Senin, 26 Agustus 2013

Berapa Lama Batas Tidak Berhubungan Suami Istri

Berapa Lama Batas Tidak Berhubungan Suami Istri

islampos.com

—BUKAN hanya kualitas,Islam juga memperhatikan kuantitas dalam bermesraan dengan pasangan. Bukan hanya untuk suami, tapi juga untuk istri.

Pada zaman khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu
pernah terjadi kisah yang menggambarkan derita seorang istri
yang merindukan sentuhan suaminya, sementara suaminya
sedang tidak berada di sisinya karena tengah mengemban tugas
berjihad di medan perang. Diriwayatkan suatu malam
Khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu tengah
melakukan perjalanan keliling Madinah yang mana hal demikian
sering dilakukannya semenjak ia menjabat khalifah. Ketika
melintasi suatu rumah yang terkunci, sekonyong-konyong Umar
bin Khatthab Radhiyallaahu ‘Anhu mendengar  seorang
perempuan Arab berkata :
Malam kian larut berselimut gulita
Telah sekian lama kekasih tiada kucumbu
Demi Allah, sekiranya bukan karena mengingat-Mu
Niscaya ranjang ini berguncang keras
Namun, duhai Rabbi…
Rasa malu telah menghalangiku
Dan suamiku itu…
Terhormat lagi mulia
Pantang kendaraannya dijamah orang
Setelah itu perempuan itu menghela nafas dalam-dalam seraya
berkata “Alangkah sepinya, betapa lama suamiku meninggalkan
diriku…”
Umar pun terpaku mendengar tuturan perempuan itu lalu ia
bergumam “Semoga Allah merahmatimu.” Lalu keesokan harinya
Umar membawakan pakaian dan sejumlah uang untuk wanita itu.
Lalu ia mencari tahu perihal suami wanita itu. Menurut informasi
yang diterimanya, suami wanita itu sedang berjihad fi sabilillah
di medan perang, Umar pun menulis surat kepada suami wanita
tersebut dan menyuruhnya pulang.
Selanjutnya Umar mendatangi putrinya Hafshah dan bertanya
“Wahai putriku, berapa lamakah seorang perempuan tahan
berpisah dengan suaminya?”
“Subhaanallah ! Orang seperti engkau bertanya kepada anak
sepertiku mengenai masalah seperti ini?” jawab Hafshah.
“Kalau bukan karena aku ingin mengatasi persoalan kaum
muslimin aku tidak akan bertanya kepadamu,” kata Umar.
Lalu Hafshah menjawab, “Bisa sebulan, dua bulan atau tiga
bulan. Setelah empat bulan ia tidak akan mampu lagi bersabar.
Riwayat lain menyebutkan “Lima bulan, enam bulan.”
Maka sejak saat itu, khalifah Umar bin Khatthab Radhiyallaahu
‘Anhu menetapkan jangka waktu itu sebagai ukuran lamanya
pengiriman pasukan ke medan perang. ( Manaqib Umar Bin
Khatthab karya Ibnul Jauzi).
Demikianlah banyak pelajaran penting yang dapat dari sepenggal
kisah diatas, khususnya bagi kaum laki-laki yang sudah beristri,
agar tidak mengabaikan hak sang istri, karena ada Hak Istri Atas
Suami. Jika memang keadaan yang mengharuskan sang suami
bepergian, maka usahakanlah pada waktu-waktu tertentu yang
tidak terlalu lama untuk “melihat” istrinya, jika tidak
memungkinkan, maka sebaiknya istrinya juga diboyong, karena
dengan yang demikian itu, hati akan menjadi tenang insyaAllah.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir,” (QS. 30:21).
Demikian Islam tidak memandang remeh permasalahan yang satu
ini, karena urusan hubungan suami istri juga merupakan perkara
ibadah. [sa/islampos/semilir hati]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar