Sabtu, 13 Juli 2013

Bantahan Untuk Nasiruddin Al-Albani

Bantahan Untuk Nasiruddin Al-Albani

Posted on March 21, 2013 by Hansip Wahabi

ﻊﻨﻤﻳ ﻲﻧﺎﺒﻟﻷﺍ ﺔﻨﺳ ﺔﻴﻠﺒﻘﻟﺍ ﺔﻌﻤﺠﻟﺍ ﻞﺒﻗ
ﻭ ﺔﻌﻤﺠﻟﺍ ﺪﻌﺑ ﺔﺠﺤﺑ ﻥﺍﺫﻷﺍ ﺎﻬﻧﺃ ﺔﻋﺪﺑ
Al-Albaniy Melarang Shalat Sunnah
Qobliyah Jum’at Sebelum Jum’at
Setelah Adzan dengan Alasan Itu
adalah Bid’ah
Dalam masalah ini Al-Albaniy
menentang hadits-hadits sohih,
hingga dia melarang shalat sebelum
Jum’at dengan argumen yang
mengatakan bahwa hal tersebut
adalah bid’ah dan sungguh
bertentangan dengan as-Sunnah.
Dia telah berkata:
“Sesungguhnya shalat yang dimaksud antara adzan yang disyariatkan dan
adzan yang dibuat-buat, yang mereka beri nama shalat sunnah Jum’at
qobliyah tidak ada dasarnya dalam as- Sunnah dan tidak seorang pun dari
para sahabat dan para imam yang mengatakannya” (Lihat kitabnya yang
diberi nama Al-Ajwibah An-Nafi’ah halaman 41).
Jawaban:
Jawaban:
Al-Hafizh Zainuddin Al-Iroqiy dalam Syarah At-Tirmidziy telah
menyebutkan, sesungguhnya Al-Khul’iy meriwayatkan dalam fawaidnya dari
Ali bin Abu Tholib r.a.,
“Bahwa sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah shalat sebelum Jum’at empat
rakaat dan sesudahnya empat rakaat”. Sanadnya bagus sebagaimana yang
telah disebutkan oleh Waliyuddin Al-Iroqiy (Lihat Thorhu At-Tastriib fii
Syarhi At Taqriib, 3/42).
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam “Talkhishu Al-Habiir” berkata: “Faedah dalam
(masalah shalat) sunnah Jum’at yang sebelumnya Ar- Rofi’iy tidak
menyebutkan hadits. Hadits yang paling sohih dalam masalah ini adalah apa
yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah (Talkhishu Al-Hobiir, 2/74) dari
Daud bin Rosyid dari Hafshin bin Ghiyast dari Al-A’mas dari Abu Soleh dari
Abu Hurairoh dari Abu Sofyan dari Jabir. Mereka berdua berkata, “Telah
datang Sulaik Al-Ghotofani sedangkan Rasulullah s.a.w. dalam keadaan
berkhotbah kemudian beliau bersabda kepadanya:
ﺖﻴّﻠﺻﺃ ﻦﻴﺘﻌﻛﺭ ﻞﺒﻗ ﻥﺃ ؟ﺀﻲﺠﺗ
“Apakah kamu sudah shalat sebelum kamu datang?”
Dia berkata, “Tidak”. Beliau bersabda:
ّﻞﺼﻓ ﺯّﻮﺠﺗﻭ ﻦﻴﺘﻌﻛﺭ ﺎﻤﻬﻴﻓ
“Maka shalatlah dua rakaat dan lakukanlah dengan ringan”.
Al-Majdu Ibnu Taimiyah dalam Al-Muntaqo berkata: sabda Rasulullah
“sebelum kamu datang” adalah dalil bahwa sesungguhnya 2 rakaat itu adalah
(shalat) sunnah Jum’at yang sebelumnya bukan (shalat) tahiyyatul masjid.
Al-Maziyu mengomentarinya, bahwa sesungguhnya yang betul:
ﻦﻴﺘﻌﻛﺭ ﺖﻴّﻠﺻﺃ ﻞﺒﻗ ﻥﺃ ؟ﺲﻴﻠﺠﺗ
“Apakah kamu sudah shalat sebelum kamu duduk ? “
Maka sebagian perawi berpendapat, dia salah membacanya. Dalam riwayat
Ibnu Majah dari Ibnu Abbas disebutkan: “Nabi s.a.w. pernah shalat sebelum
Jum’at 4 rakaat, di antara 4 rakaat itu beliau tidak memisahkannya dengan
sesuatu apapun”, sanadnya sangat lemah. Dalam bab yang sama, dari Ibnu
Mas’ud dan Ali r.a. dari riwayat Ath-Thobroniy dalam “Al-Ausath”. .
Al-Hafizh Waliyuddin Al-Iroqiy berkata tentang hadits yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairoh r.a.: “Ibnu Majah telah meriwayatkannya
dalam sunannya dengan sanad yang sohih” (Lihat Thorhu At-Tastriib fii
Syarhi At Taqriib, 3/42).
Dia berkata dari hadits Jabir yang telah diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah :
“Ayahku berkata (yakni Al-Hafizh Abdurrohim Al-Iroqiy) semoga Allah
merahmatinya, berkata dalam syarah At-Tirmidziy: Dan sanadnya sohih”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathu al-Bariy, 2/426: “Dalam masalah
shalat sunnah Jum’at sebelum Jum’at, sebelum ada beberapa hadits dho’if
yang lainnya, yang diriwayatkan di antaranya dari Abu Hurairoh,
diriwayatkan oleh Al-Bazzar dengan lafal:
ﻥﺎﻛ ﻲّﻠﺼﻳ ﻞﺒﻗ ﻦﻴﺘﻌﻛﺭ ﺔﻌﻤﺠﻟﺍ ﺎﻌﺑﺭﺃ ﺎﻫﺪﻌﺑﻭ
“Nabi s.a.w. pernah shalat sebelum Jum’at dua rokaat dan sesudahnya 4
rakaat”.
Dalam sanad hadits ini ada kedhoifan”. Kemudian dia berkata:
“Dari Ibnu Mas’ud juga At-Thobroniy meriwayatkan seperti itu. Pada
sanadnya ada kedhoifan dan inqitho’ (di salah satu celah sanadnya ada
salah seorang perawinya selain sahabat yang gugur atau tidak disebut),
Abdurrozzak meriwayatkannya dari Ibnu Mas’ud secara mauquf (hadits yang
hanya disandarkan kepada sahabat tidak sampai kepada Rasulullah), dan ini
yang benar. Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari Shofiyah istri Nabi s.a.w.,
meriwayatkan secara mauquf seperti hadits Abu hurairoh.” (Fathu Al Bariy,
2/426)
Hadits Ibnu Mas’ud yang mauquf telah diriwayatkan oleh Abdurrozzak dalam
karangannya dari Ma’mar, dari Qotadah: “Bahwa sesungguhnya Ibnu Mas’ud
r.a. pernah shalat sebelum Jum’at 4 rakaat dan sesudahnya 4
rakaat” (Mushonnaf Abdurrozak, 3/247). Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkishu
Al-Habiir, 2/74 mengatakan hadits ini sohih. Ibnu Abi Syaibah dalam
Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah, 1/463 telah meriwayatkan bahwa sesungguhnya
Ibnu Mas’ud telah shalat sebelum Jum’at 4 rakaat. Abdurrozzak juga
meriwayatkan bahwa sesungguhnya Ibnu Mas’ud pernah memerintahkan
untuk shalat 4 rakaat sebelum Jum’at (Lihat Mushonnaf Abdurrazak, 2/427).
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Ad-Diroyah fii takhriiji Ahadiitsi Al-Hidayah hal.
218 berkata: “Para perawinya tsiqoot”.
Abu Daud, Ibnu Hibban dan selain mereka meriwayatkan dari Nafi’ dia
berkata: “Ibnu Umar pernah memperpanjang shalat sebelum Jum’at dan
shalat 2 rakaat sesudahnya di rumahnya. Dia menceritakan bahwa
sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah melakukan hal itu”. (HR. Abu Daud
dalam susunannya: kitab sholat bab shalat setelah Jum’at, Ibnu Hibban
dalam shohihnya, Al-Ihsan 4/84 dan Ibn Khuzaimah dalam shohihnya 3/168,
serta Ahmad dalam musnadnya, 2/103).
Ibnu Sa’ad dalam “Ath-Thobaqoot” 4/491 telah meriwayatkan dari Yazid bin
Harun dari Hammad bin Salamah dari Shoofiyah, dia telah mendengar
darinya dan berkata, “Saya telah melihat Shofiyah binti Haiyiy shalat 4 rakaat
sebelum keluarnya Imam dan dia shalat Jum’at bersama dengan Imam dua
rokaat”.
Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dari Abu Majaz, bahwa
sesungguhnya dia pernah shalat di rumahnya 2 rakaat pada hari Jum’at. Dari
Abdulloh bin Thowus dari ayahnya sesungguhnya dia tidak datang ke masjid
pada hari Jum’at hingga shalat di rumahnya 2 rakaat. Dari Al-A’masy dari
Ibrohim, dia berkata, “Mereka telah shalat sebelum Jum’at 4 rakaat” ,
(Mushonnaf Ibnu Syaibah, 1/463).
Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah
shalat sebelum dhuhur 2 rakaat dan sesudahnya 2 rakaat, setelah maghrib 2
rakaat di rumahnya, setelah isya’ 2 rakaat dan beliau pernah tidak shalat
setelah Jum’at hingga pulang, kemudian shalat 2 rakaat” (HR. Bukhori dalam
shohihnya di bawah bab shalat setelah Jum’at dan sebelumnya)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata (dalam Fathu Al Bariy 2/426):
“Dia tidak menyebutkan sesuatu apapun dalam masalah shalat sebelumnya,
yakni sebelum Jum’at. Ibnu Al-Munir berkata dalam Al-Hasyiyah, seakan-
akan dia berkata, pada asalnya antara dhuhur dan Jum’at adalah sama.
Sehingga ada dalil yang menunjukkan atas yang kebalikannya karena
sesungguhnya itu adalah pengganti dhuhur. Dia berkata bahwa perhatiannya
dengan hukum shalat setelah Jum’at lebih banyak. Oleh sebab itu dia
menyuguhkannya dalam keterangannya yang berbeda dengan kebiasaan
dalam mengedepankan qobliyah dan ba’diyah”.
Kemudian dia berkata,
“Ibnu At-Tin berkata: tidak pernah terjadi penyebutan shalat sebelum Jum’at
dalam hadits. Barangkali Al-Bukhoriy ingin menetapkannya, diqiyaskan
(dianalogikan) kepada dhuhur. Az-Zain Ibnu Al-Munir menguatkannya, bahwa
sesungguhnya yang dimaksud sama, antara Jum’at dan dhuhur dalam
masalah hukum shalat sunnahnya, sebagaimana kesamaan antara imam dan
ma’mum dalam kedudukan hukum. Dan yang demikian itu menuntut, bahwa
sesungguhnya shalat sunnah untuk mereka berdua adalah sama. Dan yang
tampak, sesungguhnya Al- Bukhoriy memberi isyarat kepada apa yang telah
terjadi di dalam kaitan hadits bab tersebut, yaitu apa yang diriwayatkan oleh
Abu Daud dan Ibnu Hibban dari jalan Ayyub, dari Nafi’. Lalu ia berkata: Ibnu
Umar pernah memperpanjang shalat sebelum Jum’at dan shalat sesudahnya
2 rakaat di rumahnya dan dia menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah
s.a.w. pernah melakukan hal itu. Imam An-Nawawiy berhujjah dengan hadits
ini dalam Al-Kholashoh, atas penetapan shalat sunnah Jum’at sebelumnya”.
Az-Zaila’iy berkata (dalam Nasbu Ar-Royan Liahaditsi Al-Hidayah, 2/207):
“Asy-Saikh Muhyiddin An-Nawawiy dalam bab ini tidak pernah meyebutkan
selain hadits Abdulloh bin Mughoffal, bahwa sesungguhnya Nabi
s.a.w..bersabda:
ﻦﻴﺑ ّﻞﻛ ﺓﻼﺻ ﻦﻴﻧﺍﺫﺃ
“Antara setiap dua adzan ada shalat”. (H.R. Bukhoriy dan Muslim).
Dia menyebutnya dalam kitab shalat dan hadits Nafi’ juga menyebutkan, dia
berkata: “Ibnu Umar pernah memanjangkan shalat sebelum Jum’at dan
sesudahnya shalat 2 rakaat di rumahnya dan dia menceritakan bahwa
sesungguhnya Rasulullah s.a.w. melakukan hal itu”. Dia berkata, “Abu Daud
telah meriwayatkannya dengan sanad atas syarat Al-Bukhoriy”. Dan sunnah
Jum’at telah disebutkan oleh penyusun kitab tersebut di masalah i’tikaf. Lalu
dia berkata, “Shalat sunnah itu sebelum Jum’at 4 rakaat dan sesudahnya 4
rakaat. Dia memberi isyarat kepadanya dalam menjangkau yang fardhu”,
kemudian dia berkata: “Andai kata telah qomat dan dia dalam dhuhur atau
Jum’at maka dia hendaknya memotong di ujung dua rakaat, dikatakan,
“Hendaknya dia menyempurnakannya”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathu Al Bariy 2/426 berkata bahwa hadits
paling kuat yang dapat dijadikan pegangan disyariatkannya 2 rakaat sebelum
Jum’at, adalah keumuman hadits yang menurut Ibnu Hibban sohih dari
hadits Abdulloh bin Az-Zubair secara marfu’ (hadits yang disandarkan
langsung kepada Nabi s.a.w.):
ﺎﻣ ﺓﻼﺻ ﻦﻣ ﺎّﻟﺇ ﺔﺿﻭﺮﻔﻣ ﻦﻴﺑﻭ ﻦﻳﺪﻳ ﺎﻬﻳﺪﻳ ﻥﺎﺘﻌﻛﺭ
“Tidak ada shalat fardhu (wajib) kecuali di antara dua sisinya ada dua rakaat
shalat”. (HR. Ibnu Hibban dalam Shohihnya, Al-Ihsan, 4/77-78)
Dan yang sepertinya, hadits Abdulloh bin Mughoffal yang telah lewat dalam
waktu shalat maghrib:
ﻦﻴﺑ ّﻞﻛ ﺓﻼﺻ ﻦﻴﻧﺍﺫﺃ
“Antara tiap dua adzan ada shalat (sunnah)”. (Lihatlah Al-Ihsan bitartiibi Ibni
Hibban, 2/48-49 dan 7/523.)
Ibnu Al-Arobiy Al-Malikiy dalam syarah At-Tirmidziy 2/132 berkata: “Dan
adapun shalat sebelumnya, yakni Jum’at, maka sesungguhnya boleh”.
Abu Abdurrohman Syaroful Haq Al-Azhim Abadiy berkata yang konteksnya
sebagai berikut: “Dan hadits itu (yakni hadits Ibnu Umar menunjukkan
disyariatkannya shalat sebelum Jum’at. Yang melarangnya tidak berpegangan
kecuali dengan hadits yang melarang shalat waktu zawal (yakni sebelum
masuk waktu zhuhur). Padahal keumuman hadits itu dikhususkan dengan
hari Jum’at. Tidak ada hadits yang menunjukkan larangan shalat sebelum
Jum’at secara mutlak. Puncak pembahasan larangan shalat pada waktu zawal
itu bukan merupakan arena perbantahan. Walhasil, singkat cerita
sesungguhnya shalat sebelum Jum’at secara umum dianjurkan” (Aunu Al-
Ma’bud alaa Sunani Abi Daud, 1/438)
Kemudian dia berkata : “Saya berkata, hadits Ibnu Umar yang keterangannya
telah disampaikan oleh An-Nawawiy dalam “Al- Kholashoh”, sohih menurut
syarat Al-Bukhoriy”. Al-Iroqiy dalam syarah At-Tirmidziy berkata: “Sanadnya
sohih”. Al-Hafizh Ibnu Al- Mulaqqin dalam risalahnya berkata: “Sanadnya
sohih secara pasti”. Ibnu Hibban meriwayatkannya dalam sohihnya”. (Aunu
Al-Ma’bud alaa Sunani Abi Daud, 1/439)
Cukuplah beberapa contoh perbuatan sahabat besar Ibnu Mas’ud, Ibnu
Umar dan Ummul mukminin Shofiyah binti Hayyiy r.a. untuk mensyariatkan
shalat 2 rakaat sebelum Jum’at dan perbuatan Abu Majlaz (Lahiq bin Hamid)
tabiin besar, Thowas bin Kaisan Al-Yamani, salah seorang pembesar (murid-
murid Ibnu Abbas r.a.) dan termasuk para pemuka tabi’in serta para
tsiqohnya (orang yang dipercaya telah meriwayatkan hadits-hadits sohih
seperti Al-Bukhoriy dan Muslim) dan Ibrahim bin Yazid An-Nakho’iy, dia
adalah tabi’in yang tsiqoh dan mufti penduduk Kufah pada masanya serta
iqror (penetapan) Sufyan Ats-Tsauriy dan Ibnu Al-Mubarok yang keduanya
adalah termasuk para pembesar ulama’ yang amilin (yang mengamalkan
ilmu). Cukup juga rasanya ungkapan sohih yang diutarakan oleh Al- Hafizh
Ats-Tsiqoh Ats-Tsabit (orang yang kredibel dari segi keilmuan) Az-Zain Al-
Iroqiy guru Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy dan yang lain-lain di bidang
hadits.
Dalam penutup sanggahan kami, kami sampaikan kepada Nasiruddin Al-
Albaniy. Kami katakan kepadanya: “Kamu telah bertentangan dalam masalah
ini dengan pimpinanmu Al-Harroniy yang Anda sebut sebagai syaikhul Islam
yang telah membolehkan shalat sunnah sebelum Jum’at. Dia berkata:
“Barang siapa yang melakukan itu tidak dapat disalahkan” sebagaimana yang
dinukil sohibul Inshaf Al-Hanbaliy darinya (Al-Inshoof, 2/402).
Dari sanggahan yang ringkas ini, telah nyata disyariatkan shalat sunnah
sebelum shalat Jum’at dari penuturan ahli ilmu dan pengetahuan. Dan
dengan ini kami telah menyalahkan perkataan Al-Albaniy yang mengatakan
shalat sunnah qobliyah Jum’at tidak ada dasarnya dalam sunnah yang sohih.
Dengan ini maka tampaklah keplinplanan dan perbedaan antara Al-Albaniy
dan pimpinannya Al-Harroniy Ibnu Taimiyah!

M. Luqman Firmansyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar