Senin, 25 April 2016

Shalat dalam bahasa Jawa Apakah Boleh

SOLAT BERBAHASA JAWA

Oleh: Jum’an

Pak Sri teman saya asli Solo mengatakan bahwa ia merasa lebih sreg bila berdoa dalam bahasa Jawa. Katanya lebih terasa kalau dia mengucapkan Duh Gusti dibandingkan Ya Robbi.

Dengan rendah hati ia mengatakakan seandainya diizinkan, ia ingin solat menggunakan bahasa Jawa: setidak-tidaknya pada tahiyat akhir saja. Saya tertegun mendengarkan curhatnya.

Saya hanya menimpali bahwa keinginannya mirip dengan keinginan saya dalam menjalankan profesi sehari-hari. Setiap kali berurusan dengan suhu, volume, berat atau jarak, selalu terasa ada yang janggal yang tidak sreg. Karena menerapkan teknologi Amerika, suhu terpaksa dinyatakan dalam derajat Fahrenheit, bukan dalam derajat Celcius (Centigrade), padahal saya lebih sreg menggunakan derajat Celcius karena lebih mudah dibayangkan. 0C adalah sedingin menggenggam es batu dan 100C sepanas tersiram air mendidih. Sedangkan 100F tak terbayang seberapa panas, kecuali jika saya konversikan lebih dulu.

Begitu juga volume, berat dan jarak saya lebih sreg menggunakan liter, kilogram dan meter daripada feet, pound dan gallon. Lebih terbayang. Pak Sri juga ingin doa dan solatnya lebih terasa, seperti manisnya rasa buah, tidak seperti menelan kapsul vitamin meskipun mungkin sama khasiatnya. Meskipun tak pernah terlintas untuk solat menggunakan bahasa Jawa, saya memahami pentingnya ibadah yang terasa sampai kehati tidak verbalististis dan mekanistis. Bagi Pak Sri bahasa Jawa tidak hanya enak diucapkan tetapi terasa meresap sampai kehati dibanding bahasa Arab yang tidak ia kuasai dengan baik. Saya maklum karena sebagai orang Banyumas saya juga setali tiga uang.

Konon suatu saat Raden Ajeng Kartini merasa bosan mengaji dan menghafal dalam bahasa Arab tanpa memahami artinya. Ia dimarahi dan dikeluarkan oleh guru ngaji yang mengaharapkannya menjadi wanita yang soleh. Ia lalu menulis surat kepada sahabatnya Estella Zeehandelaar, seorang tokoh feminis Yahudi Belanda. Salah satu baris surat bertanggal 6 November 1899 itu berbunyi: “Tidak jadi solehpun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella?” Ini tragis!

Karena guru ngaji yang mungkin tidak pandai menyajikan materinya dalam bahasa Jawa yang difahami dan diresapi, Kartini berpaling kepada komunitas Belandanya. Tetapi bukan salah sang guru ngaji. Kartini memang dibawah pengaruh mereka; bahkan ia memandang Dr. Snouck Hurgronje orientalis-kolonialis Balanda sebagai orang hebat yang sangat pakar dalam soal Islam.

Kepada Rosa Abendanon istri Menteri Agama & Kebudayaan Hindia Belanda waktu itu, Kartini menulis: “… sudikah nyonya menanyakan kepada beliau apakah dalam agama Islam juga ada hukum akil balig seperti yang terdapat dalam undang-undang bangsa Barat? Saya ingin sekali mengetahui sesuatu tentang hak dan kewajiban perempuan Islam serta anak perempuannya.” Mempertentangkan arti soleh dan baik hati adalah tidak relefan; bahkan dalam hal ini terdengar provokatif dan menunjukkan ketidak sukaan kepada bahasa Arab, padahal RA Kartinii adalah cucu dari pasangan KH Madirono seorang guru agama dan Nyai Hajjah Siti Aminah.

Kebanyakan kita menyangka bahwa apa yang kita ungkapkan dengan kata-kata sama persis dengan yang kita rasakan dalam pikiran. Yang kita ucapkan tergantung dari apa yang kita gambarkan dalam pikiran kita. Tetapi ada pendapat yang sebaliknya yaitu apa kita rasakan, apa yang kita lihat, tergantung dari kata yang kita ucapkan.

Artinya persepsi seseorang tergantung dari bahasa orang itu. Menurut Hipotesa Sapir-Whorf  bahasa menentukan atau sangat mempengaruhi cara berfikir dan perilaku masyarakat pengguna bahasa itu dan bahwa  macam-macam bahasa tidak dapat diterjemahkan satu dengan lainnya. Bahasa seseorang memang berpengaruh terhadap persepsi dan pemikirannya, sebagaimana terbukti dari penelitian dua orang dari Ben-Gurion Univ. Israel dan Bangor Univ. Inggris.

Subyek dalam penelitian mereka adalah orang-orang Arab warga Israel, yang fasih dalam bahasa Ibrani dan bahasa Arab, yang menjadi mahasiswa di perguruan tinggi yang menggunakan bahasa Ibrani. Terbukti bahwa asosiasi positif mereka dengan bangsanya sendiri (sesame Arab) lebih lemah ketika mereka diuji dalam bahasa Ibrani daripada ketika mereka diuji dalam bahasa Arab. Mereka berfikir Arab lebih positif ketika mereka dalam lingkungan berbahasa Arab daripada lingkungan berbahasa Ibrani. Padanan awamnya, Kartini yang fasih berbahasa Belanda dan Jawa berkurang simpatinya kepada guru ngaji bangsa sendiri ketika ia bergaul dengan komunitas yang berbahasa Belanda. Karena itu ia memilih bertanya kepada Snouck Hurgronje daripada kepada ulama Islam berbahasa Jawa.

Saya juga sering berdoa dalam bahasa Indonesia atau Jawa terutama bila harus menyebut hal-hal yang bersifat masa-kini atau khas-pribadi. Tetapi melakukan solat menggunakan bahasa Jawa, … tidak akan! Karena seperti dikatakan Edward Sapir diatas, pada hakekatnya suatu bahasa tidak dapat diterjemahkan kedalam bahasa lain. Apalagi ayat suci Qur’an. Anda tidak akan solat dalam bahasa selain bahas Arab bukan? Saya dan Pak Sri juga tidak.

Blangkon Naik Haji

Tidak ada yang aneh sebenarnya dalam tradisi berpakaian ala Nusantara, apalagi ala Jawa. Namun jika tradisi berpakaian ala nusantara khususnya blankon ini terlihat di Masjid Nabawi, kontan saja mata orang-orang seperti tersihir dengan keberadaannya. Meskipun hanya orang yang tidak sehat saja yang mempersalahkan perihal penutup kepala ini. 


Hal ini seperti yang terjadi pada jamaah Haji Indonesia yang berpakaian salah satu pakaian khas Nusantara, para jama'ah haji Indonesia yang disebut-sebut sebagai jama'ah haji Nusantara kloter 12 dari Jepara Jawa Tengah melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi Madinah berupakan i'tikaf dan ibadah lainnya.

Keberadaan mereka di Masjid Nabawi menjadi pemandangan yang unik karena mereka mengenakan penutup kepala khas Jawa berupa Blankon, serta pakaian yang kebanyakan berwarna hitam.

Kekhasan mereka yang menghiasi ruang di masjid Nabawi menjadikan orang-orang yang melihatnya akan mudah menebak bahwa mereka berasal dari jama'ah haji Indonesia, khususnya Jawa.

Sabtu, 23 April 2016

Tarian Sufi


mendekatkan diri kepada Allah bisa dilakukan dengan banyak cara, salah satunya adalah dengan berzikir. Sufi Jalaludin Rumi mengembangkan metode zikir dengan gerakan berputar sehingga terciptalah tari yang indah…

Tari sufi atau whirling dance adalah karya seorang sufi dari Turki, Maulana Jalaludin Rumi, pujangga sufi dari tanah Persia. Tari ini merupakan bentuk ekspresi dari rasa cinta, kasih, dan sayang seorang hamba kepada Allah Swt dan Nabi Muhammad saw.

Salah satu tuntunan Nabi Muhammad untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan berzikir. Rumi mengembangkan metode zikir dengan gerakan berputar sehingga terciptalah tari sufi.

Dalam Islam, para darwis yang terlibat dalam tarian ini mengenakan jubah putih yang melambangkan warna pakaian kematian (kain kafan). Namun, pada awal tarian, pakaian ini ditutupi oleh jubah hitam yang melambangkan pusara. Mereka juga mengenakan tutup kepala yang tinggi dan bundar, berwarna cokelat atau putih yang melambangkan batu nisan mereka.

Tarian berawal dengan gerak para sufi mencium tangan pimpinan mereka. Kemudian mereka menanggalkan jubah hitam sebagai perlambang perpisahan mereka dari pusara menuju ke haribaan Sang Pemilik Alam Semesta. Mereka mulai berputar berlawan dengan arah jarum jam secara perlahan. Gerakan ini melambangkan alam semesta yang selalu berputar mengelilingi garis edarnya masing-masing. Tangan kanan dengan telapak tangan menghadap ke atas di muka, sedangkan di belakang tangan kiri menghadap ke bawah. Itulah simbol bahwa apa yang mereka dapatkan dari kemurahan dan kasih sayang Allah mereka sebarkan ke seluruh semesta.

Lalu mereka berputar semakin lama semakin cepat. Melalui tarian itulah para sufi mencapai suatu tingkatan yang terkendali untuk mencapai dan menyentuh puncak kesempurnaan.

Keinginan Rumi hanyalah menyatu dengan Allah. Dan, menurutnya, Tuhan bukan menjelma dalam alam semesta, melainkan dalam hati manusia. Karena itulah manusia lebih cenderung menggunakan hatinya dalam berbuat daripada berdasarkan pikiran.

Terkadang masyarakat awam mengira bahwa orang yang menarikan tarian sufi ini kesurupan karena bisa berputar-putar begitu lama. Tidak, jangan keliru sangka, mereka bukan kesurupan, tapi justru tengah berada dalam kesadaran yang tinggi dan mampu mengidentifikasi keadaan di sekitarnya dengan lebih baik. Bahkan membuat mereka semakin sadar tentang siapa mereka sebagai makhluk ciptaan-Nya.

Ingin mencoba? Monggo …

@@@

Meditasi TQN


Ilmu yang bermanfaat adalah yang sinarnya melapangkan shudur (dada), dan membuka hijab qalb (hati). Sebaik-baik ilmu tersebut, yang disertai oleh rasa takut (al-khasya’) kepada Allah SWT. Jika ilmu itu disertai rasa takut kepada Allah menguntungkanmu, jika tidak, itu bahaya bagimu.”


Ilmu adalah sumber kekuatan. Jika kita tidak mendekatinya dengan sikap yang benar, ia akan membuat kita menderita dan menguasai kita. Kita hendaknya memiliki kepekaan, kesadaran, kewaspadaan, dan kehati-hatian agar kita dapat mengambil manfaat dari ilmu sejati.

Sedangkan kehidupan kita terbatas sesuai dengan jumlah hari kita hidup dan kesempatan yang datang. Sekali kita mengabaikan satu peluang besar, ia takkan pernah datang lagi. Terdapat siklus dan titah (amr) yang alamiah. Jika kita tidak menyikapinya dengan tepat, maka siklus dan titah itu niscaya melindas kita.

Ilmu yang bermanfaat itu ma’rifat (mengetahui) Dzat, Sifat, Asma dan Af’al (Perbuatan) Allah SWT. Juga mengerti bagaimana mengabdi (ubudiyyah) kepada Allah Ta’ala serta beradab (santun) terhadap-Nya.

Nabi Daud as. berkata, “Ilmu di dalam shudur (dada) bagaikan lampu di dalam rumah.”

Imam Malik bin Anas ra. berkata,“Bukanlah ilmu itu kepandaian atau banyak meriwayatkan, tetapi ilmu itu adalah nur (cahaya) yang diturunkan Allah ke dalam qalb (hati) hamba-Nya. Dan bermanfaatnya ilmu itu untuk mendekatkan (taqarrub) manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri.”

Junaid al-Baghdadi ra. berkata,“Ilmu adalah mengenal Rabb-mu dan tidak melampaui kedudukan dirimu (yakni menyadari kehambaanmu).”

Firman Allah SWT:

“Sesungguhnya yang sungguh-sungguh takut kepada Allah (yakhsyallaha) dari para hamba itu, hanya al-ulama (orang-orang yang berilmu/arif.” (QS. Fathir 35:28)

Rasulullah saw. bersabda,“Orang yang menuntut ilmu (tentang Allah) itu Allah jamin rezekinya.”

Rasulullah saw. juga bersabda,”Sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayapnya pada orang yang menuntut ilmu, karena gemar pada apa yang dituntutnya. Kemudian Rasulullah saw berlindung kepada Allah,”Allahumma inni a’uudzu bika min ilmin laa yanfa’ (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat).” Ilmu yang tidak bermanfaat yaitu ilmu yang tidak menimbulkan rasa takut kepada Allah.

Al-Junaid ra. ketika ditanya, “Apakah ilmu yang bermanfaat itu?” beliau menjawab,“Ilmu yang dapat mengarahkanmu kepada Allah SWT, dan menjauhkan dari menurutkan hawa nafsu dan syahwatmu.”

Sumber: triboedihermawan.com

Read more: http://www.dokumenpemudatqn.com/2013/04/alhikam-ilmu-yang-bermanfaat.html?m=1#ixzz46f4Tynxs

MEDITASI JUGA DILAKUKAN RASULULLAH

Meditasi juga Dilakukan Rasulullah

Sebuah riwayat menerangkan, bahwa sebelum shalat subuh , Rasulullah mempunyai kebiasaan melakukan istirahat dalam posisi tiduran miring yang disebut qailulah. Kebiasaan ini beliau lakukan pula menjelang shalat dhuhur. Relaksasi sebagaimana Rasulullah lakukan merupakan hal penting bagi orang yang hendak melakukan shalat, karena shalat merupakan perjalanan jiwa menuju Allah sehingga diperlukan persiapan yang serius namun rileks.
Shalay berbeda dengan olahraga, karena shalat sepenuhnya bersifat terapi, baik fisik maupun jiwa. Gerakan tubuh pada waktu shalat, tidak dilakukan dengan hentakan atau gerakan keras seperti halnya orang olah raga senam dalam peregangan otot, akan tetapi gerakan shalat dilakukan dengan rileks dan pengendoran tubuh secara alamiah, seperti gerakan orang ngulet saat bangun tidur. Orang tai chi pun melakukan meditasi dengan gerakan ngulet, yaitu gerakan yang telah di pola mengikuti alur tubuh secara alami. Di dalam tuma’ninah, aspek meditasi jelas sekali. Saat berdiri, benar-benar berdiri. Bukan berdiri seperti orang ber-upacara bendera atau berdiri seperti orang latihan karate, tetapi berdirilah yang tenag dan kendor agar seluruh organ tubuh berada dalam posisinya secara alami. Anda bias merasakannya pada saat anda berdiri di tepi pantai melihat pemandangan yang indah, debur ombak bergulungan menghampiri sampai menyentuh kaki anda. Saat itu tubuh anda sangat rileks, seluruh organ tubuh menempati posisnya. Anda berdiri nyaman dan santai, seperti berdirinya anak kecil usia balita.Berdirinya orang dewasa terlihat kaku dan terpola oleh pikirannya, karena menganggap jika berdiri seharusnya seperti peragawan/wait, tegap seperti militer, atau seperti berdirinya orang sedang memamerkan baju yang baru dibelinya dari Paris, arloji dari Swiss, serta sepatu kulit dari dari Italia. Postur orang dewasa inilah yang membuat orang gampang merasa jenuh dan stress karena berdiri tidak secara alami. Banyak dokter terkemuka menyakini bahwa penyakit-penyakit modern dan penuaan dini antara lain disebabkan oleh ketidakmampuan orang dalam menghadapi stress.

Kebanyakan dari kita telah lupa tentang bagaiman caranya rileks. Padahal kita mengetahuinya secara naluriah semasa bayi, namun pelan-pelan melupakannya ketika kita tumbuh menjadi dewasa. Sementara itu, kecepatan dan tekanan hidup modern mulai membuat kita lelah. Jika anda mempunyai kecenderungan untuk menjadi terlalu intelek, belajarlah untuk berpindah kesisi emosional dan intuisi alamiah anda dengan menjadi lebih terbuka dan menerima apa yang dikatakan hati nurani anada, yaitu ikhlas. Suatu sikap yang diajarkan islam, yang bermakna rileks yang paling dalam seperti yang pernah kita lakukan saat masih bayi.

Rasulullah shallallahu alaihi wa alihi wasallam melakukan shalat dengan tuma’ninah (rileks), yaitu sikap tenag atau diam sejenak sehingga dapat menyempurnakan perbuatannya, dima posisi tulang dan organ tubuh lainnya dapat berada pada tempatnya dengan sempurna.

Kebanyakan orang mengira, bahwa jumlah bacaan dalam setiap gerakan shalat dijadikan sebagai ukuran waktu selesainya sikap berdiri, duduk, rukuk, maupun sujud. Padahal bacaan itu bukanlah sebuah aba dalam shalat kita. Setiap bacaan yang diulang-ulang merupakan aspek meditasi, autoterapi, autosugesti, berdo’a, mencari inspirasi, penyembuhan, menunggu intuisi atau petunjuk, bahkan untuk menemukan sebuah ketenangan yang dalam. Akibatnya bias jadi lamanya berdiri mencapai lima menit, duduknya lia menit, sujudnya sepuluh menit, sehingga lamanya shalat bias mencapai lebih dari setengah jam. Apalagi shalat bukan hanya untuk menterapi mental tetapi juga untuk menterapi fisik agar bias kendor dan rileks. Tentunya tidak mungkin dilakukan deng terburu-buru, karena aspek meditatif dalam shalat tidak akan ditemukan. Jika dilakukan dengan tuma’ninah, selepas dari shalat kita akan mendapatkan apa yang dikatakan oleh muadzdzin sebagai sebaik-baik amal (hayya ala khoiril amal) atau peak experience.

Mengacu pada Rasulullah, beliau melakukan I’tidal lama sekali sehingga oleh para jama’ahnya dikira beliau lupa. Padahal bacaan yang di baca pendek sekali dan bisa dilakukan dengan cepat, Rasulullah melakukannya dengan berdiri cukup lama. Juga pada saat duduk, beliau melakukannya lama sekali sehingga juga dikira lupa.

Pada saat duduk (iftirasy) sebenarnya beliau sedang melakukan dialok untuk menyelesaikan persoalan yang dirasa rumit untuk dipecahkan. Pada saat itulahbeliau sedang menunggu jawaban atas kesulitan yang beliau alami. Mengapa kita tidak mengambil pelajaran dari cara beliau dengan menjadikan shalat sebagai alat untuk berkomunikasi dan memohon pertolongan kepada Allah, serta tempat untuk mengistirahatkan jiwa dan fisik. Apabila kita telah melakukan shalat dengan benar, dengan cara relaksasi yang dalam dan penyerahan yang total kepada Allah, mak tidaklah mungkin orang yang sudah melakukan shalat akan berhati kasar atau pikirannya melonjak-lonjak karena tidak tenang.

Menurut hasil penelitian Alvan Goldstein, ditemukan adanya zat endorphin dalam otak manusia yaitu zat yang memberikan efek menenangkan yang disebut endogegonius. Drs. Subandi MA menjelaskan, bahwa kelenjar endorfina dan enkafalina yang di hasilkan kelenjar pituitrin di otak ternyata mempunyai efek yang mirip dengan opiate (candu) yang memiliki funngsi menimbulkan kenikmatan (pleasure principle), sehingga disebut opiate endogen. Apabila seseorang dengan sengaja memasukkan zat morfin ke dalam tubuhnya maka akan terjadi penghentian produksi endorphin. Pada pengguna narkoba, apabila dilakukan penghentian morfin dari luar secara tiba-tiba, orang akan mengalami sakau (ketagihan yang menyiksa dan gelisah) karena otak tidak lagi memproduksi zat tersebut. Untuk mengembalikan produksi endorphin di dalam otak bias dilakukan dengan meditasi, shalat yang benar atau melakukan dzikir-dzikir yang memang banyak memberikan dampak ketenangan.*

Orang yang melakukan shalat dengan tenang dan rileks akan menghasilkan energi tambahan dalam tubuhnya, sehingga tubuh merasa fesh. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah begitu yakin bahwa shalat merupakan jalan yang ampuh untuk mengubah perilaku manusia, yang tidak baik menjadi berakhlaq mulia. Sebagaimana Allah menegaskan dalam kitab al-Qur’an :

“Sesungguhnya ahalat memiliki kekuatan mengubah perilaku manusia dari perbuatan keji dan munkar.” (al-Ankabuut 29:45)

Bisa dimengerti, mengapa shalat jika dilakukan dengan benar mampu mengubah perilaku manusia menjadi baik dan bermoral. Rasulullah telah memberikan teknik alamiah yang di butuhkan fisik dan jiwa secara alamiah. Saat tubuh kita capek dan stress, Rasulullah telah memberikan terapi fisik berupa hydrp-therapy(terapi air), dengan menggunakan air wudhu. Lalu disunahkan pula menaburi wewangian pada tubuh yang akan memberika efek relaksasi pada pikiran (aroma therapy). Hal ini juga banyak dilakukan oleh para pelaku meditasi di timur sebelum mereka melakukan meditasi. Bahkan dewasa ini, banyak rumah-rumah spa telah menyediakan aroma therapy dengan esensi bunga-bunga maupun rempah-rempah untuk memberikan ketenangan dan kesegaran bagi tubuh maupun pikiran. Juga disediakan terapi air, dengan cara mengguyur bagian-bagian tubuh seperti kaki, tangan, kepala yang akan memberikan rasa segar dan menurunkan suhu badan yng terjadi akibat terlalu lelah atau penat (stress).

Sebaiknya kita harus sudah merubah paradigma dari teosentris menjadi antroposentris. Kita yang seharusnya butuh Allah, bukan Allah yang butuh kita, sehingga kita akan merasakan bahwa beribadah adalah sesuatu yang memang dibutuhkan oleh jiwa, puikiran dan fisik kita. Shalat menjadi sesuatu yang mengasyikkan dan menyenangkan. Namun terkadang kita masih seperti anak kecil yang takut kepada orang tuanya. Saat jam makan kita dicari-cari, diwajibkan makan siang. Pagi-pagi pun kita siap menyiapkan diri, mandi, sarapan, lalu berangkat ke sekolah. Seolah seluruh aktifitas dilakukan untuk memenuhi kewajiban berbakti kepada keinginan orang tua kita, sehingga ada rasa takut pada saat jam makan, jam berangkat sekolah, dan waktunya mandi di sore hari. Akibatnya, kita merasa bersalah kepada orang tua apabila kita tidak sempat makan siang. Padahal itu merupakan kesalahan yang akan berdampak kepada diri sendiri, yang dapat menyebabkan kita sakit.

Memang agak sulit untuk mengubah suatu kebiasaan yang sudah mengakar dan mendarah daging dari budaya kita. Namun kita mencoba mempraktikan latihan-latihan dzikir dan shalat untuk menemukan rasa yang telah lama hilang. Dengan kesadaran baru yang kita bangkitkan, insya Allah dari sekarang dan seterusnya shalat akan menjadi tempat kita bercengkerama dengan Allah, karena Dialah pusat ilmu pengetahuan, sumber kehidupan, dan pusat perencanaan kehidupan dari seluruh mahkuk.

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, yaitu orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (al-Baqarah : 45-46)

Cara memasuki shalat, menurut ayat tersebut diatas, dalam bentuk praktek adalah seperti di bawah ini :
1. Heningka pikiran anda agar rileks. Usahakan tubuh anda tidak tegang. Tak perlu mengkonsentrasikan pikiran sampai mengerutkan kening karena anda akan merasakan pusing dan capek. Jika terjadi seperti itu, kendorkan tubuh anda sampai terasa nyaman kembali.
2. Biarkan tubuh meluruh, agak dilemaskan, atau bersikap serileks mungkin.
3. Kemudian rasakan getaran kalbu yang bening dan sambungkan rasa itu kepada Allah. Biasanya kalau sudah tersambung, suasana sangat hening dan tenang, serta terasa getarannya menyelimuti jiwa dan fisik. Getaran jiwa inilah yang menyambungkan kepada Zat, yang menyebabkan pikiran tidak liar kesana kemari.
4. Bangkitkan kesadaran diri, bahwa anda sedang berhadapan dengan Zat Yang Maha Kuasa, Yang Meliputi Segala sesuatu, Yang Maha Hidup, Yang Maha Suci dan Yang Maha Agung. Sadari bahwa anda akan memuja dan bersembah sujud kepada-Nya serendah-rendahnya, menyerahkan segala apa yang ada pada diri anda. Biarkan ruh anda mengalir pergi, dengan suka rela menyerahkan diri : “Hidup dan matiku hanya untuk Allah semata”.
5. Berniatlah dengan sengaja dan sadar sehingga muncul getaran rasa yang sangat halus dan kuat menarik ruhani meluncur kehadirat-Nya. Pada saat itulah ucapkan takbir “ALLAHU AKBAR”. Jagalah rasa tadi dengan meluruskan niat, rasakan kelurusan jiwa anda yang terus bergetar menuju Allah. Setelah itu, menyerahlah secara total, inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin(sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata).
6. Rasakan keadaan berserah yang masih menyelimuti getaran jiwa anda, dan mulailah perlahan-lahan membaca setiap ayat dengan tartil. Pastikan anda masih merasakan getaran pasrah saat membaca ayat di hadapan-Nya. Kemudian lakukanlah ruku’. Biarkan badan anda membungkuk dan rasakan. Pastikan bahwa ruh anda perlahan-lahan turut ruku’ dengan perasaan hormat dan pujilah Allah Yang Maha Agung dengan membaca: “subhaana rabbiyal adhiimi wabihamdihi”. Jika antara ruhani dengan fisik anda telah seirama, maka getaran itu akan bertambah besar dan kuat, dan bertambah kuat pula kekhusyu’an yang terjadi.
7. Setelah rukuk, anda berdiri kembali perlahan sambil mengucapkan pujian kepada Zat Yang Maha Mendengar:”samiallahu liman hamidah” (semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya). Rasakan keadaan ini sampai ruhani anda mengatakan dengan sebenarnya. Jangan sampai sedikitpun tersisa dalam diri anda rasa untuk ingin dipuji, yang terjadi adalah keadaan nol, tidak ada beban apa-apa kecuai rasa hening.
8. Kemudian secara perlahan sambil tetap berdzikir:”Allahu Akibar”, bersujudlah serendah-rendahnya. Biarkan tubuh anda bersujud, rasakan sujud anda agak lama. Jangan mengucapkan pujian kepada Allah Yang Maha Suci, subhaana rabbiyal a’la wabihamdihi, sebelum ruh dan fisik anda bersatu dalam satu sujudan. Biasanya terasa sekali ruhani ketika memuji Allah dan akan berpengaruh kepada fisik, menjadi lebih tunduk, ringan dan harmonis.
9. selanjutnya, lakukanlah shalat seperti di atas dengan pelan-pelan, tua’ninah pada setiap gerakan. Jika anda melakukannya dengan benar, getaran jiwa akan bergerak menuntun fifsik anda. Sempurnakn kesadaran shalat anda sampai salam.

Sehabis shalat, duduklah dengan tenang. Rasakan getaran yang masih membekas pada diri anda. Ruhani anda masih merasakan getaran takbir, sujud, rukuk, dan penyerahan diri secara total. Kemudian pujilah Allah dengan memberikan pujian itu langsung tertuju kepada Allah, agar jiwa kita mendapatkan energi Ilahi serta membersihkannya.

Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu Akbar …
Alhamdulillah … Alhamdulillah … Alhamdulillah …
Subhanallah … Subhanallah … Subhanallah …
Asyhadu anlaa ilaha illallah Wa asyhadu anna muhammdarrasulullah
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un
La haula wa la quwwata illa billahil a’liyyil adhiim

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasakan tenang, maka dirikanlah shalat (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (an-Nisa’: 103)

MENGENDALIKAN EMOSI DENGAN BELAJAR MEDITASI

MENGENDALIKAN EMOSI DENGAN BELAJAR MEDITASI.

Bagi Anda yang pernah mempraktekkan meditasi selama bertahun-tahun tentu akan menyadari bahwa buah dari meditasi adalah untuk pengendalian emosi. Karena begitu pentingnya hasil meditasi untuk aktualisasi diri dalam hidup bermasyarakat, tak ada salahnya membudayakan praktek meditasi perlu disebarluaskan kepada umum. Meditasi dapat menghilangkan watak sombong, adigung adiguno dan mau menang sendiri.

Jika Anda tertarik dengan meditasi, tak ada salahnya praktekkan meditasi dari yang paling sederhana yaitu meditasi dalam keheningan lalu meningkat ke  meditasi yang paling ruwet dalam praktek meditasi reiki. Sehat dengan reiki kundalini kali ini ingin mereview kembali akan manfaat dari olah jiwa yang disebut meditasi. Karena sejak mengenal reiki plus ditambah praktek meditasi, manfaat positif telah saya peroleh dari praktek meditasi, yaitu kesehatan jasmani dan rohani. Saya yakin bagi Anda yang ingin hidup sehat tak ada salahnya menyimak yang satu ini.

Meditasi bisa mengendalikan emosi. Anda tentu setuju bahwa emosi adalah wajar dalam hidup manusia dan sudah menyatu dalam diri setiap insan. Tanpa emosi hidup akan menjadi tawar dan membosankan. Namun emosi ibarat air. Ia sangat dibutuhkan dalam jumlah tertentu, tetapi bila tidak terkendali, air yang semula tenang bisa berbahaya dan merusakkan, menghanyutkan bahkan menghancurkan segalanya. Contohnya terjadinya benjana banjir setelah hujan lebat turun selama berjam-jam.

Menurut Tjiptadinata Effendi dalam Buku Esoterik Teknik Menyerap Kekuatan Alam Semesta, menyebutkan bahwa emosi yang meledak-ledak menyebabkan jiwa kita menjadi labil. Bahkan tidak jarang jiwa yang labil dan emosi yang tidak terkendali membawa dampak yang sangat buruk. Korban dari jiwa yang labil tidak hanya menimpa diri sendiri, tetapi juga bagi orang yang dekat sama kita.

Belajar meditasi bisa dimulai sejak anak menginjak remaja.

Emosi yang meledak-ledak akan berdampak negative pada tubuh fisik. Lihat saja emosi bisa menjadi pemicu terjadinya hipertensi atau ketidakstabilan tekanan darah. Dalam tingkat lanjut gejolak emosional yang berlarut-larut akan menyebabkan terjadinya ritme jantung yang pada akhirnya berdampak terjadinya gangguan jantung. Bisa juga terjadinya iritasi lambung, kehilangan konsentrasi yang akhirnya menyebabkan sakit maag karena banyaknya asam lambung.

Gejala seperti ulu hati menjadi tidak nyaman dan tidak enak, jantung berdebar-debar, tidur menjadi tidak nyenyak muncul mimpi buruk yang akhirnya timbul sakit kepala berkepanjangan. Semua ini bisa diatasi dengan pengendalian emosi sejak dini. Barangkali Anda yang pernah kuliah di perguruan tinggi pernah belajar Manajeman Stress?

Dalam setiap kegiatan seminar Reiki dimanapun berada, Pak Ciptadinata Effendi selalu menekankan pentingnya meditasi sebagai jalan mencapai kesehatan fisik secara terus menerus selama hidup ini. Menurut para ahli kesehatan jiwa menyebutkan bahwa maksimal kekuatan tubuh fisik hanyalah 20%. Kekuatan ini bisa melorot turun apabila terjadi gangguan jiwa. Oleh karena itu tugas kita adalah meningkatkan daya tahan tubuh semaksimal mungkin dengan cara pola hidup sehat, pikiran sehat dan tingkah laku sehat.

Bhatin tidak tenang, jiwa gelisah berkepanjangan, dendam kesumat, kebencian, iri hati, luka bhatin serta hal negatif yang membelenggu menjadi beban hidup ini, bisa menjadi bumerang kepada kita apabila tidak direduksi dengan cara menjalani hidup sehat. Bagaimana caranya? Agar sifat negatif tadi tidak menjadi penyakit bhatin yang pada akhirnya menjadi penyakit jasmani, mari sejak saat ini belajar meditasi…kalau Anda mau…tidak memaksa lho.

Memusatkan perhatian saat meditasi adalah pada keluar masuknya napas lewat hidung.

Sifat negatif tadi bisa dihilangkan secara bertahap bahkan menjadikan bhatin kita tenang dalam hidup ini asalkan melakukan meditasi dalam keseharian dalam hidup ini. Ketenangan bhatin kita peroleh secara bertahap dan pada akhirnya semua keluhan beban hidup akan hilang dengan sendirinya. Saat transfer energi reiki dalam kelas, peserta yang mempunyai keluhan luka bhatin bisa meneteskan air mata bahkan mengeluarkan semua gejolak emosinya tanpa dapat ditahan lagi.

Nah Anda yang masih mempunyai sifat negatif, cobalah belajar membuang sifat-sifat tadi agar jiwa Anda bersih dan sehat. Pada akhirnya diharapkan dari praktek meditasi, Anda akan menjadi manusia sehat seutuhnya baik jasmani dan rohani. Mau mencoba tak ada salahnya. Banyak orang yang tadinya pendendam kepada sesama berubah menjadi manusia santun, tidak mudah tersinggung bahkan sifat dendam kesumatnya berangsur-angsur hilang dalam hidup ini.

Sumber : Buku Esoterik karya Tjiptadinata Effendi.

Sabtu, 16 April 2016

Kisah Mbah Liem

Wasiat Mbah Lim

Dikisahkan bahwa pada 1983 di suatu malam Jum’at Kliwon — jauh sebelum Gus Dur menjadi presiden — Gus Dur sowan ke Mbah Lim (panggilan yang dikenal masyarakat untuk almaghfurlah K.H.Muslim Rifa’i Imam Puro, pendiri Pondok Pesantren Al-Muttaqin Pancasila Sakti, Klaten). Saat itu Gus Dur tidak dipersilakan masuk rumah sebagaimana layaknya seorang tamu, tetapi hanya ditemui di luar rumah. Terjadi dialog kecil di antara keduanya.

“Lho, Gus, mengapa kamu ke sini? Ini ‘kan malam Jum’at. Ayo aku gendong, aku antarkan kamu ke tempat kakekmu, Hasyim Asy’ari,” kata Mbah Lim.

“Saya panggil sopir dulu, Mbah,” jawab Gus Dur.

Malam itu Gus Dur dan Mbah Lim meluncur ke Jombang. Tiba di makam Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari pukul tiga pagi. Di tempat itu Mbah Lim menasihati Gus Dur.

“Gus, jangan mengaku cucu Mbah Hasyim Asy’ari kalau kamu tidak bisa mengatur negara,” kata Mbah Lim.

“Apa saya bisa, ya Mbah?” jawab Gus Dur balik bertanya.

“Wah, harus bisa! NU didirikan kakekmu, Hasyim, untuk apa, bertujuan apa, dan untuk siapa? Ya, tidak lain jalan atau sarana mengatur negara!” nasihat Mbah Lim.

Menerima nasihat itu, konon Gus Dur tak mampu menahan air matanya yang jatuh membasahi pipi. Hanya kekuasaan Ilahi yang tahu, bagaimana nasihat itu diterima Gus Dur.

Di kemudian hari pada Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama pada Desember 1983 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Asembagus, Sukorejo, Situbondo dirumuskanlah Khittah NU, dan pada Muktamar ke-27 Nahdlatul Ulama, Desember 1984 di tempat yang sama Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Dan pada Oktober 1999 Gus Dur memang benar-benar menjadi presiden ke-4 RI dengan suatu proses pemilihan yang sulit dimengerti dan tidak diprediksi menurut kalkulasi politik secara rasional sebelumnya.

Lahuma Al-Faatihah

Sumber : Gus Ahmad Musta’in

Kisah Seru Mufarqahnya KH As'ad Syamsul Arifin dari Gus Dur

Kisah Seru Mufaraqahnya KH As’ad Syamsul Arifin dari Gus Dur

“Ibarat imam shalat, Gus Dur sudah batal kentut. Karena itu tak perlu lagi bermakmum kepadanya.” Beginilah salah satu ungkapan sikap KHR As’ad Syamsul Arifin, sebagaimana dikutip media nasional beberapa hari pasca Muktamar NU ke-28 di Krapyak, 26 tahun lalu. Konon, KHR As’ad kecewa besar pada lima tahun kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum PBNU. Gus Dur dianggap kebablasan. Pemikiran dan tindak-tanduk liberalnya diniliai sudah keluar dari rel Aswaja.

Dari berita yang dimuat di koran, pemikiran dan tindak-tanduk liberal yang dialamatkan pada Gus Dur antara lain terkait keikutsertaannya sebagai juri Festival Film Indonesia. KHR As’ad bahkan menyebut Gus Dur kiai ketoprak lantaran aksinya ini. Lalu terkait wacana Gus Dur mengubah salam “assalamu’alaikum” menjadi“selamat pagi”, dan beberapa kontroversi lain yang mengiringi perjalanan kepemimpinan Gus Dur.

Puncak ketidakcocokan Ketua Ahlul Halli wal Aqdi pada Muktamar NU ke-27 ini terjadi pada hari terakhir Muktamar Krapyak, Rabu siang, 29 Nopember 1989. Di hadapan media di arena Muktamar yang telah aklamasi memilih kembali Gus Dur sebagai Ketua Umum Tanfidziyah, pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo ini, lantang menyatakan diri mufaraqah (memisahkan diri).

Ketidakcocokan KHR As’ad dengan Gus Dur sebenarnya sudah lama. Keputusan mufaraqah bisa dibilang lebih merupakan kulminasi dari perselisihan panjang antarkeduanya. Perselisihan awal setidaknya sudah dimulai ketika pleno pertama PBNU hasil Muktamar Situbondo, di Pesantren Tebuireng, Jombang pada Januari 1985. Keputusan pleno menyatakan bahwa yang berhak mewakili NU keluar adalah Rais ‘Aam KH Ahmad Shiddiq, dan Ketua Umum Tanfidziyah KH Abdurrahman Wahid. Keputusan ini dinilai membatasi gerak dan langkah ulama sepuh lain, terutama KHR As’ad yang sebelumnya dikenal dekat dengan Presiden Soeharto dan menteri-menterinya.

Beberapa kontroversi Gus Dur lainnya sepanjang 1984-1989 semisal; keterlibatan Gus Dur menjadi ketua DKJ (Dewan Kesenian Jakarta), kesediaan membuka Malam Puisi Yesus Kristus, dan kecenderungan membela Syi’ah, juga turut menjadi pemicu kerenggangan komunikasi antara KHR As’ad beserta kiai-kiai sepuh lain dengan Gus Dur. Hal ini berujung peristiwa ‘gugatan’ pada Gus Dur di Pesantren Darut-Tauhid, Arjawinangun, Cirebon, pada Maret 1989.

Sebuah fakta politik menarik, menyusul mufaraqah KHR As’ad, Gus Dur justru makin gencar melawan Orde Baru. Gus Dur makin aktif mendukung para aktivis melawan pemerintah. Menjelang pemilu 1992, di tengah kuatnya kekuasaan Soeharto, Gus Dur bahkan berani terang-terangan menolak penguasa negeri 32 tahun itu untuk dipilih kembali. Gus Dur terus menyerang Pak Harto hingga lengser ke prabon pada 1998.

Banyak literatur menyebut, KHR As’ad Syamsul Arifin adalah sosok wali quthub. Kesaksian KH Mujib Ridwan misalnya, menyebut jika KHR As’ad pernah menangis tersedu-sedu lantaran ‘kedoknya’ terbuka, usai dibacakan sebuah surat Al-Qur’an. KH Mujib Ridwan adalah putra KH Ridwan Abdullah, pencipta lambang NU, yang lebih 20 tahun mengabdi pada KH As’ad Syamsul Arifin. Di luar kharisma keulamaannya, KHR As’ad adalah seorang guru dan pengamal 17 jenis tarekat. Meskipun demikian beliau tidak pernah memaklumkan diri sebagai seorang mursyidtarekat di depan umum. KHR As’ad juga mendalami ilmu kanuragan yang membuat banyak bajingan bertekuk lutut kepadanya.

Konon, kewalian KHR As’ad inilah yang melatarbelakangi beberapa tindakannya sehingga tidak mudah dimengerti khalayak awam. Satu di antaranya menyangkut kerenggangan KHR As’ad dan Gus Dur. Kala itu tentu saja tak sedikit Nahdliyin di akar rumput yang kebingungan. Meski tak sampai menciptakan kubu-kubu yang saling berseberangan, konflik panjang dua tokoh beda generasi ini memunculkan pertanyaan di banyak pihak. Tak terkecuali rombongan Kepala Sekolah SLTP dan SLTA Ma’arif Kotamadya Surabaya. Suatu hari, pada 15 April 1987, mereka serombongan sowan ke ndalem KHR As’ad di kompleks Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo.

Sesampai di ndalem, rombongan diterima langsung oleh KHR As’ad yang kala itu didampingi KH Mudjib Ridwan. Rombongan pun mendapat penjelasan langsung bahwa beliau mufaraqah dengan Gus Dur karena Gus Dur kiai ketoprak. Dengan menjadi juri FFI di Bali, Gus Dur dinilai sudah tidak sesuai dengan kakeknya KH Hasyim Asy’ari, dan penjelasan lain-lain seterusnya sebagaimana yang sudah beredar di media massa.

Dari Situbondo, rombongan meneruskan silaturahim berikutnya ke Jember ke ndalem KH Ahmad Shiddiq. Di hadapan Rais ‘Aam PBNU ini, disampaikanlah panjang lebar kebingungan-kebingungan mereka mengenai hubungan KHR As’ad dengan Gus Dur.

Dan beginilah dawuh KH Ahmad Shiddiq. “Kulo, dan sampean-sampean semua—seraya menunjuk satu persatu rombongan yang hadir—bukan levelnya. Bukan kelasnya menilai Kiai Haji Raden As’ad Syamsul Arifin.” Demikianlah yang pada intinya, Nahdliyin yang belum masuk levelnya, tidak pantas menilai sikap mufaraqahKHR As’ad dengan Gus Dur. Keduanya memiliki maqom(tingkatan spiritual) yang tinggi di atas kebanyakan.

Menyikapi friksi di tingkatan elit NU yang kian membingungkan ini, suatu ketika beberapa anggota Dewan Khas IPSNU Pagar Nusa dipimpin H. Suharbillah memutuskan sowan ke KH Khotib Umar, Pengasuh Pesantren Raudhatul Ulum Sumberwiringin, Sukowono, Jember. IPSNU Pagar Nusa kebetulan saat itu baru saja dideklarasikan. KH Khotib Umar adalah salah seorang ulama pejuang yang wara’ yang sangat disegani di kalangan Nahdliyin.

Kepada para pendekar Pencak Silat NU ini, KH Khotib Umar bertutur bahwa suatu waktu beliau menghadap pada KHR As’ad Syamsul Arifin bermaksud meminta penjelasan mengenai masalah dengan Gus Dur. Dan KHR As’addawuh bahwa memusuhi Gus Dur merupakan strategi menghadapi rezim Orde Baru. Supaya Gus Dur tidak dihabisi maka beliau memusuhi Gus Dur. Untuk menyelamatkan beliau. “Saya dengan Gus Dur hanya berbeda dalam siyasi,politik! Mufaraqah bukan berarti benci Gus Dur. Malah saya sangat mengasihi Gus Dur. Saya khawatir kalau Gus Dur di penjara oleh penguasa—karena sikap kritisnya­—lalu siapa yang akan membela? Demikian dawuh sang wali quthub.

Sumber : Didik Suyuthi via NU Online, Sebagian data diperoleh dari catatan pribadi DR KH Suharbillah

Kisa Perjalanan Gus Dur Menemukan Makam Syech Qutbudin ,Pendiri Pondok Pesantren Pertama di Pulau Jawa

Kisah Perjalanan Gus Dur Menemukan Makam Syeh Qutbudin, Pendiri Pondok Pesantren Pertama di Pulau Jawa

Makam Syekh Quthbuddin di antara reruntuhan

Di Desa Candirejo Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah terdapat sebuah makam kuno. Konon, makam tersebut bersemayam jazad seorang tokoh pembawa alirah Tarekat Naqsbandiyah pertama kali di tanah Jawa. Syekh Abdullah Qutbudin namanya. Dia berasal dari Iran. Menyebarkan Islam dengan membawa bendera tarekat yang kemudian menyatu dengan kehidupan masyarakat Jawa. Bahkan diyakini, Candirejo sendiri merupakan desa Islam pertama di Jawa karena kedatangan Syekh Abdullah Qutbudin ini.

Belum ada penelitian ilmiah yang mengupas Syekh Abdullah Qutbudin ini. Siapa dirinya, bagaimana sepak terjangnya dalam menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa, khususnya di Wonosobo. Hingga kini cerita tentang tokoh tersebut masih dari mulut ke mulut.

Sejak dikunjungi Gus Dur, makam Syekh Abdullah Qutbudin mulai ramai peziarah. Gus Dur yang menemukan makam tokoh yang bersejarah dalam perkembangan Islam di Jawa ini. Menurut cerita KH Chabibullah Idris, ulama terkenal di Wonosobo, Gus Dur tahun 1994 meminta dirinya untuk menemani mencari makam Syekh Abdullah Qutbudin yang berada di Candi.

Peristiwa itu jauh sebelum Gus Dur menjadi Presiden RI. Tokoh kharismatik ini memang memiliki kepedulian tinggi terhadap peninggalan bersejarah. Termasuk mencari makam-makam yang memiliki nilai sejarah tinggi. Seperti halnya makam Syekh Abdullah Selomanik di Dusun Kalilembu, Dieng Wetan yang merupakan tokoh religius juga. Tak peduli di tengah hutan atau diatas gunung, jika ada makam wali, Gus Dur akan berusaha menziarahinya. Sekalipun dengan segala keterbatasan fisik yang dialaminya. Dengan tekad kuatnya tersebut, segala rintangan dapat dilaluinya.

Diungkapkan Edi dan Afif Mustofa tokoh pemuda Candirejo, sebelumnya masyarakat tidak mengetahui siapa yang dikuburkan di makam tersebut. Sehingga makam tersebut dibiarkan saja. Sampai akhirnya pada tahun 1994, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur datang ke Desa Candirejo mengunjungi makam.

“Kami tidak tahu ada makam tokoh terkenal Islam. Karena makamnya tidak sendirian, tapi menjadi satu dengan kuburan masyarakat desa. Tidak seperti tokoh-tokoh lain, yang makamnya berada di ketinggian atau sendirian. Makam Syekh Qutbudin ini campur dengan makam desa,” ungkap pemuda lulusan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang itu.

Dirinya tidak paham betul, yang dimaksud candi itu nama desa atau kawasan candi di Dataran Tinggi Dieng. “Kata Gus Dur Islam pertama kali masuk ke Jawa di candi. Kita ini tidak tahu candi itu mana, apakah komplek candi Dieng atau di mana. Beliau datang ke Wonosobo. Saya diminta menemaninya mencari makam tokoh Islam ini,”jelasnya kepada Radar Semarang.

KH Chabibullah Idris bersama kru Gus Dur memburu makam kuna tersebut. KH Chabib ditemani anaknya mengendarai sepeda motor dini hari. Sementara rombongan Gus Dur berangkat sendiri. Mereka berpencar.

“Akhirnya sampai di Desa Candirejo. Saya tanya apakah ada makam kuna di desa itu. Kata warga memang ada, tapi tidak jelas makam siapa. Letak makam di tengah-tengah sawah. Tidak ada akses jalan ke sana. Hanya jalan setapak, bisa dikatakan jalan lembu. Wong blekuk-blekuk susah sekali. Saya berharap, Gus Dur jangan sampai ke situ karena jalannya mengerikan kayak gitu. Begitu saya sampai di lokasi, mencari mana yang dimaksud makam tua. Eh ternyata Gus Dur lebih dulu tiba di makam,” jelasnya panjang lebar.

Menurut keterangan Sastro Al Ngatawi, mantan asisten pribadi Gus Dur menuturkan, bersama Gus Dur, ketika mereka sampai di Wonosobo hampir subuh, lalu mampir di salah satu pesantren (Pon.Pes. Al-Asy’ariyyah) di kota tersebut. Ditemani beberapa Gus (putra kiai), mereka berangkat ke sebuah daerah yang diyakini masyarakat menjadi makam wali tersebut, posisinya tepat dibawah sebuah pohon besar tetapi Gus Dur tak menghiraukannya.

Lalu mereka segera berjalan menuju lokasi lain, ditengah-tengah perjalanan tersebut, rombongan tersebut bertemu dengan orang tua. Dalam suasana yang masih sepi tersebut, mereka mengamati orang tua yang terus berjalan di tengah-tengah sawah. Tiba-tiba saja, ketika ditengah sawah itu orang tua tersebut menghilang.

Gur Dur pun berujar, “Ya itu tadi Syeikh Hubbuddin dan ditengah-tengah sawah tadi makamnya,” katanya.

Lanjut KH Chabib, begitu sampai ke makam yang dituju, mendadak Gus Dur jatuh terduduk. Dhalab. Menyatu dengan arwah dan mengucapkan istigfar seperti tanpa sadar. Mengetahui itu, para pengikut segera merubungnya. Ternyata makam kuna yang sebelumnya tidak dikenal, merupakan tempat bersemayam Syekh Abdullah Qutbudin.

“Menurut cerita Gus Dur, Syekh Abdullah ini mendirikan pesantren di Desa Candirejo. Karena tidak memiliki keturunan, lama-kelamaan pesantrennya hancur. Ini bisa dilihat dari banyaknya batu-batu candi yang berada di sekitar makam,”tutur Ketua Majelis Ulama Indonesia Jateng tersebut.

Diawali dari kedatangan Gus Dur itulah, makam akhirnya banyak diziarahi masyarakat. Terutama kalangan pondok pesantren. Dikatakan KH Chabib mengutip pengakuan warga Candirejo, bertahun-tahun lalu, makam itu pernah didatangi orang asing. Tampaknya dia adalah seorang antropolog dari Eropa yang tengah mengadakan penelitian.

Orang Eropa heran dengan keberadaan Islam di Indonesia. Disebarkan sekian ratus tahun, tapi sampai saat ini tidak bisa hilang, bahkan semakin berkembang. Karena penyebaran agama Islam salah satu caranya dengan tarekat. Sebuah metode yang mengedepankan keimanan. Hal-hal keduniawian ditinggalkan. Hal inilah yang membuat Islam mendapat tempat di hati masyarakat.

Anggota Sarkub, Mamas Subkhan, berziarah di makam Syekh Quthbuddin yang sudah di perbaiki

Muncul Cahaya di Atas Makam

Desa Candirejo Kecamatan Mojotengah tidak terlalu jauh dari Kota Wonosobo. Hanya sekitar 8 kilometer, dapat ditempuh dengan mobil maupun kendaraan roda dua. Jalan menuju desa tersebut cukup bagus, sudah beraspal meskipun tidak terlalu lebar.

Namun ada sebagian jalan desa yang masih berbatu-batu. Makam Syekh Abdullah Qutbudin sendiri berada agak jauh dari desa. Lokasinya di tengah-tengah areal persawahan bercampur dengan makam umum warga setempat.

Jalan menuju makam belum bagus, berupa batu-batu. Bahkan sebelumnya, kata Edi, jalan tersebut berupa setapak. Sejak Gus Dur kerap mendatangi makam, dibuat jalan lebar. Meskipun berbatu-batu namun dapat dilewati sepeda motor. Letak makam dari perkampungan Candirejo sekitar 1 kilometer. Sepanjang jalan menuju makam, disuguhi pemandangan hamparan tanah pertanian. Tanaman kol, padi dan jagung. Banyak juga pohon-pohon albasia yang tumbuh subur.

Di dekat makam terdapat sumber air yang sangat jernih. Airnya begitu dingin. Mengalir sepanjang waktu, tak pernah kering meskipun musim kemarau. Memasuki makam terkesan dingin dan sunyi. Maklum saja, komplek tersebut termasuk makam kuna. Ditumbuhi banyak pohon-pohon besar berusia ratusan tahun. Akar serabutnya menjalar ke mana-mana memenuhi makam. Sedangkan makam Syekh Abdullah Qutbudin berada persis di sebelah kiri pintu masuk. Berada di tengah-tengah akar yang bertonjolan. Sangat sederhana. Tidak ada cungkup atau kijing mewah. Berupa gundukan tanah yang pinggir-pinggirnya diberi batu-batu. Terdapat dua batu nisan berukir di kanan dan kirinya. Ada dua makam di situ yang berdampingan. Menurut warga, satunya adalah makam istri Syekh Abdullah Qutbudin.

Di sekitarnya berserakan batu-batu tua berbentuk persegi panjang seperti bata. Diyakini batu tersebut adalah bekas bangunan pondok pesantren milik Syekh Abdullah. Konon, Syekh Abdullah tidak mau makamnya dibangun mewah. Dia memilih apa adanya berupa batu nisan yang berbentuk seperti candi.

“Masyarakat sini sering melihat ada cahaya yang muncul dari makam. Pernah petani cabe menunggui tanamannya, tiba-tiba ada cahaya terbang dari makam. Pernah juga ada seorang pimpinan pondok pesantren bersama 12 santrinya berziarah. Lalu hujan sangat deras. Anehnya, mereka tidak kehujanan sama sekali,”imbuh KH Chabibullah Idris.

Kini makam mulai ramai pengunjung. Sebelum Lebaran kemarin, ada sekitar 13 mobil yang datang berziarah. Mereka berasal dari Wonosobo. Kadang, peziarah memilih waktu malam hari, agar tak banyak orang tahu. Dan lebih khusuk berdoa. Suasana alami ini sangat mendukung peziarah religius.

Dalam waktu dekat, jalan menuju makam akan diaspal. Agar memudahkan peziarah datang ke makam. Sekaligus didirikan tempat representatif. Apabila mulai ramai, diharapkan direspon warga dengan mendirikan tempat berjualan baik makanan maupun suvenir. Tidak ketinggalan dibangun juga tempat parkir yang memadai.

Pemerintah Kabupaten Wonosobo saat ini berusaha mengembangkan wisata religius dengan mengangkat potensi lokal setempat.

Sekilas Tentang Syekh Qutbudin

Syaikh Qutbudin yang asli Persia itu dimakamkan di Desa Candirejo, Kecamatam Mojotengah, Wonosobo. Kondisi makam yang terletak di pinggir desa itu terkesan wingit karena ditumbuhi pepohonan yang umurnya mencapai ratusan tahun. Di sebelah makam terdapat sumber air yang sangat jernih. Mata air tersebut mengalir sepanjang tahun, tidak peduli musim kemarau panjang. Di sekitar makam terdapat bebatuan kuno persegi dengan ukuran tertentu. Menurut penelitian tim sejarah Wonosobo yang berkunjung ke makam tersebut pertengahan September 2007 lalu, batu tersebut diduga merupakan reruntuhan candi atau tempat ibadah lainya.

Makam tua itu kini banyak dikunjungi peziarah. Mereka berasal dari berbagai kota di Jawa. Ada sebagian peziarah yang memilih waktu malam hari sehingga lebih khusyuk. Menurut Edi Masrukhin SAg, tokoh agama Desa Candirejo, makam tua tersebut telah lama dikunjungi orang. Bahkan pernah menjadi objek penelitian dua orang antropolog dari Eropa. Namun warga tidak mengetahui kalau makam tersebut merupakan salah satu tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Masyarakat baru mengerti setelah KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) berziarah pada tahun 1994.

“Kami kira hanya makam kuno biasa. Tetapi setelah Gus Dur datang kami menjadi tahu kalau makam tersebut cukup bersejarah dalam penyebaran ajaran Islam di Jawa,” ujar Edi Masrukhin.

Dalam kesempatan tersebut, Gus Dur menjelaskan riwayat Syaikh Qutbudin. Menurut Gus Dur, Islam yang pertama kali datang ke Indonesia beraliran thoriqoh yang lebih mudah beradaptasi dengan budaya masyarakat setempat dari pada aliran fiqh yang cenderung lebih kaku.

Setelah berdakwah di banyak tempat, Syaikh Qutbudin bermukim (tinggal) dan membuat pesantren di Desa Candirejo. Karena tidak ada anak turun yang meneruskan, setelah ratusan tahun pesantren itu hilang dan tinggal puing-puing.

Al-Faatihah

Diolah dari berbagai sumber

Rabu, 13 April 2016

Tokoh Sufi


Sebagaimana yang dituliskan oleh sufi Farududdin Attar dalam bukunya TAZKIRAT-UL AULIYA dan dalam buku MASNAWI karya sufi Jalaluddin Rumi. Yaitu seorang sosok paling menonjol dari awal pertapa Sufi yaitu IBRAHIM IBN ADHAM (إبراهيم بن أدهم) yang hidup pada 718 - 782 Masehi.

Kisah ini bermula ketika Ibrahim ibn Adham menjadi raja di Balkh, wilayah yang masuk dalam kerajaan Khurasan, menggantikan ayahnya yang baru wafat. Sebagaimana umumnya kehidupan para raja, Ibrahim bin Adham juga bergelimang kemewahan. Hidup dalam istana megah berhias permata, emas, dan perak. Setiap kali keluar istana ia selalu di kawal 80 orang pengawal. 40 orang berada di depan dan 40 orang berada di belakang, semua lengkap dengan pedang yang terbuat dari baja yang berlapis emas.
Suatu malam, ia tidur di pembaringan kerajaan. Pada tengah malam, atap kamar tidurnya berguncang dasyat seolah olah ada seseorang yang berjalan di atasnya.”Siapa itu?” teriaknya. Dijawab, “Seorang teman. Aku kehilangan seekor unta, dan aku kini tengah mencarinya di atap ini.”"Dasar bodoh, engkau mencari unta di atap?” pekik Ibrahim.”Orang jahil (bodoh),” tukas suara itu, “apakah engkau mencari Tuhan di dalam pakaian sutra dan di atas tempat tidur emas?”.
Kata kata ini menyentak hati Ibrahim dan membuatnya ketakutan. Api serasa berkobar di dalam dirinya, dan ia pun tidak dapat kembali tidur. Ketika pagi tiba, Ibrahim kembali ke mimbar dan duduk di singgasananya, berpikir, bingung, dan waspada. Para menteri kerajaan berdiri di tempat mereka masing-masing, budak budaknya berdiri berjajar berhimpitan. Semua warga istana hadir. Tiba tiba, seorang lelaki dengan raut wajah yang sangat buruk memasuki ruangan, sangat buruk untuk dilihat sehingga tak ada seorang pun dari para pejabat dan pelayan kerajaan yang berani menanyakan namanya, lidah-lidah mereka tertahan di tenggorokan. Lelaki ini mendekat dengan khidmat ke singgasana.
“Apa maumu” tanya Ibrahim.
“Aku baru saja tiba di penginapan ini,” ujar lelaki itu.
“Ini bukan penginapan. Ini istanaku. Kau gila,” teriak Ibrahim.
“Siapa yang memiliki istana ini sebelummu?” tanya lelaki itu.
“Ayahku,”jawab brahim.”
Dan sebelumnya?”
“Kakekku?”
“Dan sebelumnya?”
“Buyutku.”
“Dan sebelumnya?”
“Ayah dari buyutku.”
“Ke mana mereka semua pergi?” tanya lelaki itu.
“Mereka telah tiada. Mereka telah meninggal dunia,” jawab Ibrahim.
“LaIu, apa lagi namanya tempat ini kalau bukan penginapan, di mana seseorang masuk dan yang lainnya pergi?”
Setelah berkata begitu, lelaki asing itu pun menghilang. Ia adalah Nabi Khidhr as. Api berkobar semakin dahsyat di dalam jiwa Ibrahim, dan seketika kesedihan menatap dalam hatinya. Kedua kejadian itu, di malam dan siang hari, sama sama misterius dan tidak dapat dijelaskan oleh akal.
Akhirnya Ibrahim berkata, “Pasang pelana kudaku. Aku akan pergi berburu. Aku tidak tahu apa yang telah kualami hari ini. Ya Tuhan, bagaimana ini akan berakhir? ”Pelana kudanya dipasang, dan ia pun pergi berburu. Sejurus kemudian, ia memacu kudanya melintasi padang pasir, sepertinya ia tidak tahu apa yang sedang ia lakukan. Dalam keadaan bingung, ia terpisah dari para Pengawalnya. Di tengah perjalanan, tiba tiba ia mendengar sebuah suara, “Bangunlah, sebelum engkau tidak mampu bangun!” Ia berpura pura tidak mendengarnya dan terus memacu kudanya. Untuk kedua kalinya suara itu terdengar lagi, tapi ia tidak menghiraukannya. Kali yang ketiga, ia mendengar suara yang sama, ia pun pergi menjauh. Kemudian, suara itu kembali terdengar untuk keempat kalinya, “Bangunlah, sebelum engkau tak mampu bangun!” Kali ini ia kehilangan kendali dirinva. Tiba tiba ia melihat seekor rusa muncul, dan Ibrahim pun Membidiknya. Rusa itu berbicara pada Ibrahim, “Aku diutus untuk mencarimu. Engkau tak dapat menangkapku. Untuk inikah engkau diciptakan, ataukah ini yang diperintahkan kepadamu?”" Ah, apa yang, kualami ini?” tukas Ibrahim. Ibrahim pun memalingkan wajahnya dari rusa itu. Kemudian ia mendengar kata kata yang sama keluar dari bagian depan pelana kudanya. Rasa takut dan ngeri menguasai dirinya.
Kemudian pesan Ilahi itu menjadi lebih jelas, karena Allah Yang Maha kuasa berkehendak untuk menyempurnakan komunikasi itu. Untuk ketiga kalinya, suara yang sama keluar dari kerah bajunya. Pesan ilahiah itu pun sempurna, dan surga terbuka baginya. Kini keimanan merebak di dalam diri Ibrahim. Ibrahim turun dari kudanya, pakaian dan kudanya basah terkena tetes air matanya.

MENGENAKAN JUBAH ‘KEMISKINAN’ HAKIKATNYA MEMULAI MENINGGALKAN KE-AKUAN DAN MENGHINDARI KESOMBONGAN KARENA KESOMBONGAN DAN RIYA (NARSISME) ADALAH HIJAB/TIRAI RUHANI…

Ibrahim pun bertobat dengan sebenar benarnya dan tulus. Ia melangkah ke tepi jalan, kemudian ia melihat seorang gembala yang mengenakan pakaian dari penutup kepala yang terbuat dari bulu hewan, menggembalakan domba dombanya. Ibrahim melihat lebih dekat, dan menyadarinya bahwa gembala itu adalah budaknya. Ibrahim memberikan jubahnya yang bersulam emas dan mahkotanya yang bertahtakan permata kepada gembala itu, juga sekalian dengan domba dombanya. Sedangkan Ibrahim mengambil pakaian dan penutup kepala gembala itu, dan itu ia pakai sendiri. Semua malaikat berdiri memandang Ibrahim.”Betapa agungnya kerajaan yang kini dimiliki Ibnu Adham,” ujar mereka. “Ia telah membuang pakaian dekil duniawi, dan kini mengenakan jubah agung kemiskinan.”
Setiap hari, Ibrahim pergi bekerja mencari nafkah hingga malam hari. Semua pendapatannya ia belanjakan untuk keperluan para sahabatnya. Tetapi, saat ia selesai mendirikan salat malam (Maghrib dan Isya), membeli sesuatu, dan kembali kepada para sahabatnya, malam telah lama berlalu.
Suatu malam, para sahabat sufi-nya berkata, “Ibrahim, selalu datang telat. Ayo, kita makan roti dan pergi tidur. Itu akan menjadi isyarat bagi Ibrahim agar ia kembali lebih awal di kemudian hari. Agar ia tidak lagi membiarkan kita menunggu begitu lama.”Mereka pun melakukan hal itu. Ketika lbrahim kembali, ia melihat para sahabatnya tertidur. Ia mengira mereka belum makan apa-apa dan tidur dalam keadaan lapar. Ibrahim pun segera menyalakan api. Ia membawa sedikit tepung, maka ia membuat adonan untuk dibuat makanan agar para sahabatnya punya sesuatu untuk dimakan ketika mereka bangun, sehingga mereka sanggup untuk berpuasa di siang harinya. Para sahabat Ibrahim bangun dan melihatnya dengan jenggotnya di atas tanah, sedang meniup api; air matanya bercucuran, dan ia dikelilingi oleh asap.”Apa yang sedang engkau lakukan?” mereka bertanya.”Aku melihat kalian tertidur,” Ibrahim menjawab. “Aku berkata dalam hati, mungkin kalian tidak memiliki apa-apa untuk dimakan dan tidur dalam keadaan lapar. Maka aku pun membuatkan sesuatu untuk kalian makan setelah kalian bangun.”
“Lihatlah bagaimana dia berpikir tentang kita, dan bagaimana kita berpikir tentang dia,” ujar mereka.
Berbulan bulan mengembara, sambil berkhalwat Ibrahim pun mulai memberikan pegajaran-pengajaran melalui hikmah yang ditemukannya selama dalam perjalanan. Suat ketika dia tiba di sebuah kampung bernama Bandar Nishafur. Di sana pun mencari gua untuk dijadikan tempat menyendiri, berdzikir dan memperbanyak lbadah. Hingga keshalihan, kezuhudan dan kesufiannya semakin dikenal banyak orang. Banyak di antara mereka yang mendatangi dan menawarkan bantuan kepadanya, tetapi Ibrahim selalu menolak.

MENJADI PENJAGA KEBUN HAKIKATNYA MELEBURKAN DIRI KEPADA KEHENDAK ILAHI. BELAJAR UNTUK TIDAK MEMPERTURUTKAN KEINGINAN KITA, BELAJAR MENGENDALIKAN EGO DAN BELAJAR UNTUK MENTAATI KEINGINAN ALLAH KEPADA KITA.

Beberapa tahun kemudian, ia meninggalkan Bandar Nishafur, dan dalam perjalanan selanjutnya menuju Makkah, hampir di setiap kota yang ia singgahi terdapat kisah menarik tentang dirinya yang dapat menjadi renungan bagi kita, terutama keikhlasan dan ketawadhuannya.
Pernah satu ketika, di suatu kampung Ibrahim kehabisan bekal. Untungnya, ia bertemu dengan seorang kaya yang membutuhkan penjaga untuk kebun delimanya yang sangat luas. Ibrahim pun diterima sebagai penjaga kebun, tanpa disadari oleh orang tersebut kalau lelaki yang dipekerjakannya adalah Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang sudah lama ia kenal namanya. Ibrahim menjalankan tugasnya dengan baik tanpa mengurangi kuantitas ibadahnya.
Satu hari, pemilik kebun minta dipetikkan buah delima. Ibrahim melakukannya, tapi pemilik kebun malah memarahinya karena delima yang diberikannya rasanya asam.
“Apa kamu tidak bisa membedakan buah delima yang manis dan asam,” tegurya.
“Aku belum pernah merasakannya, Tuan,” jawab Ibrahim.
Pemilik kebun menuduh Ibrahim berdusta. Ibrahim lantas shalat di kebun itu, tapi pemilik kebun menuduhnya berbuat riya dengan shalatnya.
“Aku belum pernah melihat orang yang lebih riya dibanding kamu.”
“Betul tuanku, ini baru dosaku yang terlihat. Yang tidak, jauh lebih banyak lagi,” jawabnya. Dia pun dipecat, lalu pergi.
Di perjalanan, ia menjumpai seorang pria sedang sekarat karena kelaparan. Buah delima tadi pun diberikannya. Sementara itu, tuannya terus mencarinya karena belum membayar upahnya. Ketika bertemu, Ibrahim meminta agar gajinya dipotong karena delima yang ia berikan kepada orang sekarat tadi. “Apa engkau tidak mencuri selain itu?” tanya pemilik kebun. “Demi Allah, jika orang itu tidak sekarat, aku akan mengembalikan buah delimamu,” tegas Ibrahim.
Setahun kemudian, pemilik kebun mendapat pekerja baru. Dia kembali meminta dipetikkan buah delima. Tukang baru itu memberinya yang paling manis. Pemilik kebun bercerita bahwa ia pernah memiliki tukang kebun yang paling dusta karena mengaku tak pernah mencicipi delima, memberi buah delima kepada orang yang kelaparan, minta dipotong upahnya untuk buah delima yang ia berikan kepada orang kelaparan itu. “Betapa dustanya dia,” kata pemilik kebun.
Tukang kebun yang baru lantas berujar, “Demi Allah, wahai majikanku. Akulah orang yang kelaparan itu. Dan tukang kebun yang engkau ceritakan itu dulunya seorang raja yang lantas meninggalkan istananya karena zuhud.” Pemilik kebun pun menyesali tindakannya, “Celaka, aku telah menyia-nyiakan seseorang yang memiliki nama besar dan kekayaan ilmu yang belum pernah aku temui sebelumnya.”

MENYEMBUNYIKAN KESHOLEHAN, PENYANGKALAN DIRI AGAR TUHAN TIDAK CEMBURU KEPADA KITA, DAN HAKIKATNYA KITA PERLU TERUS MENERUS MENEMPA DIRI…

Syahdan, perjalanan Ibrahim Ibnu Adham sudah hampir masuk ke wilayah Kota Makkah. Ternyata berita kedatangannya sudah didengar oleh para pemimpin dan ulama Mekkah, dan mereka bersama sama menunggu. Sayangnya, tak seorang pun yang mengenali wajah Ibrahim sebelumnya.
Saat itu para penjaga kota Mekkah diutus untuk menunggu kedatangan sang sufi Ibrahim Ibn Adham. Hari yang ditunggu-tunggu datanglah. Ibrahim datang berjalan kaki menggunakan pakaian pengemis yang sangat kotor dengan wajah yang susah dikenali. Bertanyalah penjaga kota Mekkah kepada pengemis tersebut. “Apakah kamu mengenal Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang terkenal itu?”
Pengemis yang tak lain Ibrahim Ibn Adham pun menjawab: “Untuk apa kamu menanyakan si ahli bid'ah itu?”
Mendapat jawaban yang tidak sopan seperti itu, Penjaga kota Mekkah marah bukan main karena merasa ada seseorang yang menginjak harga diri seorang ulama besar rajanya kaum sufi. Penjaga tersebut memukuli Ibrahim berulangkali dan menyeretnya menghadap pemimpin Makkah.
Saat diinterogasi, jawaban yang keluar dari mulutnya tetap sama, “Untuk apa kalian menanyakan si ahli bid’ah itu?” Ibrahim pun masuk ruang penyiksaan dan disiksa karena dia dianggap menghina seorang ulama agung.
Apakah Ibrahim sedih? Ternyata tidak sama sekali. Dalam hatinya ia Ibrahim bersyukur diperlakukan demikian, ia berkata kepada dirinya sendiri, “Wahai Ibrahim, dulu waktu berkuasa kamu memperlakukan orang seperti ini. Sekarang, rasakanlah olehmu tangan-tangan penguasa ini.”
Banyak momentum spiritual didapatkan Ibrahim ibn Adham ketika dirinya direndahkan orang, dipukuli, disiksa sehingga dia bisa mengetahui kekeliruan dan inilah saatnya untuk memperbaiki diri. Kesendiriannya membawanya kepada rasa bersalah dan memohon ampun kepada Allah SWT menebus segala kesalahan dan kelalaian. Fakta yang buruk mengajarkan keikhlasan, kezuhudan, dan ketawadhuannya yang tak ternilai harganya.

MENYADARKAN ORANG LAIN, TERUSLAH ISTIQOMAH DI JALAN KEYAKINAN, SEBARKAN KEBAIKAN SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI DAN TUTUP SEGERA CELAH-CELAH DOSA DALAM DIRIMU…

Dan pada suatu hari, Ibrahim bin Adham didatangi seorang lelaki yang gemar melakukan maksiat. Lelaki tersebut bernama Jahdar bin Rabiah. Ia meminta nasehat kepada dirinya agar ia dapat menghentikan perbuatan maksiatnya. Ia berkata, “Ya Aba Ishak, aku ini seorang yang suka melakukan perbuatan maksiat. Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk menghentikannya.”
Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata, “Jika kamu mampu melaksanakan lima syarat yang kuajukan, maka aku tidak keberatan kau berbuat dosa.”
Mendengar jawaban laki-laki tersebut gembira dan dengan penuh rasa ingin tahu yang besar dia bertanya, “Apa saja syarat-syarat itu, ya Aba Ishak (Ibrahim ibn Adham)?”
“Syarat pertama, jika kau melaksanakan perbuatan maksiat, janganlah kau memakan rizki Allah”, ujarnya.
Lelaki itu mengernyitkan dahinya lalu berkata, “lalu aku makan dari mana? Bukankah segala sesuatu yang berada di bumi ini adalah rizki Allah?”
“Benar”, jawab ibrahim tegas. “Bila kau telah mengetahuinya, masih pantaskah kau memakan rizki-Nya sementara kau terus melakukan maksiat dan melanggar perintah-perintah-Nya?”
“Baiklah…”, jawab lelaki itu tampak menyerah, “Kemudian apa syarat yang kedua?”
“Kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di bumi-Nya”, kata Ibrahim lebih tegas lagi.
Syarat kedua ini membuat jahdar lebih kaget lagi. “Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku harus tinggal di mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?”
“Benar. Karena itu pikirkahlah baik-baik. Apakah kau masih pantas memakan rizki-Nya dan tinggal di bumi-Nya sementara kau terus berbuat maksiat?”, tanya Ibrahim.
“Kau benar Aba Ishak”, ucap Jahdar kemudian. “Lalu apa syarat yang ketiga?”, tanyanya dengan penasaran.
“Kalau kau masih juga bermaksiat kepada Allah, tetapi masih ingin memakan rizki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempat yang terembunyi agar tidak terlihat oleh-Nya.”
Syarat ini membuat lelaki itu terkesima.

Ya Aba Ishak, nasehat macam apakah semua ini? Mana mungin Allah tidak melihat kita?”
“Bagus! Kalau kau yakin Allah melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rizkNya, tinggal di buminya, dan terus melakukan maksiat kepada-Nya. Pantaskah kau melakukan semua itu?”, tanya Ibrahim kepada lelaki yang masih tampak membisu itu. Semua ucapan itu membuat Jahdar bin Rabiah tidak berkutik dan membenarkannya.
“Baiklah, ya Aba Ishak, lalu katakan sekarang apa syarat yang keempat?”
“Jika malaikatul maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belum mau mati sebelum bertobat dan melakukan amal shaleh.”
Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari semua perbuatan yang dilakukan selama ini. Ia kemudian berkata, “Tidak mungkin…. Tidak mungkin semua itu kulakukan”.
“Ya Abdallah (hamba Allah), bila kau tidak sanggup mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara apa kau dapat menghindari murka Allah?”
Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya syarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir. Ibrahim bin Adham untuk kesekian kalinya memberi nasehat kepada lelaki itu.
“Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat, janganlah kau bersedia ikut dengannya dan menjauhlah!”
Lelaki yang ada di hadapan Ibrahim bin Adham itu tampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasehatnya. Ia menangis penuh penyesalan. Dengan wajah penuh sesal, ia berkata, “cukup…cukup ya Aba Ishak! Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarnya. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar dan bertaubat nasuha kepada Allah”.
Lelaki itu memang menepati janjinya. Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia benar-benar berubah. Ia mulai menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyuk.

AGAR ILMUMU ADA POWERNYA, AGAR DOAMU DIKABULKAN ALLAH, AGAR KATA-KATAMU BERKAROMAH, INI SYARATNYA…

Suatu ketika Ibrahim bin Adham, melewati pasar yang ramai. Selang beberapa saat beliau pun dikerumuni banyak orang yang ingin minta nasehat. Salah seorang di antara mereka bertanya, “Wahai Guru! Allah telah berjanji dalam kitab-Nya bahwa Dia akan mengabulkan doa hamba-Nya. Kami telah berdoa setiap hari, siang dan malam, tapi mengapa sampai saat ini doa kami tidak dikabulkan?”
Ibrahim bin Adham diam sejenak lalu berkata, “Saudara sekalian. Ada 10 hal yang menyebabkan doa kalian tidak dijawab oleh Allah.
1. Pertama, kalian mengenal Allah, namun tidak menunaikan hak-hak-Nya.
2. Kedua, kalian membaca Al-Quran, tapi kalian tidak mau mengamalkan isinya.
3. Ketiga, kalian mengakui bahwa iblis adalah musuh yang sangat nyata, namun dengan suka hati kalian mengikuti jejak dan perintahnya.
4. Keempat, kalian mengaku mencintai Rasulullah, tetapi kalian suka meninggalkan ajaran dan sunnahnya.
5. Kelima, kalian sangat menginginkan surga, tapi kalian tak pernah melakukan amalan ahli surga.
6. Keenam, kalian takut dimasukkan ke dalam neraka, namun kalian dengan senangnya sibuk dengan perbuatan ahli neraka.
7. Ketujuh, kalian mengaku bahwa kematian pasti datang, namun tidak pernah mempersiapkan bekal untuk menghadapinya.
8. Kedelapan, kalian sibuk mencari aib orang lain dan melupakan cacat dan kekurangan kalian sendiri.
9. Kesembilan, kalian setiap hari memakan rezeki Allah, tapi kalian lupa mensyukuri nikmat-Nya.
10. Kesepuluh, kalian sering mengantar jenazah ke kubur, tapi tidak pernah menyadari bahwa kalian akan mengalami hal yang serupa.”

Setelah mendengar nasehat itu, orang-orang itu menangis.
Dalam kesempatan lain Ibrahim kelihatan murung lalu menangis, padahal tidak terjadi apa-apa. Seseorang bertanya kepadanya kenapa ia menangis. Ibrahim menjawab, “Saya melihat kubur yang akan saya tempati kelak sangat mengerikan, sedangkan saya belum mendapatkan penangkalnya. Saya melihat perjalanan di akhirat yang begitu jauh, sementara saya belum punya bekal apa-apa. Serta saya melihat Allah mengadili semua makhluk di Padang Mahsyar, sementara saya belum mempunyai alasan yang kuat untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan saya selama hidup di dunia.”

MENJAGA KEYAKINAN SECARA TEGUH TIDAK TERGOYAHKAN, TERUS MEWASPADAI JEBAKAN SETAN YANG ADA DALAM DIRI…

Pernah suatu hari beliau ditanya, “kenapa kamu keluar dari istana menjadi fakir miskin dan bekumpul dengan manusia miskin lainnya?”. Ibrahim bin Adham tidak langsung menjawab, beliau diam sejenak lalu menjawab, “Saya ingin memegang agamaku erat-erat dan menaruhnya di antara dadaku, saya lari membawa agamaku dari satu negara ke negara yang lain, siapapun yang melihat pasti ia mengira bahwa saya seorang pengembala atau orang gila, semuanya saya lakukan hanya untuk menjaga agamaku dari gangguan setan yang terkutuk. Saya ingin membawa imanku menuju keselamatan hingga menemui ajal”.
Ibrahim ibn Adham memilih hidup sederhana dan mencari nafkah melalui kerja kasar yang halal hingga beliau meninggal. Ibrahim bin Adham pernah berpesan seseorang tidak akan bisa sampai kederajat “sholeh” kecuali mampu menahan enam cobaan:
1. Hendaklah kamu menutup pintu gerbang kenikmatan dan membuka pintu gerbang kesulitan.
2. Hendaklah kamu menutup pintu gerbang kemasyhuran dan membuka pintu gerbang kehinaan
3. Hendaklah kamu menutup pintu gerbang hidup santai dan membuka pintu gerbang kerja keras
4. Hendaklah kamu menutup pintu gerbang tidur dan membuka pintu gerbang jaga tengah malam
5. Hendaklah kamu menutup pintu gerbang kekayaan dan membuka pintu gerbang kemiskinan
6. Hendaklah kamu menutup pintu gerbang cita-cita dan membuka pintu gerbang kesiapan menghadapi mati.

Syaqiiq al-Balkhi adalah teman Ibrahim bin Adham yang juga dikenal ahli ibadah, zuhud dan tinggi tawakalnya kepada Allah. Hingga pernah sampai pada tataran enggan untuk bekerja. Penasaran dengan keadaan temannya, Ibrahim bin Adham bertanya, “Apa sebenamya yang menyebabkan Anda bisa seperti ini?” Syaqiiq menjawab, “Ketika saya sedang dalam perjalanan di padang yang tandus, saya melihat seekor burung yang patah kedua sayapnya.
Lalu saya berkata dalam hati, aku ingin tahu, dari mana burung itu mendapatkan rizki. Maka aku duduk memperhatikannya dari jarak yang dekat. Tiba-tiba datanglah seekor burung yang membawa makanan di paruhnya. Burung itu mendekatkan makanan ke paruh burung yang patah kedua sayapnya untuk menyuapinya. Maka saya berkata dalam hati, “Dzat yang mengilhami burung sehat untuk menyantuni burung yang patah kedua sayapnya di tempat yang sepi ini pastilah berkuasa untuk memberiku rejeki di manapun aku berada.”
Maka sejak itu, aku putuskan untuk berhenti bekerja dan aku menyibukkan diriku dengan ibadah kepada Allah. Mendengar penuturan Syaqiiq tersebut Ibrahim berkata, “Wahai Syaqiiq, mengapa kamu serupakan dirimu dengan burung yang cacat itu? Mengapa Anda tidak berusaha menjadi burung sehat yang memberi makan burung yang sakit itu? Bukankah itu lebih utama? Bukankah Nabi bersabda, “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah?”
Sudah selayaknya bagi seorang mukmin memilih derajat yang paling tinggi dalam segala urusannya, sehingga dia bisa mencapai derajat orang yang berbakti? Syaqiiq tersentak dengan pernyataan Ibrahim dan ia menyadari kekeliruannya dalam mengambil pelajaran. Serta merta diraihnya tangan Ibrahim dan dia cium tangan itu sambil berkata, “Sungguh. Anda adalah Guruku, wahai Abu Ishaq (Ibrahim ibn Adham).”

TIAP MANUSIA SEPASTINYA JAUH DARI KESEMPURNAAN, KECUALI HANYALAH SATU MENYEMPURNAKAN CINTA KEPADA KEKASIH YANG PALING HAKIKI

Suatu ketika, selesai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke Mesjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram.
Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya.
Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. 4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.
“Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan ALLAH SWT,” kata malaikat yang satu. “Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram,” jawab malaikat yang satu lagi.
Ibrahim bin Adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT karena memakan sebutir kurma yang bukan haknya.
“Astaghfirullahal adzhim” Ibrahim beristighfar.
Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya. Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda.

“4 bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang?” tanya Ibrahim.
“Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma” jawab anak muda itu.
“Innalillahi wa innailaihi roji’un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?”. Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat. “Nah, begitulah” kata ibrahim setelah bercerita, “Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?”.
“Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatasnamakan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya.”
“Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu.”
Setelah menerima alamat, Ibrahim bin Adham pergi menemui. Walau berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim. 4 bulan kemudian, Ibrahim bin Adham sudah berada dibawah kubah Sakhra.
Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap.
“Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain.”
“O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat halalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas.”

BERJUANG SAMPAI TITIK DARAH TERAKHIR DAN MENUNGGU RAHMAT ALLAH SWT…

Seorang raja kaya dengan istananya yang megah gemilang. Kemegahannya saat itu belum ada yang menandinginya. Meskipun hidup bergelimang harta dan kekuasaan tidak membuat hati beliau lalai. Bahkan beliau terkenal sebagai orang yang taat beribadah dan sangat penyantun terhadap sesama terlebih kepada orang-orang miskin di negerinya. Setiap Jum’at dikumpulkan para fakir miskin di depan istananya dan ditaburkannya uang dirham ke halaman istana. Ia juga gemar memberi hadiah bagi orang-orang yang dianggap berjasa serta memberi zakat dan shadaqah jariyah pada hari-hari tertentu. Ibrahim bin Adham, dikenal orang tak pernah duduk dengan menumpangkan kakinya. Seorang muridnya pernah bertanya, “Wahai Guru, mengapa kau tak pernah duduk dengan bertumpang kaki?” “Aku pernah melakukan itu satu kali,” jawab Ibrahim, “Tapi kemudian aku dengar sebuah suara dari langit: Hai Anak Adham, apakah seorang hamba duduk seperti itu di hadapan tuannya?” Aku segera duduk tegak dan memohon ampun.”…
Itulah sopan santun manusia di hadapan Tuhannya. Menjaga benar hatinya agar tiada apapun dihatinya selain ALLAH. Laa Ilaha Ilallah Muhammadar Rasulullah. Tiada tuhan selain Allah. Tiada aku/ego/diri lagi di dalam hati kecuali disana ada ALLAH yang bersemayam satu-satunya.

Selasa, 12 April 2016

Kumpulan Shalawat Nabi

Sholawat Nariyah

اللهم صل صلاة كاملة، وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذى تنحل به العقد، وتنفرج به الكرب، وتقضى به الحوائج، وتنال به الرغائب، وحسن الخواتم وسيتشقى الغمام بوجهه الكريم، وعلى أله وصحبه فى كل لمحة ونفس بعدد كل معلوم لك 

Allohumma sholli ‘sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taaamman ‘ala sayyidina Muhammadinilladzi tanhallu bihil ‘uqodu wa tanfariju bihil qurobu wa tuqdho bihil hawaaiju wa tunalu bihir roghooibu wa husnul khowaatimu wa yustasqol ghomamu biwajhihil kariem wa ‘ala aalihi wa shohbihi fie kulli lamhatin wa nafasim bi’adadi kulli ma’lumin laka

Artinya : Ya Alloh berilah sholawat dengan sholawat yang sempurna dan berilah salam dengan salam yang sempurna atas penghulu kami Muhammad yang dengannya terlepas segala ikatan, lenyap segala kesedihan, terpenuhi segala kebutuhan, tercapai segala kesenangan, semua diakhiri dengan kebaikan, hujan diturunkan, berkat dirinya yang pemurah, juga atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dalam setiap kedipan mata dan hembusan nafas sebanyak hitungan segala yang ada dalam pengetahuanMU

Sholawat ini pernah diijazahkan oleh ustadz Mawardi, salah seorang muthowwif jamaah hajji Tazkia yang sudah menetap lama di Saudi. Sholawat ini hendaknya dibaca 11 kali setelah sholat fardhu. Sholawat ini banyak faedahnya

Belakangan setelah beberapa waktu berlalu saya membaca kitab terjemahan Afdhal al Salawat ‘ala Sayyid as Sadat karangan Yusuf bin Ismail an Nabhani (diterjemahkan oleh Muzammal Noer dengan judul Bershalawat untuk mendapat keberkahan hidup, dengan penerbit Mitra Pustaka, Cetakan I Desember 2003 hal 302)

Imam Ad Dinawari berkata : Siapa saja membaca shalawat setiap selesai sholat sebanyak 11 kali dan ia menjadikannya sebagai bacaan rutin maka rizkinya tidak akan pernah putus dan ia mendapatkan derajat yang tinggi…

         SHALAWAT IBRHIMIYAH

Sholawat ini terdapat dalam bacaan tasyahud akhir shalat.
Imam Nawawi berkata: Bahwa Sholawat ini dinamakan sholawat Ibrahimiyah karena sholawat tersebut merupakan bentuk sholawat yang paling utama, banyak menimbulkan pengaruh yang besar sekali apabila dibaca tiap-tiap hari secara istiqomah, terutama, bagi yang mempunyai keinginan besar untuk menunaikan ibadah haji, maka perbanyaklah membaca sholawat ini secara istiqomah, karena sholawat ini diajarkan oleh Rasuluuah saw. Adapun kalimatnya yaitu :

ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMADIN KAMAA SHALLAITA ‘ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIIMA WA’ALAA AALI SAYYIDINAA IBRAHIIA WABAARIK ‘ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMADIN KAMAA BAARAKTA ‘ALAA SAYYIDINAA ’ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIMA WA ‘ALAA AALI SAYYIDINA IBRAAHIMA, FIL ‘AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIIDUN.

Artinya : Ya Allah , berilah kasih saying kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberi kasih sayangmMu kepada junjungan kita Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan berkatilah kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberkati junjungan kita nabi Ibrahim dan kelurganya diantara makhluk makhlukmu, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.

        SHALAWAT NURIL ANWAR

Back

Kumpulan Sholawat Nabi (Semua Sholawat Nabi Ada Disini)

 

by agung santoso on Mon 13 Jun 2011, 22:34

Assalamu'alaikum wr wb
ayo saudara-saudari sekalian mari kita kumpulkan berbagai Sholawat Rasul disini...Insya Allah akan menambah manfaat bagi kita semua...

Saya mulai duluan yah  

Sholawat Nariyah

اللهم صل صلاة كاملة، وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذى تنحل به العقد، وتنفرج به الكرب، وتقضى به الحوائج، وتنال به الرغائب، وحسن الخواتم وسيتشقى الغمام بوجهه الكريم، وعلى أله وصحبه فى كل لمحة ونفس بعدد كل معلوم لك 

Allohumma sholli ‘sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taaamman ‘ala sayyidina Muhammadinilladzi tanhallu bihil ‘uqodu wa tanfariju bihil qurobu wa tuqdho bihil hawaaiju wa tunalu bihir roghooibu wa husnul khowaatimu wa yustasqol ghomamu biwajhihil kariem wa ‘ala aalihi wa shohbihi fie kulli lamhatin wa nafasim bi’adadi kulli ma’lumin laka

Artinya : Ya Alloh berilah sholawat dengan sholawat yang sempurna dan berilah salam dengan salam yang sempurna atas penghulu kami Muhammad yang dengannya terlepas segala ikatan, lenyap segala kesedihan, terpenuhi segala kebutuhan, tercapai segala kesenangan, semua diakhiri dengan kebaikan, hujan diturunkan, berkat dirinya yang pemurah, juga atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dalam setiap kedipan mata dan hembusan nafas sebanyak hitungan segala yang ada dalam pengetahuanMU

Sholawat ini pernah diijazahkan oleh ustadz Mawardi, salah seorang muthowwif jamaah hajji Tazkia yang sudah menetap lama di Saudi. Sholawat ini hendaknya dibaca 11 kali setelah sholat fardhu. Sholawat ini banyak faedahnya

Belakangan setelah beberapa waktu berlalu saya membaca kitab terjemahan Afdhal al Salawat ‘ala Sayyid as Sadat karangan Yusuf bin Ismail an Nabhani (diterjemahkan oleh Muzammal Noer dengan judul Bershalawat untuk mendapat keberkahan hidup, dengan penerbit Mitra Pustaka, Cetakan I Desember 2003 hal 302)

Imam Ad Dinawari berkata : Siapa saja membaca shalawat setiap selesai sholat sebanyak 11 kali dan ia menjadikannya sebagai bacaan rutin maka rizkinya tidak akan pernah putus dan ia mendapatkan derajat yang tinggi…

by agung santoso on Mon 13 Jun 2011, 22:38

SHALAWAT IBRAHIMIYAH

See the image

Sholawat ini terdapat dalam bacaan tasyahud akhir shalat.
Imam Nawawi berkata: Bahwa Sholawat ini dinamakan sholawat Ibrahimiyah karena sholawat tersebut merupakan bentuk sholawat yang paling utama, banyak menimbulkan pengaruh yang besar sekali apabila dibaca tiap-tiap hari secara istiqomah, terutama, bagi yang mempunyai keinginan besar untuk menunaikan ibadah haji, maka perbanyaklah membaca sholawat ini secara istiqomah, karena sholawat ini diajarkan oleh Rasuluuah saw. Adapun kalimatnya yaitu :

ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMADIN KAMAA SHALLAITA ‘ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIIMA WA’ALAA AALI SAYYIDINAA IBRAHIIA WABAARIK ‘ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMADIN KAMAA BAARAKTA ‘ALAA SAYYIDINAA ’ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIMA WA ‘ALAA AALI SAYYIDINA IBRAAHIMA, FIL ‘AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIIDUN.

Artinya : Ya Allah , berilah kasih saying kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberi kasih sayangmMu kepada junjungan kita Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan berkatilah kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberkati junjungan kita nabi Ibrahim dan kelurganya diantara makhluk makhlukmu, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.

by agung santoso on Mon 13 Jun 2011, 22:41

SHALAWAT NURIL ANWAR 

See the image

Allahumma shalli 'alaa nuuril anwaari wasirril asraari, watiryaaqil aghyaari wamiftaahi baabil yasaari, sayyidinaa wamaulaana Muhammadinil muhtaari wa aalihil ath haari wa ash haabihil ahyaari 'adada ni'amillaahi wa ifdhaalih.

Artinya :

Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada cahaya dari segala cahaya, rahasia dari segenap rahasia, penawar duka dan kebingungan, pembuka pintu kemudahan, yakni junjungan kami, Nabi Muhammad saw yang terpilih, keluarganya yang suci dan para sahabatnya yang mulia sebanyak hitungan nikmat Allah SWT dan karunia Nya

Keutamaan dan khasiat sholawat Nurul anwar :

Sholawat ini bersumber dari wali quthub Sayyid Ahmad al Badawi ra. menurutnya, keutamaan dan kegunaannya sholawat ini adalah :

* Jika dibaca setiap selesai shalat fardhu, maka akan terhindar dari segala mara bahaya dan memperoleh rizki dengan mudah
* Jika dibaca 7 kali sebelum tidur, insya Allah akan terhindar dari sihir yang dilakukan orang jahat
* Jika dibaca 100 kali sehari semalam, akan memperoleh cahaya Illahi, menolak bencana, mendapat rizki lahir batin


           SHALAWAT AT TAAJJIYYAH


اَللَهُمَّ صَلِّ وَسَّلِمْ وَبَارِكْ وَكَرِّمْ . بِقُدْرِعَظَمَةِ ذَاتِكَ الْعَلِيَّةِ . فِى كُلِّ وَقـْتٍ وَحِيْنٍ اَبَدًا . عَدَدَمَاعَلِمْتَ وَزِنَةَ مَاعَلِمْتَ وَمِلْءَ مَاعَلِمْتَ . عَلىَ سَيـِّدِنَاوَمَوْ لاَنَامُحَمَّدٍ . وَعَلَى آلِ سَيـِّدِنَاوَمَوْ لاَنَامُحَمَّدٍ . صَاحِبِ التَّاجِ وَالْمِعْرَاجِ وَالْبُرَاقِ وَالْعَلَمِ . وَدَافِعِ الْبَلاَءِ وَالْوَبَاءِ وَالْمَرَضِ وَاْلاَ لَمِ . جِسْمُهُ مُطَهَّرٌ مُعَطَّرٌ مُنَوَّرٌ . مَنِ اسْمُهُ مَـْكتُوْبٌ مَرْفُوْعٌ مَوْضُوْعٌ عَلَى اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ . شَمْسِ الضُّحَى بَدْرِالدُّجَى نُوْرِالْهُدَى مِصْبَاحِ الظُّـلَمِ . اَبِى اْلقَاسِمِ سَيِّدِ اْلكَوْ نَيْنِ وَشَفِيْعِ اْلثَّّـقَلَيْنِ . اَبِى اْلقَاسِمِ سَيِّدِ نَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِاللهِ سَيِّدِاْلعَرَبِ وَاْلعَجَمِ . نَبِيِّ اْلحَرَمَيْنِ مَحْبُوْبٌ عِنْدَرَبِّ اْلمَشْرِقـَيْنِ وَاْلمَغْرِبَيْنِ . يَاأََيـُّهَااْلمُشْـتَاقـُوْنَ لِنُوْرِجَمَالِه صَلـُّـْواعَلَيْهِ وَسَـلِّمُوْاتَسْلِيْمًا
.



Allahumma sholli wassalim wabarik wa kariim. Biqudri’adzamati zatikal ‘aliyyah. Fiikulli waqtiwahiinin abadan. ‘adada ‘alimta wazinata ma’alimta wamil ‘amaa ‘alimta. ‘alaa sayyidinaa wamaulaanaa muhammadi. Wa’alaa ali sayyidinaa wamaulanaa muhammadi. Sohibittajiwal mi’raaji walburaaqi wal’alam. Wadaafi’il bala’I wal waba’I walmaradhi wal alam. Jismuhu muthohharun munawwarun. Manismuhu maktuubumar fuu’umau dhuu’un ‘alaallau hi walqalam. Syamsidhuhaa badriddujaa nuuril hudaa mishbaa hizhzhulam. Abilqoosimi sayyidil kaunayni wa syafii’sysyaqolayn. Abiil qasimi sayyidinaa muhammadibni ‘abdillahi sayyidil ‘arabi wal’ajam. Nabiyyal haramayni mahbuubun ‘indarabbil masyriqoyni wal maghribayn. Yaa ‘ayyuhal musytaquuna linuuri jamalih sholluu ‘alayhi wasallamuutasliima.

(Ya Allah, Limpahkanlah Shalawat dan salam, berikanlah keberkatan dan kemuliaan, sebesar keagungan Dzat-Mu Yang Maha Tinggi, di setiap waktu dan kesempatan, selama-lamanya, sebanyak bilangan yang Engkau ketahui, sebesar bilangan segala yang Engkau ketahui, dan sepenuh bilangan segala yang Engkau ketahui, kepada junjungan dan pemimpin kami Muhammad saw, pemilik mahkota, Nabi yang (diistimewakan dengan) Mi’raj, kendaraan Buraq dan dengan bendera (Liwa’ al-Hamd). Nabi yang jasadnya suci dan disucikan, beraroma harum semerbak dan bercahaya. Nabi yang namanya ditinggalkan dan terpampang di Lauh al-Mahfuz dan Qalam. Matahari diwaktu Dhuha, purnama dikegelapan malam, cahaya petunjuk, pelita kegelapan, Abi al-Qasim, pemimpin dua alam dan pemberi syafaat bagi jin dan manusia. Nabi dari dua tanah haram, yang dicintai Tuhan penguasa Masyriq dan Maghrib. Wahai siapa yang merindukan (untuk melihat) cahaya keindahannya, ucapkanlah shalawat dan salam kalian kepadanya)

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ بِجَمِيْعِ الصَّلَوَاتِ كُلِّهَاعَدَدَمَافِى عِلْمِ اللهِ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَالِه وَمَنْ وَالاَهُ فِى كُلِّ لَحْظَةٍ اَبَدًا بِكُلِّ لِسَانٍ لاِ َهْلِ اْلمَعْرِفَةِ بِالله (ثَلاَ ثًا) عَدَدَ خَـْلقِكَ وَرِضَى نَفْسِكَ وَزِنَةَ عَرْشِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ.

.[/b]

Allahumma sholly wasallim bijamii’isholawati kullihaa ‘adada mafii ‘ilmillahi ‘alaa sayyidinaa muhammadin waalihi waman walahufikulli lahzhotin abadan bikulli lisanin li ahlil ma’rifatibillah….(3x). ‘adada kholqika wa ridho nafsika wa zinata ‘arsyika wamidaa dakalimatika 

(Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam, dengan segenap shalawat yang ada didalam ilmu Allah, atas junjungan kami Muhammad saw dan keluarganya serta orang-orang yang mengikutinya. Dalam setiap waktu, selam-lamanya, dengan segala bentuk ungkapan orang-orang yang telah mengenal Allah swt (ahli ma’rifah) (3 kali), sebanyak bilangan makhluk-Nya, Keridhoan diri-Nya sebesar keagungan arsy-Nya dan sebanyak bilangan tinta kalimat-Nya.)

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَعَلَى الِـ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَاْلاَصْحَابِ صَلاَ ةً وَسَلاَمًا تَرْفَعُ بِهِمَا بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ الْحِجَابُ وَتُدْ خِلَنِىْ بِهِمَاعَلَيْهِ مِنْ اَوْسَعِ بَابٍ وَتَسْقِيْنِيْ بِهِمَا بِيَدِهِ الشَّرِْيفَةِ اَعْذَبَ اْلكُؤُ ْوسِ مِنْ أَحْلَى شَرَابٍ ( ثَلاَ ثَ ) عَدَدَ خَـْلقِكَ وَرِضَى نَفْسِكَ وَزِنَةَ عَرْشِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ.
.


Allahuma sholly wasallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa’alaa ali sayyidinaa muhammadin wal ashhabisholaatan wasalaaman tarfa’u bihimaa bainii wabainahul hijabu watud khilanii bihimaa ‘alayhi min awsa’i baabiwa tasqiinii bihimaa biadihishsharii fati a’dzobal ku’uusi min ‘ahla syaraabi ...3x
‘adada kholqika wa ridho nafsika wa zinata ‘arsyika wamidaa dakalimatika 


(Ya Allah, Limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjungan kami Muhammad dan keluarganya serta para sahabatnya. Shalawat dan salam yang dengannya Engkau angkat hijab yang mendidindingi diriku dengannya, kau masukan aku kedalam pintu yang paling lebar, dan kau tuangi aku dengan tangan yang mulia dan dari cawan yang terindah, semurni-murni dan serta semanis-manis minuman, sebanyak bilangan makhluk-Nya, keridhan dari-Nya, sebesar keagungan arsy-Nya dan sebanyak bilangan tinta kalimat-Nya.)