Jumat, 25 September 2015

Catatan Banawa Sekar

Catatan Banawa Sekar

Oleh : Deddy Endarto

Sebuah skenario besar terjadi, disadari atau tidak oleh mereka yang hadir di lingkungan Pendopo Agung Trowulan. Malam itu adalah saat yang tepat pagi pemulangan yoni (kekuatan spiritual) dua pataka yang saat itu dipingit di Keraton Kahuripan (lingkungan Candi Jedong) : SANG HYANG BARUNA dan SANG HYANG ANTABOGA. Menurut berita yang saya terima, seharusnya itu terlaksana sekitar jam 24.00 tengah malam, tetapi tiba-tiba rencana itu berubah karena pendukung ritual sudah dianggap cukup adanya.
SANG HYANG ANTABOGA, yang merupakan Pataka Nagari dari kekuatan armada militer darat, pulang terlebih dahulu pada sekitar jam 18.10 menuju basis lamanya: Candi Kedaton (Sumur Upas). SANG HYANG BARUNA, yang merupakan Pataka Nagari dari kekuatan armada militer laut, pulang berikutnya sekitar pukul 22.05 menuju titik situs Rsi Maudara yang terletak diantara Situs Kolam Segaran dengan Situs Balong Bunder. Kedua kepulangan tersebut ditandai dengan hujan cukup deras di area sekitar lokasi. hal ini sempat membuat panitia acara BANAWA SEKAR sedikit kalang kabut mengamankan peralatan elektronis, karena tidak memprediksi “hujan salah waktu” itu.


Yang luar biasa adalah pada saat yang sama ada acara BANAWA SEKAR yang diselenggarakan oleh Jamaah Maiyah Nusantara yang mengambil tempat di lapangan parkir Pendopo Agung Trowulan dan sarasehan budaya di dalam pendoponya. Mereka yang hadir terdiri dari berbagai lapisan dan golongan masyarakat yang menyatu dan mendengarkan berita tentang “Majapahit adalah masa depan Indonesia”. Saya harus akui ketajaman rasa dari Mas Agus Sunyoto dan Mas Emha Ainun Najib dalam membaca kejadian ini. Secara sadar beliau berdua mengungkap sejarah tentang era kebesaran Majapahit ditandai kebijakan negara melakukan dua sekaligus strategi, yakni maritim dan agraris. Dua tema yang wajib dilakukan serentak oleh pemimpin Indonesia berikutnya, sesuai dengan dua pataka nagari yang pulang kandang: Naga penjaga lautan dan Naga penguasa perut bumi. Beliau berdua juga menyinggung kelahiran para Ksatria Garuda yang dipersiapkan mengawal kejayaan negeri. Mas Emha juga membakar semangat yang hadir dengan meneriakkan, “Kalian  ini harus perkasa karena Garuda, bukannya burung Emprit”.
Sadar atau tidak, kekuatan massa yang berkumpul dalam satu niatan suci serta lantunan doa ternyata mampu menjadi jembatan spiritual kepulangan pataka lebih cepat. Terima kasih saya ucapkan kepada panitia Banawa Sekar yang telah memberi energi dan rasa nasionalisme pada Bangsa ini. Matur nuwun terutama kagem Mas Agus Sunyoto dan Mas Emha Ainun Najib plus Kiai Kanjeng beserta Jamaah Maiyah Nusantara.

Deddy Endarto

Juni 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar