Rabu, 27 November 2013

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani -(Bagian I)

Perjalanan Spiritual Shaykh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani -(Bagian I)
(Dari buku : The Naqshbandi Sufi
Way, History
Oleh : Syaikh Muhammad Hisham
Kabbani, 1995)
Beliau dilahirkan di Larnaca,
Siprus, pada hari Minggu, tanggal
23 April 1922 – atau 26 Shaban
1340 H. Dari sisi ayah, beliau
adalah keturunan Abdul Qadir
Jailani, pendiri thariqat Qadiriah.
Dari sisi ibunya, beliau adalah
keturunan Jalaluddin Rumi,
pendiri thariqat Mawlawiyyah,
yang juga merupakan keturunan
Hassan-Hussein (as ) cucu Nabi
Muhammad saw. Selama masa kanak-kanak di Siprus, beliau selalu duduk bersama
kakeknya, salah seorang syaikh thariqat Qadiriah untuk belajar spiritualitas dan
disiplin. Tanda-tanda luar biasa telah nampak pada syaikh Nazim kecil, tingkah lakunya
sempurna. Tidak pernah berselisih dengan siapapun, beliau selalu tersenyum dan
sabar. Kedua kakek dari pihak ayah dan ibunya melatih beliau pada jalan spiritual.
Ketika remaja, Shaykh Nazim sangat diperhitungkan karena tingkat spiritualnya yang
tinggi. Setiap orang di Larnaca mengenal beliau, karena dengan umur yang masih amat
muda mampu menasihati orang-orang, meramal masa depan dan dengan spontan
membukanya. Sejak umur 5 tahun sering ibundanya mencarinya, dan didapati beliau
sedang berada didalam masjid atau di makam Umm Hiram, salah satu sahabat Nabi
Muhammad (saw) yang berada di sebelah masjid. Banyak sekali turis mendatangi makam
tersebut karena tertarik akan pemandangan sebuah batu yang tergantung diatas makam
itu.
Ketika sang ibu mengajaknya pulang, beliau mengatakan :
” Biarkan aku disini dengan Umm Hiram, beliau adalah leluhur kita.”
Biasanya terlihat syaikh Nazim sedang berbicara, mendengarkan dan menjawab seperti
berdialog dengannya. Bila ada yang mengusiknya, beliaukatakan :
“ Biarkan aku berdialog dengan nenekku yang ada di makam ini.”
Ayahnya mengirim beliau ke sekolah umum pada siang hari dan sorenya belajar ilmu-
ilmu agama. Beliau seorang yang jenius diantara teman-temannya.Setelah tamat
sekolah ( setara SMU ) syaikh Nazim menghabiskan malam harinya untuk mempelajari
thariqat Mawlawiyyah dan Qadiriah. Beliau mempelajari ilmu Shariah, Fiqih, ilmu tradisi,
ilmu logika dan Tafsir Qur’an. Beliau mampu memberikan penjelasan hukum tentang
masalah-masalah Islam secara luas. Beliau juga mampu berbicara bagi orang-orang dari
segala tingkatan spiritual. Beliau di beri kemampuan untuk menjelaskan masalah-masalah
yang sulit dalam bahasa yang jelas dan mudah.
Setelah tamat SMA di Siprus, syaikh Nazim pindah ke Istambul pada tahun 1359 H / 1940,
dimana kedua saudara laki-laki dan seorang saudara perempuannya tinggal. Beliau
belajar tehnik kimia di Universitas Istambul, di daerah Bayazid. Pada saat yang sama
beliau memperdalam hukum Islam dan bahasa Arab pada guru beliau, syaikh Jamaluddin
al-Lasuni, yang meninggal pada th 1375 H / 1955 M. Shaykh Nazim meraih gelar sarjana
pada tehnik kimia dengan hasil memuaskan dibanding teman-temannya. Ketika
Professor diuniversitasnya memberi saran agar melakukan penelitian, beliau katakan,”
Saya tidak tertarik dengan ilmu modern. Hati saya selalu tertarik pada ilmu-ilmu
spiritual.”
Selama tahun pertama di Istambul, beliau bertemu dengan guru spiritual pertamanya,
Shaykh Sulayman Arzurumi, seorang syaikh dari thariqat Naqsybandi yang meninggal
pada th. 1368 H / 1948 M. Sambil kuliah syaikh Nazim belajar pada beliau sebagai
tambahan dari ilmu thariqat yang telah dimilikinya yaitu Mawlawiyyah dan
Qadiriah. Biasanya beliau akan terlihat di masjid sultan Ahmad, bertafakur sepanjang
malam.
SyaikhNazim menuturkan :
“Disana aku menerima barakah dan kedamaian hati yang luar biasa. Aku shalat subuh
bersama kedua guruku, Shaykh Sulayman Arzurumi dan shaykh Jamaluddin al-
Lasuni. Mereka mengajariku dan meletakkan ilmu spiritual dalam hatiku. Aku mendapat
banyak penglihatan spiritual agar pergi menuju Damaskus, tapi hal itu belum
diizinkan. Sering aku melihat Nabi Muhammad memanggilku menuju ke
hadapannya. Ada hasrat yang mendalam agar aku meninggalkan segalanya dan untuk
pindah menuju kota suci Nabi.
Suatu hari ketika hasrat hati ini semakin kuat, aku diberi “penglihatan”
itu.Guruku , Shaykh Sulayman Arzurumi datang dan menepuk pundakku sambil
mengatakan,’Sekarang sudah turun izin. Rahasia-rahasia, amanat, dan ajaran spiritualmu
bukan ada padaku. Aku menahanmu karena amanat sampai engkau siap bertemu dengan
guru sejatimu yang juga guruku sendiri yaitu Syaikh Abdullah ad-Daghestani. Beliau
pemegang kunci-kuncimu. Temui beliau di Damaskus. Izin ini datang dariku dan berasal
dari Nabi.’ ( Shaykh Sulayman Arzurumi adalah salah satu dari 313 awliya thariqat
Naqsybandi yang mewakili 313 utusan. )
Bayangan itupun berakhir. Aku mencari guruku untuk menceritakan pengalaman itu. Dua
jam kemudian aku melihat syaikh menuju masjid, aku berlari menghampirinya. Beliau
membuka kedua tangannya dan berkata,
” Anakku, bahagiakah engkau dengan penglihatan itu ?” Aku sadar bahwa beliau juga
telah mengetahui segalanya. “Jangan tunggu lagi, segera berangkat ke Damaskus.” Beliau
bahkan tidak memberiku alamat atau informasi lain, kecuali sebuah nama : Syaikh
Abdullah ad-Daghestani di Damaskus.
Dari Istambul ke Aleppo aku naik kereta. Selama perjalanan aku masuk dari satu masjid
ke masjid lain, shalat, duduk dengan para ulama dan menghabiskan waktu untuk ibadah
dan tafakur.
Kemudian aku menuju Hama, kota kuno mirip Aleppo. Aku berusaha untuk langsung
menuju Damaskus, namun mustahil. Perancis yang saat itu menduduki Damaskus sedang
mempersiapkan diri akan serangan pihak Inggris. Jadi aku pergi ke Homs dimana ada
makam Khalid bin walid, sahabat Nabi. Ketika aku memasuki masjid untuk shalat,
seorang pelayan mendatangiku dan mengatakan :
‘ Aku bermimpi tadi malam, Nabi mendatangiku. Beliau mengatakan : “Salah satu cucuku
akan datang esok hari. Jagalah dia demi aku.” Beliau memberi petunjuk bagaimana ciri-
ciri cucu beliau yang sekarang aku lihat semuanya ada pada dirimu.’
Dia memberiku sebuah kamar didalam masjid itu dimana aku menetap selama
setahun. Aku tidak pernah keluar kecuali untuk shalat dan duduk ditemani 2
ulama Homs yang mumpuni, mereka mengajar bacaan Al-Qur’an, tafsir, fiqih dan tradisi-
tradisi Islam. Mereka adalah Shaykh Muhammad Ali Uyun as-Sud dan shaykh Abdul Aziz
Uyun as-Sud. Disana, aku juga mengikuti pelajaran-pelajaran dari dua syaikh Naqsybandi,
Shaykh Abdul Jalil Murad dan Shaykh Said as-Suba’i.Hatiku semakin menggebu untuk
segera tiba di Damaskus, namun karena perang masih berkecamuk maka kuputuskan
untuk menuju Tripoli di Lebanon, dari sana menuju Beirut lalu ke Damaskus lewat jalur
yang lebih aman.
Pada tahun 1364 AH / 1944 M, Syaikh Nazim pergi ke Tripoli dengan bis. Bis ini membawa
beliau sampai ke pelabuhan yang masih asing, dan tidak seorangpun dikenalnya. Ketika
berjalan mengelilingi pelabuhan, beliau melihat seseorang dari arah berlawanan. Orang
itu adalah Mufti Tripoli yang bernama Shaykh Munir al-Malek. Beliau juga merupakan
shaykh atas semua thariqat sufi dikota itu.
“ Apakah kamu shaykh Nazim ? aku bermimpi dimana Nabi mengatakan, ‘Salah satu
cucuku tiba di Tripoli.’ Beliau tunjukkan gambaran sosokmu dan menyuruhku mencarimu
di kawasan ini. Nabi menyuruhku agar menjagamu. “
Syaikh Nazim memaparkan hal ini :
Aku tinggal dengan syaikh Munir al-Malek selama sebulan. Beliau mengatur perjalananku
menuju Homs untuk kemudian dilanjutkan ke Damaskus. Aku tiba di Damaskus pada hari
Jum’at th. 1365 H / 1945 awal tahun Hijriah. Aku tahu bahwa Syaikh Abdullah ad-
Daghestani tinggal di wilayah Hayy al-Maidan, dekat dengan makam Bilal al-Habashi dan
banyak keturunan dari keluarga Nabi. Sebuah daerah kuno yang penuh dengan
monumen-monumen bersejarah.
Akupun tidak tahu yang mana rumah syaikh Abdullah. Sebuah penglihatan datang ketika
aku berdiri di pinggir jalan; syaikh keluar dari rumahnya dan memanggilku untuk
masuk. Penglihatan itu segera lenyap, dan tetap tak kulihat siapapun di jalanan. Keadaan
tampak senyap akibat invasi orang-orang Perancis dan Inggris. Penduduk ketakutan dan
bersembunyi didalam rumah masing-masing.Aku sendirian dan mulai berkontemplasi
didalam hati untuk mengetahui yang mana rumah syaikh Abdullah. Sekilas gambaran itu
muncul, sebuah rumah dengan sebuah pintu yang spesifik. Aku berusaha mencari sampai
akhirnya ketemu. Ketika akan kuketuk, syaikh membuka pintu rumah menyambutku,
” Selamat datang anakku, Nazim Effendi.”
Penampilannya yang tidak biasa segera menarik hatiku. Tidak pernah aku bertemu
dengan syaikh yang seperti itu sebelumnya. Cahaya terpancar dari wajah dan
keningnya. Kehangatan yang berasal dari dalam hatinya dan dari senyuman di
wajahnya. Beliau mengajakku ke lantai atas dengan menaiki tangga didalam
kamarbeliau , “ Kami sudah menunggumu.”
Didalam hati, aku sangat bahagia bersamanya, namun masih ada hasrat untuk
mengunjungi kota Nabi. Aku bertanya pada beliau,
” Apa yang harus kulakukan ?” Beliau menjawab,” Besok akan aku beri jawaban, sekarang
waktumu untuk istirahat !” Beliau menawari makan malam lalu kami shalat Isya
berjamaah, kemudian tidur.
Pagi-pagi sekali beliau membangunkan aku untuk melakukan shalat. Tidak pernah aku
merasakan kekuatan luar biasa seperti cara beliau beribadah. Aku merasa sedang berada
dihadapan Ilahi dan hatiku semakin tertarik akan beliau. Kembali sebuah ‘penglihatan’
terlintas. Aku melihat diriku sendiri menaiki sebuah tangga dari tempat kami shalat
menuju ke Bayt al-Mamur, Ka’bah surgawi, setingkat demi setingkat. Setiap tingkat yang
kulalui adalah maqam yang diberikan syaikh kepadaku. Di setiap maqam aku menerima
pengetahuan didalam hatiku yang sebelumnya tidak pernah aku dengar ataupun aku
pelajari. Kata-kata, frase, kalimat diletakkan sekaligus dalam cara yang indah, di alirkan
menuju ke dalam hatiku, dari maqam ke maqam sampai terangkat menuju Bayt al-
Makmur. Disana aku melihat 124.000 (seratus dua puluh empat ribu) Nabi-nabi berbaris
melakukan shalat, dan Nabi Muhammad sebagai imamnya.
Aku melihat 124.000 ( seratus dua puluh empat ribu ) sahabat Nabi yang berbaris
dibelakang beliau. Aku melihat 7007 ( tujuh ribu tujuh ) awliya thariqat Naqsybandi
berdiri dibelakang mereka sedang shalat. Aku juga melihat 124.000 ( seratus dua puluh
empat ribu ) awliya thariqat lain berbaris melaksanakan shalat.
Sebuah tempat sengaja disisakan untuk dua orang tepat disebelah Abu Bakr as-
Siddiq. Grandsyaikh mengajakku menuju tempat itu dan kamipun shalat subuh. Suatu
pengalaman beribadah yang sangat indah. Ketika Nabi memimpin shalat itu, bacaan yang
dikumandangkan beliau sungguh syahdu. Tidak ada kata-kata yang mampu melukiskan
pengalaman itu, sesuatu yang Ilahiah.
Begitu shalat selesai, penglihatan itupun berakhir, tepat ketika syaikh menyuruhku untuk
melakukan adhan subuh. Beliau shalat didepan dan aku dibelakangnya. Dari arah luar
aku mendengar suara peperangan antar 2 pihak pasukan tentara. Grandsyaikh segera
mem-baiat-ku didalam thariqat Naqsybandi, kata beliau : ‘Anakku, kami punya kekuatan
untuk bisa membuat seorang murid mencapai maqamnya dalam waktu sedetik
saja.’ Sambil melihat ke arah hatiku, kedua mata beliau berubah dari kuning menjadi
merah, lalu berubah putih, kemudian hijau dan akhirnya hitam. Perubahan warna itu
berhubungan dengan ilmu-ilmu yang di pancarkan pada hatiku.
Pertama adalah warna kuning yang menunjukkan maqam ‘qalbu’. Beliau alirkan segala
jenis pengetahuan eksternal yang diperlukan untuk melaksanakan kehidupan manusia
sehari-hari.
Yang kedua adalah maqam ‘rahasia/Sirr’, pengetahuan dari seluruh 40 thariqat yang
berasal dari Ali bin Abi Talib. Aku rasakan diriku menjadi pakar dalam seluruh thariqat-
thariqat ini. Mata beliau berubah warna menjadi merah saat hal ini terjadi.Tahap yang
ketiga adalah tingkatan ‘Sirr as Sirr’ yang hanya diizinkan bagi para syaikh Naqsybandi
dengan imamnya Abu Bakr. Saat itu mata grandsyaikh telah berubah menjadi putih.
Maqam keempat yaitu ‘pengetahuan spiritual tersembunyi / khafa’ dimana saat itu mata
beliau berubah warna menjadi hijau.
Terakhir adalah tahap akhfa, maqam yang paling rahasia dimana tak ada apapun yang
nampak disana. Mata beliau berubah menjadi hitam, dan disinilah beliau mengantarku
menuju Hadirat Allah. Kemudian grandsyaikh mengembalikan aku lagi pada eksistensiku
semula.
Rasa cintaku pada grandsyaikh begitu meluap, sehingga tidak terbayangkan bila harus
berjauhan dengannya. Aku tak menginginkan apapun kecuali agar bisa berdekatan dan
melayani beliau selamanya. Namun perasaan damai itu terasa disambar oleh petir, badai
dan tornado. Ujian yang sungguh luar biasa dan membuatku putus asa ketika kemudian
beliau mengatakan :
‘Anakku, orang-orangmu membutuhkanmu. Aku telah cukup memberimu untuk saat
ini. Pergilah ke Siprus hari ini juga.’
Aku jalani satu setengah tahun agar bisa bertemu dengan beliau. Aku lewatkan satu
malam bersama beliau . Kini beliau memintaku untuk kembali ke Siprus, sebuah tempat
yang telah kutinggalkan selama 5 tahun. Perintah yang amat mengerikan bagiku, namun
dalam thariqat sufi, seorang murid harus menyerah pada kehendak syaikh-nya. Setelah
mencium tangan dan kaki beliau sambil meminta izin, aku mencoba menemukan jalan
menuju Siprus.
Perang Dunia II akan segera berakhir dan sama sekali tidak ada sarana transportasi.
Ketika aku sedang memikirkan jalan keluarnya, seseorang menghampiriku, ‘Syaikh, anda
butuh tumpangan ?’
‘Ya ! kemana tujuan anda ?’ aku balik bertanya.
‘Ke Tripoli.’ jawabnya. Kemudian dengan truknya, setelah 2 hari perjalanan, kamipun
sampai di Tripoli. ‘Antarkan aku sampai pelabuhan.’ kataku
‘Buat apa ?’
‘Agar bisa naik kapal ke Siprus.’
‘Bagaimana bisa ? tak ada yang bepergian lewat laut saat perang seperti ini.’
‘Tidak apa-apa. Antarkan aku kesana.’
Ketika dia menurunkanku di pelabuhan, aku kembali terkejut ketika syaikh Munir al-
Malek menghampiriku. Kata beliau : ‘ Cinta macam apakah yang dimiliki kakekmu
padamu ? Nabi datang lagi lewat mimpiku dan mengatakan – ‘ Cucuku, si Nazim akan
segera tiba, jagalah dia.’
Aku tinggal bersama syaikh Munir selama 3 hari. Aku memintanya untuk mengatur
perjalananku sampai ke Siprus. Beliau telah berusaha, namun karena keadaan perang dan
minimnya bahan bakar maka hal itu sangat mustahil. Akhirnya hanya ada sebuah
perahu. ‘Kamu bisa pergi, tapi amat berbahaya !’ kata syaikh Munir.
‘Tapi aku harus pergi, ini adalah perintah syaikh-ku.’
Syaikh Munir membayar sejumlah besar uang pada pemilik perahu untuk
membawaku. Kami berlayar selama 7 hari agar sampai ke Siprus, yang normalnya hanya
memakan waktu 2 hari saja dengan perahu motor. Segera setelah sampai di daratan
Siprus, penglihatan spiritual terlintas dalam hatiku.
Aku merasa Grandsyaikh Abdullah ad-Daghestani mengatakan padaku,
Image‘Oh anakku, tidak seorangpun mampu menahanmu membawa amanatku. Engkau
telah banyak mendengar dan menerima. Mulai detik ini aku akanselalu dapat terlihat
olehmu. Setiap engkau arahkan hatimu padaku, aku akan selalu berada disana. Segala
pertanyaan yang engkau ajukan akan dijawab langsung, berasal dari hadirat Ilahi. Segala
tingkatan spiritual yang ingin engkau capai, akandianugerahkan kepadamu karena
penyerahan totalmu. Semua awliya puas denganmu, Nabipun bahagia akan dirimu.’
Ketika hal itu terjadi, aku merasakan syaikh ada disisiku dan sejak saat itu beliau tidak
pernah meninggalkanku. Beliau selalu berada di sampingku.
Syaikh Nazim mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama Islam di
Siprus. Banyak murid-murid yang mendatangi beliau dan menerima thariqat
Naqsybandi. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan karena beliau
berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus, agamapun juga dilarang
disana. Bahkan mengumandangkan adhanpun tidak diperbolehkan.
Langkah beliau yang pertama adalah menuju masjid di tempat kelahirannya dan
mengumandangkan adhan disana, segera beliau dimasukkan penjara selama
seminggu. Begitu dibebaskan, syaikh Nazim pergi menuju masjid besar diNicosia dan
melakukan adhan di menaranya. Hal itu membuat para pejabat marah dan beliau
dituntut atas pelanggaran hukum. Sambil menunggu sidang, syaikh Nazim terus
mengumandangkan adhan di menara-menara masjid seluruh Nicosia.Sehingga
tuntutanpun terus bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau.Pengacara menasihati
beliau agar berhenti melakukan adhan, namun syaikh Nazimmengatakan : “ Tidak, aku
tidak bisa. Orang-orang harus mendengar panggilan untuk shalat.”
Hari persidangan tiba. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, beliau bisa dihukum 100 tahun
penjara. Pada hari yang sama hasil pemilu diumumkan di Turki. Seorang laki-laki
bernama Adnan Menderes dicalonkan untuk berkuasa. Langkah pertama dia ketika
terpilih menjadi Presiden adalah membuka seluruh masjid-masjid dan mengijinkan adhan
dalam bahasa Arab. Itulah keajaiban syaikh kita.
Selama bertahun-tahun disana, beliau mengadakan perjalanan ke seluruh penjuru
Siprus. Beliau juga mengunjungi Lebanon, Mesir, Saudi Arabia dan tempat-tempat lain
untuk mengajar thariqat Sufi. Syaikh Nazim kembali ke Damaskus pada th. 1952 ketika
beliau menikahi salah satu murid grandsyaikh Abdullah yaitu Hajjah Amina Adil. Sejak
saat itu beliau tinggal di Damaskus dan mengunjungi Siprus setiap tahunnya, yaitu
selama 3 bulan pada bulan Rajab, Shaban, dan Ramadhan.
Syaikh Nazim dan keluarganya tinggal di Damaskus, dan keluarganya selalu menyertai
bila syaikh Nazim pergi ke Siprus. Syaikh Nazim mempunyai dua anak perempuan dan
dua anak laki-laki.
Bersambung ke Bagian II.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar