Siddiq. Grandsyaikh mengajakku menuju tempat itu dan kamipun shalat subuh. Suatu
pengalaman beribadah yang sangat indah. Ketika Nabi memimpin shalat itu, bacaan yang
dikumandangkan beliau sungguh syahdu. Tidak ada kata-kata yang mampu melukiskan
pengalaman itu, sesuatu yang Ilahiah.
Begitu shalat selesai, penglihatan itupun berakhir, tepat ketika syaikh menyuruhku untuk
melakukan adhan subuh. Beliau shalat didepan dan aku dibelakangnya. Dari arah luar
aku mendengar suara peperangan antar 2 pihak pasukan tentara. Grandsyaikh segera
mem-baiat-ku didalam thariqat Naqsybandi, kata beliau : ‘Anakku, kami punya kekuatan
untuk bisa membuat seorang murid mencapai maqamnya dalam waktu sedetik
saja.’ Sambil melihat ke arah hatiku, kedua mata beliau berubah dari kuning menjadi
merah, lalu berubah putih, kemudian hijau dan akhirnya hitam. Perubahan warna itu
berhubungan dengan ilmu-ilmu yang di pancarkan pada hatiku.
Pertama adalah warna kuning yang menunjukkan maqam ‘qalbu’. Beliau alirkan segala
jenis pengetahuan eksternal yang diperlukan untuk melaksanakan kehidupan manusia
sehari-hari.
Yang kedua adalah maqam ‘rahasia/Sirr’, pengetahuan dari seluruh 40 thariqat yang
berasal dari Ali bin Abi Talib. Aku rasakan diriku menjadi pakar dalam seluruh thariqat-
thariqat ini. Mata beliau berubah warna menjadi merah saat hal ini terjadi.Tahap yang
ketiga adalah tingkatan ‘Sirr as Sirr’ yang hanya diizinkan bagi para syaikh Naqsybandi
dengan imamnya Abu Bakr. Saat itu mata grandsyaikh telah berubah menjadi putih.
Maqam keempat yaitu ‘pengetahuan spiritual tersembunyi / khafa’ dimana saat itu mata
beliau berubah warna menjadi hijau.
Terakhir adalah tahap akhfa, maqam yang paling rahasia dimana tak ada apapun yang
nampak disana. Mata beliau berubah menjadi hitam, dan disinilah beliau mengantarku
menuju Hadirat Allah. Kemudian grandsyaikh mengembalikan aku lagi pada eksistensiku
semula.
Rasa cintaku pada grandsyaikh begitu meluap, sehingga tidak terbayangkan bila harus
berjauhan dengannya. Aku tak menginginkan apapun kecuali agar bisa berdekatan dan
melayani beliau selamanya. Namun perasaan damai itu terasa disambar oleh petir, badai
dan tornado. Ujian yang sungguh luar biasa dan membuatku putus asa ketika kemudian
beliau mengatakan :
‘Anakku, orang-orangmu membutuhkanmu. Aku telah cukup memberimu untuk saat
ini. Pergilah ke Siprus hari ini juga.’
Aku jalani satu setengah tahun agar bisa bertemu dengan beliau. Aku lewatkan satu
malam bersama beliau . Kini beliau memintaku untuk kembali ke Siprus, sebuah tempat
yang telah kutinggalkan selama 5 tahun. Perintah yang amat mengerikan bagiku, namun
dalam thariqat sufi, seorang murid harus menyerah pada kehendak syaikh-nya. Setelah
mencium tangan dan kaki beliau sambil meminta izin, aku mencoba menemukan jalan
menuju Siprus.
Perang Dunia II akan segera berakhir dan sama sekali tidak ada sarana transportasi.
Ketika aku sedang memikirkan jalan keluarnya, seseorang menghampiriku, ‘Syaikh, anda
butuh tumpangan ?’
‘Ya ! kemana tujuan anda ?’ aku balik bertanya.
‘Ke Tripoli.’ jawabnya. Kemudian dengan truknya, setelah 2 hari perjalanan, kamipun
sampai di Tripoli. ‘Antarkan aku sampai pelabuhan.’ kataku
‘Buat apa ?’
‘Agar bisa naik kapal ke Siprus.’
‘Bagaimana bisa ? tak ada yang bepergian lewat laut saat perang seperti ini.’
‘Tidak apa-apa. Antarkan aku kesana.’
Ketika dia menurunkanku di pelabuhan, aku kembali terkejut ketika syaikh Munir al-
Malek menghampiriku. Kata beliau : ‘ Cinta macam apakah yang dimiliki kakekmu
padamu ? Nabi datang lagi lewat mimpiku dan mengatakan – ‘ Cucuku, si Nazim akan
segera tiba, jagalah dia.’
Aku tinggal bersama syaikh Munir selama 3 hari. Aku memintanya untuk mengatur
perjalananku sampai ke Siprus. Beliau telah berusaha, namun karena keadaan perang dan
minimnya bahan bakar maka hal itu sangat mustahil. Akhirnya hanya ada sebuah
perahu. ‘Kamu bisa pergi, tapi amat berbahaya !’ kata syaikh Munir.
‘Tapi aku harus pergi, ini adalah perintah syaikh-ku.’
Syaikh Munir membayar sejumlah besar uang pada pemilik perahu untuk
membawaku. Kami berlayar selama 7 hari agar sampai ke Siprus, yang normalnya hanya
memakan waktu 2 hari saja dengan perahu motor. Segera setelah sampai di daratan
Siprus, penglihatan spiritual terlintas dalam hatiku.
Aku merasa Grandsyaikh Abdullah ad-Daghestani mengatakan padaku,
Image‘Oh anakku, tidak seorangpun mampu menahanmu membawa amanatku. Engkau
telah banyak mendengar dan menerima. Mulai detik ini aku akanselalu dapat terlihat
olehmu. Setiap engkau arahkan hatimu padaku, aku akan selalu berada disana. Segala
pertanyaan yang engkau ajukan akan dijawab langsung, berasal dari hadirat Ilahi. Segala
tingkatan spiritual yang ingin engkau capai, akandianugerahkan kepadamu karena
penyerahan totalmu. Semua awliya puas denganmu, Nabipun bahagia akan dirimu.’
Ketika hal itu terjadi, aku merasakan syaikh ada disisiku dan sejak saat itu beliau tidak
pernah meninggalkanku. Beliau selalu berada di sampingku.
Syaikh Nazim mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama Islam di
Siprus. Banyak murid-murid yang mendatangi beliau dan menerima thariqat
Naqsybandi. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan karena beliau
berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus, agamapun juga dilarang
disana. Bahkan mengumandangkan adhanpun tidak diperbolehkan.
Langkah beliau yang pertama adalah menuju masjid di tempat kelahirannya dan
mengumandangkan adhan disana, segera beliau dimasukkan penjara selama
seminggu. Begitu dibebaskan, syaikh Nazim pergi menuju masjid besar diNicosia dan
melakukan adhan di menaranya. Hal itu membuat para pejabat marah dan beliau
dituntut atas pelanggaran hukum. Sambil menunggu sidang, syaikh Nazim terus
mengumandangkan adhan di menara-menara masjid seluruh Nicosia.Sehingga
tuntutanpun terus bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau.Pengacara menasihati
beliau agar berhenti melakukan adhan, namun syaikh Nazimmengatakan : “ Tidak, aku
tidak bisa. Orang-orang harus mendengar panggilan untuk shalat.”
Hari persidangan tiba. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, beliau bisa dihukum 100 tahun
penjara. Pada hari yang sama hasil pemilu diumumkan di Turki. Seorang laki-laki
bernama Adnan Menderes dicalonkan untuk berkuasa. Langkah pertama dia ketika
terpilih menjadi Presiden adalah membuka seluruh masjid-masjid dan mengijinkan adhan
dalam bahasa Arab. Itulah keajaiban syaikh kita.
Selama bertahun-tahun disana, beliau mengadakan perjalanan ke seluruh penjuru
Siprus. Beliau juga mengunjungi Lebanon, Mesir, Saudi Arabia dan tempat-tempat lain
untuk mengajar thariqat Sufi. Syaikh Nazim kembali ke Damaskus pada th. 1952 ketika
beliau menikahi salah satu murid grandsyaikh Abdullah yaitu Hajjah Amina Adil. Sejak
saat itu beliau tinggal di Damaskus dan mengunjungi Siprus setiap tahunnya, yaitu
selama 3 bulan pada bulan Rajab, Shaban, dan Ramadhan.
Syaikh Nazim dan keluarganya tinggal di Damaskus, dan keluarganya selalu menyertai
bila syaikh Nazim pergi ke Siprus. Syaikh Nazim mempunyai dua anak perempuan dan
dua anak laki-laki.
Bersambung ke Bagian II.

Kidung Asmardhana

Pangeran hati gagah berkuda
Kencangkan pelana pacukan rindu
Percikan kasih asmaradana
Kembangkan rasa harumkan jiwa

Tegap sangka dalam pandangan
Busur cinta matikan hati
Kirana cinta datang menghadang
Lantunkan kidung tembang asmara

Harap asa melanglang buana
Bidukan kasih penuh misteri
Topeng cinta terbalut fatwa
Kalam manis sang pujangga hati

Indah di timang kelopak hati
Kokohkan dinding dalam ruangnya
Kirana cinta mencari dewa
Pujangga hati pancalkan rindu

Kepak sayap dalam terbangnya
Arungi cinta geluti rindu
Terima tahta sang pecinta hati
Satukan kirana dengan cintanya

Minggu, 24 November 2013

Rekso wengi

Kidung Rumeksa ing wengi - Sunan Kalijaga

Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno //

Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak//

Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa//

Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiryarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi brahim nyawaku
Nabi Sleman kasekten mami
Nabi Yusuf rupeng wang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung baginda ngusman//

Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhamad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahe para nabi
Dadya sarira tunggal//

Terjemahan dalam bahasa indonesia:

Ada kidung rumekso ing wengi. Yang menjadikan kuat selamat terbebas
dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun
tidak mau. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat.
guna-guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku.
Segala bahaya akan lenyap.

Semua penyakit pulang ketempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan
pandangan kasih. Semua senjata tidak mengena. Bagaikan kapuk jatuh
dibesi. Segenap racun menjadi tawar. Binatang buas menjadi jinak.
Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan
sarang merak.

Kandangnya semua badak. Meski batu dan laut mengering. Pada akhirnya
semua slamat. Sebab badannya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang
dijaga oleh malaikat, dan semua rasul dalam lindungan Tuhan. Hatiku
Adam dan otakku nabi Sis. Ucapanku adalah nabi Musa.

Nafasku nabi Isa yang teramat mulia. Nabi Yakup pendenganranku. Nabi
Daud menjadi suaraku. Nabi Ibrahim sebagai nyawaku. Nabi sulaiman
menjadi kesaktianku. Nabi Yusuf menjadi rupaku. Nabi Idris menjadi
rupaku. Ali sebagai kulitku. Abubakar darahku dan Umar dagingku.
Sedangkan Usman sebagai tulangku.

Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia. Siti fatimah sebagai
kekuatan badanku. Nanti nabi Ayub ada didalam ususku. Nabi Nuh
didalam jantungku. Nabi Yunus didalam otakku. Mataku ialah Nabi
Muhamad. Air mukaku rasul dalam lindungan Adam dan Hawa. Maka
lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan.

Sabtu, 23 November 2013

SERAT WEDHATAMA PANGKUR (Sembah Raga/Syariat)

1
Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karanan mardi siwi,
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta,
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung
Kang tumrap neng tanah Jawa,
Agama ageming aji.
Meredam nafsu angkara dalam diri,
Hendak berkenan mendidik putra-putri
Tersirat dalam indahnya tembang,
dihias penuh variasi,
agar menjiwai hakekat  ilmu luhur,
yang berlangsung di tanah Jawa (nusantara)
agama sebagai “pakaian” kehidupan.

2
Jinejer neng Wedatama
Mrih tan kemba kembenganing pambudi
Mangka nadyan tuwa pikun
Yen tan mikani rasa,
yekti sepi asepa lir sepah, samun,
Samangsane pasamuan
Gonyak ganyuk nglilingsemi.
Disajikan dalam serat Wedhatama,
agar jangan miskin pengetahuan
walaupun sudah tua pikun
jika tidak memahami rasa sejati (batin)
niscaya kosong tiada berguna
bagai ampas, percuma sia-sia,
di dalam setiap pertemuan
sering bertindak ceroboh memalukan.

3
Nggugu karsaning priyangga,
Nora nganggo peparah lamun angling,
Lumuh ing ngaran balilu,
Uger guru aleman,
Nanging janma ingkang wus waspadeng semu
Sinamun ing samudana,
Sesadon ingadu manis
Mengikuti kemauan sendiri,
Bila berkata tanpa dipertimbangkan  (asal bunyi),
Namun tak mau dianggap bodoh,
Selalu berharap  dipuji-puji.
(sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami  (ilmu sejati) tak bisa ditebak
berwatak rendah hati,
selalu berprasangka baik.

4
Si pengung nora nglegawa,
Sangsayarda deniro cacariwis,
Ngandhar-andhar angendhukur, Kandhane nora kaprah,
saya elok alangka longkanganipun,
Si wasis waskitha ngalah,
Ngalingi marang si pingging.
(sementara) Si dungu tidak menyadari,
Bualannya semakin menjadi jadi,
ngelantur bicara yang tidak-tidak,
Bicaranya tidak masuk akal,
makin aneh tak ada jedanya.
Lain halnya, Si Pandai cermat dan mengalah,
Menutupi aib si bodoh.

5
Mangkono ngelmu kang nyata,
Sanyatane mung weh reseping ati,
Bungah ingaran cubluk,
Sukeng tyas yen denina,
Nora  kaya si punggung anggung gumrunggung
Ugungan sadina dina
Aja mangkono wong urip.
Demikianlah ilmu yang nyata,
Senyatanya memberikan ketentraman hati,
Tidak merana dibilang bodoh,
Tetap gembira jika dihina
Tidak seperti si dungu yang selalu sombong,
Ingin dipuji setiap hari.
Janganlah begitu caranya orang hidup.

6
Urip sepisan rusak,
Nora mulur nalare ting saluwir,
Kadi ta guwa kang sirung,
Sinerang ing maruta,
Gumarenggeng anggereng
Anggung gumrunggung,
Pindha padhane si mudha,
Prandene paksa kumaki.
Hidup sekali saja berantakan,
Tidak berkembang, pola pikirnya carut marut.
Umpama goa gelap menyeramkan,
Dihembus angin,
Suaranya gemuruh menggeram,
berdengung
Seperti halnya watak anak muda
masih pula berlagak congkak

7
Kikisane mung sapala,
Palayune ngendelken yayah wibi,
Bangkit tur bangsaning luhur,
Lha iya ingkang rama,
Balik sira sarawungan bae durung
Mring atining tata krama,
Nggon anggon agama suci.
Tujuan hidupnya begitu rendah,
Maunya mengandalkan orang tuanya,
Yang terpandang serta bangsawan
Itu kan ayahmu !
Sedangkan kamu kenal saja belum,
akan hakikatnya tata krama
dalam ajaran yang suci

8
Socaning jiwangganira,
Jer katara lamun pocapan pasthi,
Lumuh asor kudu unggul,
Semengah sesongaran,
Yen mangkono keno ingaran katungkul,
Karem ing reh kaprawiran,
Nora enak iku kaki.
Cerminan dari dalam jiwa raga mu,
Nampak jelas walau tutur kata halus,
Sifat pantang kalah maunya  menang sendiri
Sombong besar mulut
Bila demikian itu, disebut orang yang terlena
Puas diri berlagak tinggi
Tidak baik itu nak !

9
Kekerane ngelmu karang,
Kekarangan saking bangsaning gaib,
Iku boreh paminipun,
Tan rumasuk ing jasad,
Amung aneng sajabaning daging kulup,
Yen kapengok pancabaya,
Ubayane mbalenjani.
Di dalam ilmu yang dikarang-karang (sihir/rekayasa)
Rekayasa dari hal-hal gaib
Itu umpama bedak.
Tidak meresap ke dalam jasad,
Hanya ada di kulitnya saja nak
Bila terbentur marabahaya,
bisanya menghindari.

10
Marma ing sabisa-bisa,
Bebasane muriha tyas basuki,
Puruita-a kang patut,
Lan traping angganira,
Ana uga angger ugering kaprabun,
Abon aboning panembah,
Kang kambah ing siyang ratri.
Karena itu sebisa-bisanya,
Upayakan selalu berhati baik
Bergurulah secara tepat
Yang sesuai dengan dirimu
Ada juga peraturan dan pedoman bernegara,
Menjadi syarat bagi yang berbakti,
yang berlaku siang malam.

11
Iku kaki takok-eno,
marang para sarjana kang martapi
Mring tapaking tepa tulus,
Kawawa nahen hawa,
Wruhanira mungguh sanyataning ngelmu
Tan mesthi neng janma wredha
Tuwin mudha sudra kaki.
Itulah nak, tanyakan
Kepada para sarjana yang menimba ilmu
Kepada jejak hidup para suri tauladan yang benar,
dapat menahan hawa nafsu
Pengetahuanmu adalah senyatanya ilmu,
Yang tidak harus dikuasai orang tua,
Bisa juga bagi yang muda atau miskin, nak !

12
Sapantuk wahyuning Gusti Allah,
Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit,
Bangkit mikat reh mangukut,
Kukutaning jiwangga,
Yen mengkono kena sinebut wong sepuh,
Lire sepuh sepi hawa,
Awas roroning atunggil
Siapapun yang menerima wahyu Tuhan,
Dengan cermat mencerna ilmu tinggi,
Mampu menguasai ilmu kasampurnan,
Kesempurnaan jiwa raga,
Bila demikian pantas disebut “orang tua”.
Arti “orang tua” adalah tidak dikuasai hawa nafsu
Paham akan dwi tunggal (menyatunya sukma dengan Tuhan)

13
Tan samar pamoring sukma, Sinuksmaya winahya ing ngasepi,
Sinimpen telenging kalbu,
Pambukaning warana,
Tarlen saking liyep layaping aluyup,
Pindha pesating sumpena,
Sumusuping rasa jati.
Tidak lah samar sukma menyatu
meresap terpatri dalam keheningan  semadi,
Diendapkan dalam lubuk hati
menjadi pembuka tabir,
berawal dari keadaan antara sadar dan tiada
Seperti terlepasnya mimpi
Merasuknya rasa yang sejati.

14
Sejatine kang mangkana,
Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi,
Bali alaming ngasuwung,
Tan karem arameyan,
Ingkang sipat wisesa winisesa wus, Mulih mula ulanira. Mulane wong anom sami.
Sebenarnya ke-ada-an itu merupakan anugrah Tuhan,
Kembali ke alam yang mengosongkan,
tidak mengumbar nafsu duniawi,
yang bersifat kuasa menguasai. Kembali ke asal muasalmu
Oleh karena itu,
wahai anak muda sekalian…
(lanjut ke SINOM)
SINOM (Sembah Cipta/Kalbu/Tarekat)

15
Nulada laku utama
Tumrape wong Tanah jawi,
Wong agung ing Ngeksiganda,
Panembahan Senopati,
Kepati amarsudi,
Sudane hawa lan nepsu,
Pinepsu tapa brata,
Tanapi ing siyang ratri,
Amamangun karyenak tyasing sesama.
Contohlah perilaku utama,
bagi kalangan orang Jawa (Nusantara),
orang besar dari Ngeksiganda (Mataram),
Panembahan Senopati,
yang tekun, mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin (bertapa),
serta siang malam
selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama (kasih sayang)

16
Samangsane pasamuan, mamangun marta martani,
Sinambi ing saben mangsa,
Kala kalaning asepi,
Lelana teki-teki,
Nggayuh geyonganing kayun,
Kayungyun eninging tyas,
Sanityasa pinrihatin,
Puguh panggah cegah dhahar lawan nendra.
Dalam setiap pergaulan,
membangun sikap tahu diri.
Setiap ada kesempatan,
Di saat waktu longgar,
mengembara untuk bertapa,
menggapai cita-cita hati,
hanyut dalam keheningan kalbu.
Senantiasa menjaga hati untuk prihatin (menahan hawa nafsu),
dengan tekad kuat, membatasi  makan dan tidur.

17
Saben mendra saking wisma,
Lelana lalading sepi,
Ngingsep sepuhing supana,
Mrih pana pranaweng kapti,
Tis tising tyas marsudi,
Mardawaning budya tulus,
Mesu reh kasudarman,
Neng tepining jalanidhi,
Sruning brata kataman wahyu dyatmika.
Setiap mengembara meninggalkan rumah (istana),
berkelana ke tempat yang sunyi (dari hawa nafsu),
menghirup  tingginya ilmu,
agar jelas apa yang menjadi tujuan (hidup) sejati.
Hati bertekad selalu berusaha dengan tekun,
memperdayakan akal budi
menghayati cinta kasih,
ditepinya samudra.
Kuatnya bertapa diterimalah wahyu dyatmika (hidup yang sejati).

18
Wikan wengkoning samodra,
Kederan wus den ideri,
Kinemat kamot hing driya,
Rinegan segegem dadi,
Dumadya angratoni,
Nenggih Kangjeng Ratu Kidul,
Ndedel nggayuh nggegana,
Umara marak maripih,
Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda
Memahami kekuasaan di dalam samodra seluruhnya sudah dijelajahi,
“kesaktian” melimputi indera
Ibaratnya cukup satu genggaman saja sudah jadi, berhasil berkuasa,
Kangjeng Ratu Kidul,
Naik menggapai awang-awang,
(kemudian) datang menghadap dengan penuh hormat,
kepada Wong Agung Ngeksigondo.

19
Dahat denira aminta,
Sinupeket pangkat kanthi,
Jroning alam palimunan, ing pasaban saben sepi,
Sumanggem anyanggemi,
Ing karsa kang wus tinamtu,
Pamrihe mung aminta,
Supangate teki-teki,
Nora ketang teken janggut suku jaja.
Memohon dengan sangat lah beliau,
agar diakui sebagai sahabat setia, di dalam alam gaib,
tempatnya berkelana setiap sepi.
Bersedialah menyanggupi,
kehendak yang sudah digariskan.
Harapannya hanyalah meminta
restu dalam bertapa,
Meski dengan susah payah.

20
Prajanjine abipraya,
Saturun-turuning wuri,
Mangkono trahing ngawirya,
Yen amasah mesu budi,
Dumadya glis dumugi,
Iya ing sakarsanipun,
Wong agung Ngeksiganda,
Nugrahane prapteng mangkin,
Trah tumerah dharahe padha wibawa.
Perjanjian sangat mulia,
untuk seluruh keturunannya di kelak kemudian hari.
Begitulah seluruh keturunan orang luhur,
bila mau mengasah akal budi
akan cepat berhasil,
apa yang diharapkan orang besar Mataram, anugerahnya hingga kelak dapat mengalir di seluruh darah eturunannya, dapat memiliki wibawa.

21
Ambawani tanah Jawa,
Kang padha jumeneng aji,
Satriya dibya sumbaga,
Tan lyan trahing Senopati,
Pan iku pantes ugi,
Tinelad labetipun,
Ing sakuwasanira,
Enake lan jaman mangkin,
Sayektine tan bisa ngepleki kuna.
Menguasai tanah Jawa (Nusantara),
yang menjadi raja (pemimpin),
satria sakti tertermasyhur,
tak lain keturunan Senopati,
hal ini pantas pula
sebagai tauladan budi  pekertinya,
Sebisamu, terapkan di zaman nanti,
Walaupun tidak bisa
persis sama seperti di masa silam.

22
Lowung kalamun tinimbang,
Ngaurip tanpa prihatin,
Nanging ta ing jaman mangkya,
Pra mudha kang den karemi,
Manulad nelad nabi,
Nayakengrat gusti rasul,
Anggung ginawe umbag,
Saben seba mampir masjid,
Ngajab-ajab tibaning mukjijat drajat.
Mending bila dibanding orang hidup tanpa prihatin,
namun di masa yang akan datang (masa kini),
yang digemari anak muda,
meniru-niru nabi, rasul utusan Tuhan,
yang hanya dipakai untuk menyombongkan diri,
setiap akan bekerja singgah dulu di masjid,
Mengharap mukjizat agar mendapat derajat (naik pangkat).

23
Anggung anggubel sarengat,
Saringane tan den wruhi,
Dalil dalaning ijemak,
Kiyase nora mikani,
Ketungkul mungkul sami,
Bengkrakan mring masjid agung,
Kalamun maca kutbah,
Lelagone Dandanggendis,
Swara arum ngumandhang cengkok palaran
Hanya memahami sariat (kulitnya) saja, sedangkan hakekatnya tidak dikuasai,
Pengetahuan untuk memahami makna dan suri tauladan tidaklah mumpuni
Mereka lupa diri, (tidak sadar)
bersikap berlebih-lebihan di masjid besar,
Bila membaca khotbah
berirama gaya dandanggula (menghanyutkan hati),
suara merdu bergema gaya palaran (lantang  bertubi-tubi).

24
Lamun sira paksa nulad,
Tuladhaning Kangjeng Nabi,
O, ngger kadohan panjangkah,
Wateke tan betah kaki,
Rehne ta sira Jawi,
Sathithik bae wus cukup,
Aywa guru aleman,
Nelad kas ngepleki pekih,
Lamun pangkuh pangangkah yekti karahmat.
Jika kamu memaksa meniru,
tingkah laku `Kanjeng Nabi,
Oh, nak terlalu naif,
Biasanya tak akan betah nak,
Karena kamu itu orang Jawa,
sedikit saja sudah cukup.
Janganlah sekedar mencari sanjungan,
Mencontoh-contoh mengikuti fiqih,
apabila mampu,
memang ada harapan mendapat rahmat.

25
Naging enak ngupa boga,
Reh ne ta tinitah langip,
Apata suweting Nata,
Tani tanapi agrami,
Mangkono mungguh mami,
Padune wong dahat cubluk,
Durung wruh cara arab,
Jawaku wae tan ngenting,
Parandene paripaksa mulang putra.
Tetapi seyogyanya mencari nafkah,
Karena diciptakan sebagai makhluk lemah,
Apakah mau mengabdi kepada raja,
Bercocok tanam atau berdagang,
Begitulah menurut pemahamanku,
Sebagai orang yang sangat bodoh,
Belum paham cara Arab,
Tata cara Jawa saja tidak mengerti,
Namun memaksa diri mendidik anak.

26
Saking duk maksih taruna,
Sadhela wus anglakoni,
Aberag marang agama,
Maguru anggering kaji,
Sawadine tyas mami,
Banget wedine ing mbesuk,
Pranatan ngakir jaman,
Tan tutug kaselak ngabdi,
Nora kober sembahyang gya tinimbalan.
Dikarenakan waktu masih muda,
Keburu menempuh belajar pada agama,
Berguru menimba ilmu pada yang haji, maka yang terpendam dalam hatiku, menjadi
sangat takut akan hari kemudian,
Keadaan di akhir zaman,
Tidak tuntas keburu “mengabdi”
Tidak sempat sembahyang terlanjur dipanggil.

27
Marang ingkang asung pangan,
Yen kesuwen den dukani,
Abubrah kawur tyas ingwang,
Lir kiyamat saben ari,
Bot Allah apa Gusti,
Tambuh tambuh solahingsun,
Lawas lawas nggraita,
Rehne ta suta priyayi,
Yen mamriha dadi kaum temah nistha.
Kepada yang memberi makan,
Jika kelamaan dimarahi,
Menjadi kacau balau perasaanku,
Seperti kiyamat saban hari,
Berat “Allah” atau “Gusti”,
Bimbanglah sikapku,
Lama-lama berfikir,
Karena anak turun priyayi,
Bila ingin jadi juru doa (kaum) dapatlah nista,

28
Tuwin ketip suragama,
Pan ingsun nora winaris,
Angur baya ngantepana,
Pranatan wajibing urip,
Lampahan angluluri,
Kuna kumunanira,
Kongsi tumekeng samangkin,
Kikisane tan lyan amung ngupa boga.
begitu pula jika aku menjadi pengurus dan juru dakwah agama.
Karena aku bukanlah keturunannya,
Lebih baik memegang teguh
aturan dan kewajiban hidup,
Menjalankan pedoman hidup
warisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga kelak kemudian hari.
Ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah.

29
Bonggan kan tan merlok-na,
Mungguh ugering ngaurip,
Uripe lan tri prakara,
Wirya arta tri winasis,
Kalamun kongsi sepi,
Saka wilangan tetelu,
Telas tilasing janma,
Aji godhong jati aking,
Temah papa papariman ngulandara.
Salahnya sendiri yang tidak mengerti,
Paugeran orang hidup itu demikian seyogyanya,
hidup dengan tiga perkara;
Keluhuran (kekuasaan), harta (kemakmuran), ketiga ilmu pengetahuan.
Bila tak satu pun dapat diraih dari ketiga perkara itu,
habis lah harga diri manusia.
Lebih berharga daun jati kering, akhirnya mendapatlah derita, jadi pengemis dan terlunta.

30
Kang wus waspadha ing patrap,
Manganyut ayat winasis,
Wasana wosing jiwangga,
Melok tanpa aling-aling,
Kang ngalingi kalingling,
Wenganing rasa tumlawung,
Keksi saliring jaman,
Angelangut tanpa tepi,
Yeku ingaran tapa tapaking Hyang Suksma.
Yang sudah paham tata caranya,
Menghayati ajaran utama,
Jika berhasil merasuk ke dalam jiwa,
akan melihat tanpa penghalang,
Yang menghalangi tersingkir,
Terbukalah rasa sayup menggema.
Tampaklah seluruh cakrawala,
Sepi tiada bertepi,
Yakni disebut  “tapa tapaking Hyang Sukma”.

31
Mangkono janma utama,
Tuman tumanem ing sepi,
Ing saben rikala mangsa,
Masah amemasuh budi,
Laire anetepi,
Ing reh kasatriyanipun,
Susilo anor raga,
Wignya met tyasing sesami,
Yeku aran wong barek berag agama.
Demikianlah manusia utama,
Gemar terbenam dalam sepi (meredam nafsu),
Di saat-saat tertentu,
Mempertajam dan membersihkan budi,
Bermaksud memenuhi tugasnya sebagai satria,
berbuat susila rendah hati,
pandai menyejukkan hati pada sesama,
itulah sebenarnya yang disebut menghayati agama.

32
Ing jaman mengko pan ora,
Arahe para taruni,
Yen antuk tuduh kang nyata,
Nora pisan den lakoni,
Banjur njujurken kapti,
Kakekne arsa winuruk,
Ngandelken gurunira,
Panditane praja sidik,
Tur wus manggon pamucunge
Mring makripat
Di zaman kelak tiada demikian,
sikap anak muda bila mendapat petunjuk nyata,
tidak pernah dijalani,
Lalu hanya menuruti kehendaknya,
Kakeknya akan diajari,
dengan mengandalkan gurunya,
yang dianggap pandita negara yang pandai,
serta sudah menguasai makrifat.
PUCUNG (Sembah Jiwa/Hakekat)

33
Ngelmu iku
Kalakone kanthi laku
Lekase lawan kas
Tegese kas nyantosani
Setya budaya pangekese dur angkara
Ilmu (hakekat) itu
diraih dengan cara menghayati dalam setiap perbuatan,
dimulai dengan kemauan.
Artinya, kemauan membangun kesejahteraan terhadap sesama,
Teguh membudi daya
Menaklukkan semua angkara

34
Angkara gung
Neng angga anggung gumulung
Gegolonganira
Triloka lekeri kongsi
Yen den umbar ambabar dadi rubeda.
Nafsu angkara yang besar
ada di dalam diri, kuat menggumpal, menjangkau hingga tiga zaman, jika dibiarkan berkembang akan
berubah menjadi gangguan.

35
Beda lamun kang wus sengsem
Reh ngasamun
Semune ngaksama
Sasamane bangsa sisip
Sarwa sareh saking mardi martatama
Berbeda dengan yang sudah menyukai dan menjiwai,
Watak dan perilaku memaafkan
pada sesama
selalu sabar berusaha
menyejukkan suasana,

36
Taman limut
Durgameng tyas kang weh limput
Karem ing karamat
Karana karoban ing sih
Sihing sukma ngrebda saardi pengira
Dalam kegelapan.
Angkara dalam hati yang menghalangi,
Larut dalam kesakralan hidup,
Karena temggelam dalam samodra kasih sayang, kasih sayang sukma (sejati) tumbuh berkembang sebesar gunung

37
Yeku patut tinulat tulat tinurut
Sapituduhira,
Aja kaya jaman mangkin
Keh pra mudha mundhi diri
Rapal makna
Itulah yang pantas ditiru, contoh yang patut diikuti
seperti semua nasehatku.
Jangan seperti zaman nanti
Banyak anak muda yang menyombongkan diri dengan hafalan ayat

38
Durung becus kesusu selak besus
Amaknani rapal
Kaya sayid weton mesir
Pendhak pendhak angendhak
Gunaning jalma
Belum mumpuni sudah berlagak pintar.
Menerangkan ayat
seperti sayid dari Mesir
Setiap saat meremehkan kemampuan orang lain.

39
Kang kadyeku
Kalebu wong ngaku aku
akale alangka
Elok Jawane denmohi
Paksa langkah ngangkah met
Kawruh ing Mekah
Yang seperti itu
termasuk orang mengaku-aku
Kemampuan akalnya dangkal
Keindahan ilmu Jawa malah ditolak.
Sebaliknya, memaksa diri mengejar ilmu di Mekah,

40
Nora weruh
rosing rasa kang rinuruh
lumeketing angga
anggere padha marsudi
kana kene kaanane nora beda
tidak memahami
hakekat ilmu yang dicari,
sebenarnya ada di dalam diri.
Asal mau berusaha
sana sini (ilmunya) tidak berbeda,

41
Uger lugu
Den ta mrih pralebdeng kalbu
Yen kabul kabuka
Ing drajat kajating urip
Kaya kang wus winahya sekar srinata
Asal tidak banyak tingkah,
agar supaya merasuk ke dalam sanubari.
Bila berhasil, terbuka derajat kemuliaan hidup yang sebenarnya.
Seperti yang telah tersirat dalam tembang sinom (di atas).

42
Basa ngelmu
Mupakate lan panemune
Pasahe lan tapa
Yen satriya tanah Jawi
Kuna kuna kang ginilut tripakara
Yang namanya ilmu, dapat berjalan bila sesuai dengan cara pandang kita.
Dapat dicapai dengan usaha yang gigih.
Bagi satria tanah Jawa,
dahulu yang menjadi pegangan adalah tiga perkara yakni;

43
Lila lamun kelangan nora gegetun
Trima yen ketaman
Sakserik sameng dumadi
Tri legawa nalangsa srah ing Bathara
Ikhlas bila kehilangan tanpa menyesal,
Sabar jika hati disakiti sesama,
Ketiga ; lapang dada sambil
berserah diri pada Tuhan.

44
Bathara gung
Inguger graning jajantung
Jenek Hyang wisesa
Sana pasenedan suci
Nora kaya si mudha mudhar angkara
Tuhan Maha Agung
diletakkan dalam setiap hela nafas
Menyatu dengan Yang Mahakuasa
Teguh mensucikan diri
Tidak seperti yang muda,
mengumbar nafsu angkara.

45
Nora uwus
Kareme anguwus uwus
Uwose tan ana
Mung janjine muring muring
Kaya buta buteng betah anganiaya
Tidak henti hentinya
gemar mencaci maki.
Tanpa ada isinya
kerjaannya marah-marah
seperti raksasa; bodoh, mudah marah dan menganiaya sesama.

46
Sakeh luput
Ing angga tansah linimput
Linimpet ing sabda
Narka tan ana udani
Lumuh ala ardane ginawa gada
Semua kesalahan
dalam diri selalu ditutupi,
ditutup dengan kata-kata
mengira tak ada yang mengetahui,
bilangnya enggan berbuat jahat
padahal tabiat buruknya membawa kehancuran.

47
Durung punjul
Ing kawruh kaselak jujul
Kaseselan hawa
Cupet kapepetan pamrih
tangeh nedya anggambuh
mring Hyang Wisesa
Belum cakap ilmu
Buru-buru ingin dianggap pandai.
Tercemar nafsu selalu merasa kurang,
dan tertutup oleh pamrih,
sulit untuk manunggal pada Yang Mahakuasa.
GAMBUH (Langkah Catur Sembah)

48
Samengko ingsun tutur
Sembah catur supaya lumuntur
Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki
Ing kono lamun tinemu
Tandha nugrahaning Manon
Kelak saya bertutur,
Empat macam sembah supaya dilestarikan;
Pertama; sembah raga, kedua; sembah cipta, ketiga; sembah jiwa, dan keempat; sembah rasa, anakku !
Di situlah akan bertemu dengan
pertanda anugrah Tuhan.

49
Sembah raga punika
Pakartine wong amagang laku
Susucine asarana saking warih
Kang wus lumrah limang wektu
Wantu wataking weweton
Sembah raga adalah
Perbuatan orang yang lagi magang “olah batin”
Menyucikan diri dengan sarana air,
Yang sudah lumrah misalnya lima waktu
Sebagai rasa menghormat waktu

50
Inguni uni durung
Sinarawung wulang kang sinerung
Lagi iki bangsa kas ngetokken anggit
Mintokken kawignyanipun
Sarengate elok elok
Zaman dahulu belum
pernah dikenal ajaran yang penuh tabir,
Baru kali ini ada orang menunjukkan hasil rekaan,
memamerkan ke-bisa-an nya
amalannya aneh aneh

51
Thithik kaya santri Dul
Gajeg kaya santri brai kidul
Saurute Pacitan pinggir pasisir
Ewon wong kang padha nggugu
Anggere padha nyalemong
Kadang seperti santri “Dul”  (gundul)
Bila tak salah, seperti santri wilayah selatan
Sepanjang Pacitan tepi pantai
Ribuan orang yang percaya.
Asal-asalan dalam berucap

52
Kasusu arsa weruh
Cahyaning Hyang kinira yen karuh
Ngarep arep urub arsa den kurebi
Tan wruh kang mangkono iku
Akale kaliru enggon
Keburu ingin tahu,
cahaya Tuhan dikira dapat ditemukan,
Menanti-nanti besar keinginan (mendapatkan anugrah) namun gelap mata
Orang tidak paham yang demikian itu
Nalarnya sudah salah kaprah

53
Yen ta jaman rumuhun
Tata titi tumrah tumaruntun
Bangsa srengat tan winor lan laku batin
Dadi nora gawe bingung
Kang padha nembah Hyang Manon
Bila zaman dahulu,
Tertib teratur runtut harmonis
sariat tidak dicampur aduk dengan olah batin,
jadi tidak membuat bingung
bagi yang menyembah Tuhan

54
Lire sarengat iku
Kena uga ingaran laku
Dhingin ajeg kapindone ataberi
Pakolehe putraningsun
Nyenyeger badan mrih kaot
Sesungguhnya sariat itu
dapat disebut olah, yang bersifat ajeg dan tekun.
Anakku, hasil sariat adalah dapat menyegarkan badan
agar lebih baik,

55
Wong seger badanipun
Otot daging kulit balung sungsum
Tumrah ing rah memarah
Antenging ati
Antenging ati nunungku
Angruwat ruweding batos
badan, otot, daging, kulit dan tulang sungsumnya menjadi segar,
Mempengaruhi darah, membuat tenang di hati.
Ketenangan hati membantu
Membersihkan kekusutan batin

56
Mangkono mungguh ingsun
Ananging ta sarehne asnafun
Beda beda panduk pandhuming dumadi
Sayektine nora jumbuh
Tekad kang padha linakon
Begitulah menurut ku !
Tetapi karena orang itu berbeda-beda,
Beda pula garis nasib dari Tuhan.
Sebenarnya tidak cocok
tekad yang pada dijalankan itu

57
Nanging ta paksa tutur
Rehne tuwa tuwase mung catur
Bok lumuntur lantaraning reh utami
Sing sapa temen tinemu
Nugraha geming kaprabon
Namun terpaksa memberi nasehat
Karena sudah tua kewajibannya hanya memberi petuah.
Siapa tahu dapat lestari menjadi pedoman tingkah laku utama.
Barang siapa bersungguh-sungguh akan
mendapatkan anugrah kemuliaan dan kehormatan.

58
Samengko sembah kalbu
Yen lumintu uga dadi laku
Laku agung kang kagungan Narapati
Patitis tetesing kawruh
Meruhi marang kang momong
Nantinya, sembah kalbu itu
jika berkesinambungan juga menjadi olah spiritual.
Olah (spiritual) tingkat tinggi yang dimiliki Raja.
Tujuan ajaran ilmu ini;
untuk memahami yang mengasuh diri (guru sejati/pancer)

59
Sucine tanpa banyu
Mung nyunyuda mring hardaning kalbu
Pambukane tata titi ngati ati
Atetep telaten atul
Tuladan marang waspaos
Bersucinya tidak menggunakan air
Hanya menahan nafsu di hati
Dimulai dari perilaku yang tertata, teliti dan hati-hati (eling dan waspada)
Teguh, sabar dan tekun,
semua menjadi watak dasar,
Teladan bagi sikap waspada.

60
Mring jatining pandulu
Panduk ing ndon dedalan satuhu
Lamun lugu legutaning reh maligi
Lageane tumalawung
Wenganing alam kinaot
Dalam penglihatan yang sejati,
Menggapai sasaran dengan tata cara yang benar.
Biarpun sederhana tatalakunya dibutuhkan konsentrasi
Sampai terbiasa mendengar suara sayup-sayup dalam keheningan
Itulah, terbukanya “alam lain”

61
Yen wus kambah kadyeku
Sarat sareh saniskareng laku
Kalakone saka eneng ening eling
Ilanging rasa tumlawung
Kono adiling Hyang Manon
Bila telah mencapai seperti itu,
Saratnya sabar segala tingkah laku.
Berhasilnya dengan cara;
Membangun kesadaran, mengheningkan cipta,  pusatkan fikiran kepada energi Tuhan.
Dengan hilangnya rasa sayup-sayup, di situlah keadilan Tuhan terjadi. (jiwa  memasuki alam gaib rahasia uhan)

62
Gagare ngunggar kayun
Tan kayungyun mring ayuning kayun
Bangsa anggit yen ginigit nora dadi
Marma den awas den emut
Mring pamurunging kalakon
Gugurnya jika menuruti kemauan jasad (nafsu)
Tidak suka dengan indahnya kehendak rasa sejati,
Jika merasakan keinginan yang tidak-tidak akan gagal.
Maka awas dan ingat lah
dengan yang membuat gagal tujuan

63
Samengko kang tinutur
Sembah katri kang sayekti katur
Mring Hyang Sukma sukmanen saari ari
Arahen dipun kacakup
Sembaling jiwa sutengong
Nanti yang diajarkan
Sembah ketiga yang sebenarnya  diperuntukkan kepada Hyang sukma (jiwa).
Hayatilah dalam kehidupan sehari-hari
Usahakan agar mencapai sembah jiwa ini anakku !

64
Sayekti luwih perlu
Ingaranan pepuntoning laku
Kalakuwan tumrap kang bangsaning batin
Sucine lan awas emut
Mring alaming lama maot
Sungguh lebih penting, yang
disebut sebagai ujung jalan spiritual,
Tingkah laku olah batin, yakni
menjaga kesucian dengan awas dan selalu ingat akan alam nan abadi kelak.

65
Ruktine ngangkah ngukut
Ngiket ngruket triloka kakukut
Jagad agung ginulung lan jagad alit
Den kandel kumadel kulup
Mring kelaping alam kono
Cara menjaganya dengan menguasai, mengambil, mengikat, merangkul erat tiga jagad yang dikuasai.
Jagad besar tergulung oleh jagad kecil,
Pertebal keyakinanmu anakku !
Akan kilaunya alam tersebut.

66
Kaleme mawi limut
Kalamatan jroning alam kanyut
Sanyatane iku kanyatan kaki
Sejatine yen tan emut
Sayekti tan bisa awor
Tenggelamnya rasa melalui suasana “remang berkabut”,
Mendapat firasat dalam alam yang menghanyutkan,
Sebenarnya hal itu kenyataan, anakku !
Sejatinya jika tidak ingat
Sungguh tak bisa “larut”

67
Pamete saka luyut
Sarwa sareh saliring panganyut
Lamun yitna kayitnan kang mitayani
Tarlen mung pribadinipun
Kang katon tinonton kono
Jalan keluarnya dari luyut (batas antara lahir dan batin)
Tetap sabar mengikuti “alam  yang menghanyutkan”
Asal hati-hati dan waspada yang menuntaskan tidak lain hanyalah diri pribadinya
yang tampak terlihat di situ

68
Nging away salah surup
Kono ana sajatining urub
Yeku urub pangareb uriping budi
Sumirat sirat narawung
Kadya kartika katonton
Tetapi jangan salah mengerti
Di situ ada cahaya sejati
Ialah cahaya pembimbing,
energi penghidup akal budi.
Bersinar lebih terang dan cemerlang,
tampak bagaikan bintang

69
Yeku wenganing kalbu
Kabukane kang wengku winengku
Wewengkone wis kawengku neng sireki
Nging sira uga kawengku
Mring kang pindha kartika byor
Yaitu membukanya pintu hati
Terbukanya yang kuasa-menguasai (antara cahaya/nur dengan jiwa/roh).
Cahaya itu sudah kau (roh)  kuasai
Tapi kau (roh) juga dikuasai
oleh cahaya yang seperti bintang cemerlang.

70
Samengko ingsun tutur
Gantya sembah ingkang kaping catur
Sembah rasa karasa wosing dumadi
Dadine wis tanpa tuduh
Mung kalawan kasing batos
Nanti ingsun ajarkan,
Beralih sembah yang ke empat.
Sembah rasa terasalah hakekat kehidupan.
Terjadinya sudah tanpa petunjuk,
hanya dengan kesentosaan batin

71
Kalamun durung lugu
Aja pisan wani ngaku aku
Antuk siku kang mangkono iku kaki
Kena uga wenang muluk
Kalamun wus padha melok
Apabila belum bisa membawa diri,
Jangan sekali-kali berani mengaku-aku,
mendapat laknat yang demikian itu anakku !
Artinya, seseorang berhak berkata apabila sudah mengetahui dengan nyata.

72
Meloke ujar iku
Yen wus ilang sumelanging kalbu
Amung kandel kumandel
Amarang ing takdir
Iku den awas den emut
Den memet yen arsa momot
Menghayati pelajaran ini
Bila sudah hilang keragu-raguan hati.
Hanya percaya dengan sungguh-sungguh kepada takdir
itu harap diwaspadai, diingat,
dicermati bila ingin menguasai seluruhnya.

73
Pamoting ujar iku
Kudu santosa ing budi teguh sarta sabar tawekal legaweng ati
Trima lila ambeg sadu
Weruh wekasing dumados
Melaksanakan petuah itu
Harus kokoh budipekertinya
Teguh serta sabar
tawakal lapang dada
Menerima dan ikhlas apa adanya sikapnya dapat dipercaya
Mengerti “sangkan paraning dumadi”.

74
Sabarang tindak tanduk
Tumindake lan sakadaripun,
Den ngaksama kasisipaning sesami,
Sumimpanga ing laku dur,
Hardaning budi kang ngrodon.
Segala tindak tanduk
dilakukan ala kadarnya,
memberi maaf atas kesalahan sesama,
menghindari perbuatan tercela,
(dan) watak angkara yang besar.

75
Dadya weruh iya dudu,
Yeku minangka pandaming kalbu,
Ingkang buka ing kijab bullah agaib,
Sesengkeran kang sinerung,
Dumunung telenging batos.
Sehingga tahu baik dan buruk,
Demikian itu sebagai ketetapan hati,
Yang membuka penghalang/tabir  antara insan dan Tuhan,
Tersimpan dalam rahasia,
Terletak di dalam batin.

76
Rasaning urip iku,
Krana momor pamoring sawujud,
Wujudollah sumrambah ngalam sakalir,
Lir manis kalawan madu,
Endi arane ing kono.
Rasa hidup itu
dengan cara manunggal dalam satu wujud,
Wujud Tuhan meliputi alam semesta,
bagaikan rasa manis dengan madu. Begitulah ungkapannya.

77
Endi manis endi madu,
Yen wis bisa nuksmeng pasang semu,
Pasamoaning hebing kang Mahasuci,
Kasikep ing tyas kacakup,
Kasat mata lair batos.
Mana manis mana madu,
apabila sudah bisa menghayati gambaran itu,
Bagaimana pengertian sabda Tuhan,
Hendaklah digenggam di dalam hati, sudah jelas dipahami secara lahir dan batin.

78
Ing batin tan kaliru
Kedhap kilap liniling ing kalbu,
Kang minangka colok celaking Hyang Widhi,
Widadaning budi sadu,
Pandak panduking liru nggon.
Dalam batin tak keliru,
Segala cahaya indah dicermati dalam hati,
Yang menjadi petunjuk dalam memahami hakekat Tuhan,
Selamatnya karena budi (bebuden)  yang jujur (hilang nafsu),
Agar dapat merasuk beralih “tempat”.

79
Nggonira mrih tulus,
Kalaksitaning reh kang rinuruh,
Nggyanira mrih wiwal warananing gaib,
Paranta lamun tan weruh,
Sasmita jatining endhog.
Agar usahamu berhasil,
Dapat menemukan apa yang dicari,
upayamu agar dapat melepas penghalang kegaiban,
Apabila kamu tidak paham ; lihatlah tentang bagaimana terjadinya telur.

80
Putih lan kuningipun,
Lamun arsa titah,
titah teka mangsul,
Dene nora mantra-mantra yen ing lair,
Bisa aliru wujud,
Kadadeyane ing kono.
Putih dan kuningnya,
bila akan mewujud (menetas),
wujud datang berganti,
tak disangka-sangka,
bila kelahirannya
dapat berganti wujud,
Kejadiannya di situ !

81
Istingarah tan metu,
Lawan istingarah tan lumebu,
Dene ing njro wekasane dadi njawi,
Rasakna kang tuwajuh,
Aja kongsi kabasturon.
Dipastikan tidak keluar,
juga tidak masuk,
Kenyataannya yang di dalam akhirnya menjadi di luar,
Rasakan sunguh-sungguh,
Jangan sampai terlanjur tak bisa memahami.

82
Karana yen kebanjur,
Kajantaka tumekeng saumur,
Tanpa tuwas yen tiwasa ing dumadi,
Dadi wong ina tan weruh,
Dheweke den anggep dayoh.
Sebab apabila sudah terlanjur,
akan tak tenang sepanjang hidup, tidak ada gunanya bila kelak mati,
Menjadi orang hina yang bodoh,
dirinya sendiri malah dianggap tamu.

83
Mangka kanthining tumuwuh,
Salami mung awas eling,
Eling lukitaning alam,
Dadi wiryaning dumadi,
Supadi nir ing sangsaya,
Yeku pangreksaning urip.
Padahal bekal hidup,
selamanya waspada dan ingat,
Ingat akan pertanda yang ada
di alam ini,
Menjadi kekuatannya asal-usul, supaya lepas dari sengsara.
Begitulah memelihara hidup.

84
Marma den taberi kulup,
Anglung lantiping ati,
Rina wengi den anedya,
Pandak panduking pambudi,
Bengkas kahardaning driya,
Supaya dadya utami.`
Maka rajinlah anak-anakku,
Belajar menajamkan hati,
Siang malam berusaha,
merasuk ke dalam sanubari,
melenyapkan nafsu pribadi,
Agar menjadi (manusia) utama.

85
Pangasahe sepi samun,
Aywa esah ing salami,
Samangsa wis kawistara,
Lalandhepe mingis mingis,
Pasah wukir reksamuka,
Kekes srabedaning budi.
Mengasahnya di alam sepi (semedi),
Jangan berhenti selamanya,
Apabila sudah kelihatan,
tajamnya luar biasa,
mampu mengiris gunung penghalang,
Lenyap semua penghalang budi.

86
Dene awas tegesipun,
Weruh warananing urip,
Miwah wisesaning tunggal,
Kang atunggil rina wengi,
Kang mukitan ing sakarsa,
Gumelar ngalam sakalir.
Awas itu artinya,
tahu penghalang kehidupan,
serta kekuasaan yang tunggal,
yang bersatu siang malam,
Yang mengabulkan segala kehendak,
terhampar alam semesta.

87
Aywa sembrana ing kalbu,
Wawasen wuwus sireki,
Ing kono yekti karasa,
Dudu ucape pribadi,
Marma den sembadeng sedya,
Wewesen praptaning uwis.
Hati jangan lengah,
Waspadailah kata-katamu,
Di situ tentu terasa,
bukan ucapan pribadi,
Maka tanggungjawablah,  perhatikan semuanya sampai  tuntas.

88
Sirnakna semanging kalbu,
Den waspada ing pangeksi,
Yeku dalaning kasidan,
Sinuda saka sethithik,
Pamothahing nafsu hawa,
Linalantih mamrih titih.
Sirnakan keraguan hati,
waspadalah terhadap pandanganmu,
Itulah caranya berhasil,
Kurangilah sedikit demi sedikit godaan hawa nafsu,
Latihlah agar terlatih.

89
Aywa mematuh nalutuh,
Tanpa tuwas tanpa kasil,
Kasalibuk ing srabeda,
Marma dipun ngati-ati,
Urip keh rencananira,
Sambekala den kaliling.
Jangan terbiasa berbuat aib,
Tiada guna tiada hasil,
terjerat oleh aral,
Maka berhati-hatilah,
Hidup ini banyak rintangan,
Godaan harus dicermati.

90
Umpamane wong lumaku,
Marga gawat den liwati,
Lamun kurang ing pangarah,
Sayekti karendhet ing ri.
Apese kasandhung padhas,
Babak bundhas anemahi.
Seumpama orang berjalan,
Jalan berbahaya dilalui,
Apabila kurang perhitungan,
Tentulah tertusuk duri,
celakanya terantuk batu,
Akhirnya penuh luka.

91
Lumrah bae yen kadyeku,
Atetamba yen wus bucik,
Duweya kawruh sabodhag,
Yen tan nartani ing kapti,
Dadi kawruhe kinarya,
Ngupaya kasil lan melik.
Lumrahnya jika seperti itu,
Berobat setelah terluka,
Biarpun punya ilmu segudang,
bila tak sesuai tujuannya,
ilmunya hanya dipakai mencari nafkah dan pamrih.

92
Meloke yen arsa muluk,
Muluk ujare lir wali,
Wola wali nora nyata,
Anggepe pandhita luwih,
Kaluwihane tan ana,
Kabeh tandha tandha sepi.
Baru kelihatan jika keinginannya muluk-muluk,
Muluk-muluk bicaranya seperti wali,
Berkali-kali tak terbukti,
merasa diri pandita istimewa,
Kelebihannya tak ada,
Semua bukti sepi.

93
Kawruhe mung ana wuwus,
Wuwuse gumaib gaib,
Kasliring thithik tan kena,
Mancereng alise gathik,
Apa pandhita antiga,
Kang mangkono iku kaki,
Ilmunya sebatas mulut,
Kata-katanya di gaib-gaibkan,
Dibantah sedikit saja tidak mau, mata membelalak alisnya menjadi satu,
Apakah yang seperti itu  pandita palsu,..anakku ?

94
Mangka ta kang aran laku,
Lakune ngelmu sejati,
Tan dahwen pati openan,
Tan panasten nora jail,
Tan njurungi ing kahardan,
Amung eneng mamrih ening.
Padahal yang disebut “laku”,
sarat menjalankan ilmu sejati tidak suka omong kosong dan tidak suka memanfaatkan hal-hal sepele yang bukan haknya,
Tidak iri hati dan jail,
Tidak melampiaskan hawa nafsu. Sebaliknya, bersikap tenang agar menggapai keheningan jiwa.

95
Kaunanging budi luhung,
Bangkit ajur ajer kaki,
Yen mangkono bakal cikal,
Thukul wijining utami,
Nadyan bener kawruhira,
Yen ana kang nyulayani.
Luhurnya budipekerti,
pandai beradaptasi, anakku !
Demikian itulah awal mula,
tumbuhnya benih keutamaan,
Walaupun benar ilmumu,
bila ada yang mempersoalkan..

96
Tur kang nyulayani iku,
Wus wruh yen kawruhe nempil,
Nanging laire angalah,
Katingala angemori,
Mung ngenaki tyasing liyan,
Aywa esak aywa serik.
Walau orang yang mempersoalkan itu, sudah diketahui ilmunya dangkal,
tetapi secara lahir kita mengalah,
berkesanlah persuasif,
sekedar menggembirakan hati orang lain.
Jangan sakit hati dan dendam.

97
Yeku ilapating wahyu,
Yen yuwana ing salami,
Marga wimbuh ing nugraha,
Saking heb Kang mahasuci,
Cinancang pucuking cipta,
Nora ucul ucul kaki.
Begitulah sarat turunnya wahyu,
Bila teguh selamanya,
dapat bertambah anugrahnya,
dari sabda Tuhan Mahasuci,
terikat di ujung cipta,
tiada terlepas-lepas anakku.

98
Mangkono ingkang tinamtu,
Tampa nugrahaning Widhi,
Marma ta kulup den bisa,
Mbusuki ujaring janmi,
Pakoleh lair batinnya,
Iyeku budi premati.
Begitulah yang digariskan,
Untuk mendapat anugrah Tuhan.
Maka dari itu anakku,
sebisanya, kalian pura-pura menjadi orang bodoh terhadap perkataan orang lain,
nyaman lahir batinnya,
yakni budi yang baik.

99
Pantes tinulat tinurut,
Laladane mrih utami,
Utama kembanging mulya,
Kamulyan jiwa dhiri,
Ora ta yen ngeplekana,
Lir leluhur nguni-uni.
Pantas menjadi suri tauladan yang ditiru,
Wahana agar hidup mulia,
kemuliaan jiwa raga.
Walaupun tidak persis, seperti nenek moyang dahulu.

100
Ananging ta kudu kudu,
Sakadarira pribadi,
Aywa tinggal tutuladan,
Lamun tan mangkono kaki,
Yekti tuna ing tumitah,
Poma kaestokna kaki.
Tetapi harus giat berupaya, sesuai kemampuan diri,
Jangan melupakan suri tauladan,
Bila tak berbuat demikian itu anakku,
pasti merugi sebagai manusia.
Maka lakukanlah anakku !