
Jumat, 14 Juni 2013
Mencium Tangan Orang Yang Dihormati
Mencium Tangan Orang Yang Dihormati
Banyak orang yang mudah mengatakan bahwa
sesuatu itu bid‘ah, tak ada dasarnya, dan sebagainya, tanpa memeriksanya dengan seksama.
Di antaranya dalam masalah mencium tangan.
Banyak hadits yang menyebutkan masalah mencium tangan. Di antaranya dari Sayyidina Jabir
disebutkan bahwa Sayyidina Umar mencium tangan Rasulullah. Demikian diriwayatkan oleh Al-
Hafizh Ibn Al-Muqri Al-Ashbihani. Sedangkan dalam riwayat dari Ummu Aban binti Al-Wari‘ bin
Zari‘ dari kakeknya, Zari‘, disebutkan bahwa kakeknya itu, yang suatu ketika berada dalam rom
bongan Abdul Qais, mengatakan, “Ketika datang ke Madinah, kami segera beranjak dari kenda
raan-kendaraan kami lalu mencium tangan dan kaki Nabi SAW.” Hadits ini disebutkan oleh Al-
Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dalam At-Tarikh Al-Kabir. Juga diriwayatkan oleh Abu
Daud, Ath-Thabarani, dan Ahmad.
Ibnu Jad‘an meriwayatkan bahwa Tsabit bertanya kepada Anas, “Apakah engkau pernah
memegang Nabi SAW dengan tanganmu?”
Anas menjawab, “Ya.”
Maka Tsabit pun mencium tangannya.
Di dalam kitab Fath Al-Bari, karya Ibnu Hajar Al-Asqalani, disebutkan bahwa Abu Lubabah,
Ka‘ab bin Malik, dan dua orang sahabat Ka‘ab mencium tangan Nabi SAW setelah Allah
menerima taubat mereka.
Dalam sebuah keterangan, Shuhaib mengatakan, “Aku melihat Ali mencium tangan dan kaki Al-
Abbas.” Demikian disebutkan oleh Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad. Ibnu Katsir dalam kitab
nya, Al-Bidayah wa An-Nihayah, dalam keterangan mengenai penaklukan Baitul Maqdis oleh
Umar bin Al-Khaththab, mengatakan, “Ketika sampai di Syam, Umar disambut oleh Abu
Ubaidah dan para pembesar, seperti Khalid bin Al-Walid. Abu Ubaidah dan Umar berjalan
saling mendekat. Abu Ubaidah ingin mencium tangan Umar sedangkan Umar ingin mencium
kaki Abu Ubaidah. Abu Ubaidah menolak, maka Umar pun menolak.”
Para tokoh ulama dari berbagai madzhab pun menjelaskan bolehnya mencium tangan. Ibnu
Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya, Fath Al-Bari, menyebutkan bahwa Al-Imam An-Nawawi
mengatakan, “Mencium tangan seseorang karena kezuhudannya, keshalihannya, ilmunya,
kemuliaannya, atau alasan-alasan keagamaan lainnya, adalah sesuatu yang tidak makruh,
bahkan disunnahkan. Tetapi jika mencium tangan seseorang karena memandang kekayaannya,
kekuasaannya, atau kedudukannya di kalangan ahli dunia, itu perbuatan yang sangat dibenci.”
Al-Allamah Al-Bajuri dalam Hasyiyah-nya mengatakan, “Dan disunnahkan mencium tangan
karena alasan keshalihan dan alasan-alasaan keagamaan lainnya, seperti ilmu dan kezuhudan.
Tetapi perbuatan mencium tangan itu dibenci apabila karena kekayaan dan alasan-alasan
keduniaan yang lain, seperti kekuasaan atau kedudukan.”
Bukan hanya para ulama Madzhab Syafi‘i yang berpendapat demikian. Para ulama dari
madzhab-madzhab lain juga menegaskan hal yang sama. Ibnu ‘Abidin, salah seorang pemuka
Madzhab Hanafi, mengatakan dalam Hasyiyah-nya, “Tak apa-apa mencium tangan seorang alim
yang wara‘ untuk mendapatkan keberkahan, dan ada pula yang mengatakan bahwa itu sunnah.”
Al-Allamah Ath-Thahawi, pemuka Madzhab Hanafi, pun mengatakan, “Mencium tangan seorang
alim atau sultan yang adil (karena keadilannya, bukan karena kekuasaannya) adalah
dibolehkan.” Kemudian ia mengatakan, “Kesimpulan dari apa yang kami sebutkan adalah bahwa
mencium tangan itu sesuatu yang dibolehkan.” Az-Zaila‘i dalam kitabnya, Tabyin Al-Haqaiq,
mengatakan, “Dalam Al-Jami‘ Ash-Shaghir dikatakan: Asy-Syaikh Al-Imam As-Sarkhasi dan
sebagian ulama mutaakhirin membolehkan mencium tangan seorang alim atau seorang yang
wara‘ dengan maksud mendapatkan keberkahan.” Sedangkan Ats-Tsauri mengatakan, “Mencium
tangan seorang alim atau sultan yang adil adalah sunnah.”
Al-Allamah As-Sifaraini, tokoh ulama Madzhab Hanbali, mengatakan dalam kitabnya, Ghidza’ Al-
Albab, bahwa Al-Marwadzi menyebutkan, “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah (yakni
Imam Ahmad bin Hanbal) mengenai mencium tangan. Beliau menjawab, ‘Jika itu dilakukan
karena alasan agama, tidak apa-apa. Tetapi bila karena alasan dunia, tidak dibolehkan.”
As-Sifaraini juga mengatakan, “Al-Hafizh Ibn Al-Jauzi menjelaskan, ‘Sepatutnya seorang
penuntut ilmu sangat tawadhu’ kepada seorang alim dan merendahkan diri kepadanya, dan di
antara ketawadhu’an itu adalah mencium tangan. Sufyan bin Uyainah dan Fudhail bin `Iyadh
mencium Al-Husain bin Ali Al-Ja`fi; salah satu dari keduanya mencium tangannya dan yang lain
mencium kakinya.”
Dari hadits-hadits dan keterangan-keterangan para ulama di atas dapat disimpulkan, mencium
tangan karena alasan-alasan agama adalah dibolehkan, sedangkan mencium tangan karena
alasan dunia tidak dibolehkan.
Sumber: Majalah Al Kisah

Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar