Selasa, 18 Juni 2013

Niat Dan Nadzar

Assalamu`alaikum.Wr.Wb Para ustad yang terhormat, langsung saja, saya mau menannyakan perbedaan niat(berangan-angan) dengan nadzar. Mohon penjelasannya segera dan terima kasih sebelumnya. Wassalam. Jawaban: Assalamu `alaikum Wr. Wb. Angan-angan sebenarnya semacam keinginan atau cita-cita. Tetapi konotasinya lebih kepada seuatu yang mustahil untuk tercapai, paling tidak jalan menuju kepada realisasinya masih terlalu jauh, bahkan dalam kasus tertentu bisa jadi tidak mungkin tercapai. Sedangkan nazar adalah salah satu bentuk permohonan kepada Allah dengan janji melakukan amal ibadah yang bernilai taqarrub kepada-Nya bila permohonan itu terlaksana. Jadi dalam nazar ada unsur doa dan harapan kepada Allah, sedangkan angan-angan sekedar keinginan dan kemauan tanpa terselip unsur permohonan kepada Allah. Sedangkan doa yang kita panjatkan kepada Allah berbeda dengan nazar dari sisi janji untuk ‘membayar’ dengan suatu amal tertentu bila terkabul. Hukum nazar sendiri merupakan perselisihan para ulama. Sebagian membolehkannya dan sebagian lainnya melarangnya. Dasarnya adalah karena nazar itu menunjukkan bahwa seseorang itu pelit / kikir kepada Alah. Mau melakukan kebajikan hanya kalau Allah meluluskan hajatnya. Seolah-olah niatnya tidak ikhlas karena Allah, tapi karena ingin diluluskan hajatnya. Sehingga, menurut para ulama yang mendukung pendapat ini, sebaiknya seseorang tidak bernazar. Rasulullah SAW telah melarang untuk bernazar dan bersabda,”Nazar itu tidak menolak sesuatu. Sebenarnya apa yang dikeluarkan dengan nazar itu adalah dari orang bakhil/kikir”. Selain itu, nazar hanya dibenarkan manakala bentuknya adalah amal yang bersifat taqarrub ilallah. Yaitu yang bernilai ibadah seperti shalat, puasa, shadaqah dan lainnya. Sedangkan bila tidak bernilai ibadah seperti bila lulus ujian,seseorang akan menggunduli kepala sampai licin tuntas, maka hal itu tidak bisa disebut nazar. Lepas dari perbedaan ulama tentang boleh tidaknya bernazar, bila nazar sudah dijatuhkan, maka hukumnya wajib untuk ditunaikan. Karena pada dasarnya nazar adalah janji kepada Allah. Dalam hal ini kita bisa lihat contoh kasusnya dalam bab puasa wajib, dimana kita menemukan bahwa selain puasa ramadhan dan qadha`nya juga ada puasa nazar. Yaitu ketika seseroang bernazar untuk berpuasa bila keinginannya dikabulkan. Hukumnya adalah wajib untuk dikerjakan. Kembali kepada boleh tidaknya bernazar, lalu tindakan apa yang seharusnya dikerjakan bila memang kondisi kita sangat membutuhkan adanya campur tangan Allah secara langsung. Seperti dalam menghadapi penyakit kronis atau hal-hal gawat lainnya ? Para ulama menganjurkan bila seseorang sedang dalam keadaan genting, sebaiknya dia berdoa langsung kepada Allah untuk meminta dilepaskan dari beban dan diluluskan semua hajatnya. Selain itu bisa juga dengan bertawassul dengan amal baik yang bernilai ibadah. Baik amal itu pernah dilakukan atau akan dilakukan. Ada cerita menarik dalam salah satu hadits nabi dimana diceritakan ada tiga orang kakak beradik bepergian dan masuk ke dalam gua. Tiba-tiba tanah bergerak dan pintu gua tertutup timbunan. Tiga tenanga manusia tidak mungkin bisa membuka pintu tersebut. Lalu ketiganya hanya berharap kepada pertolongan Allah dan mulailah mereka berdoa. Masing berdoa dan bertawassul dengan menyebutkan amal kebajikan yang pernah dilakukannya. Dan akhirnya atas kehendak Allah, mereka bisa keluar dari pintu gua tersebut. Atau bisa juga pada saat gawat dan genting, seseorang mengeluarkan sejumlah harta dan diberikan kepada fakir miskin atau anak yatim. Hal itu memang dianjurkan terutama ketika seseorang sedang mengalami musibah sakit. Atau mewakafkan sejumlah tanah unutk madrasah dan sebagainya. Tawassul seperti ini jelas memiliki dasar yang kuat karena Allah SWT memang memerintahkannya dalam Al-Quran. Juga tidak seperti nazar yang seolah-olah tawar menawar kepada Allah. Bila Allah beri maka saya beri tapi bila tidak diberi maka saya tidak akan memberi. Dari segi etika saja, jelas ini bukan etika yang baik dari seorang hamba kepada Rabb-Nya. Sedangkan tawassul dengan amal-amal kebajikan berbeda dengan nazar. Karena pada dasrnya kita berdoa dan menguatkan doa kita dengan wasilah tersebut. Bila Allah luluskan, alhamdulillah dan bila tidak atau belum, maka kita tetap berhusnuzzon kepada Allah SWT. Wallahu a`lam bis- shawab. Wassalamu `alaikum Wr. Wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar