Senin, 26 Agustus 2013

Pentingnya “Prolog” Dalam Hubungan Suami Istri

islampos.com—DALAM Islam, salah
satu unsur terpenting ketika
melakukan jima (hubungan suami istri)
adalah pendahuluan atau pemanasan
yang dalam bahasa asing disebut
foreplay ( isti’adah ). Karena dianggap
sangat penting inilah, pemanasan
sebelum berjima’ juga diperintahkan
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi
Wasallam . Beliau bersabda:
“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya
seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan
pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu,” (HR. At-Tirmidzi).
Ciuman Suami Istri
Ciuman dalam hadits diatas tentu saja dalam makna yang
sebenarnya. Bahkan, Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam,
diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, mencium bibir Aisyah dan
mengulum lidahnya. Dua hadits tersebut sekaligus mendudukan
ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum
berjima’ .
Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya
kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis
sehingga kalian bisa saling bercanda ria? …yang dapat saling
mengigit bibir denganmu,” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim
(II:1087).
Rayuan Yang Membangkitkan Gairah
Sedangkan rayuan yang dimaksud di atas adalah semua ucapan
yang dapat memikat pasangan, menambah kemesraan dan
merangsang gairah berjima’. Dalam istilah fiqih kalimat-kalimat
rayuan yang merangsang disebut rafats, yang tentu saja haram
diucapkan kepada selain istrinya.
Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan
adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh
bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk
kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’.
Demikian Ibnu Taymiyyah berpendapat.
Syaikh Nashirudin Al-Albany, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-
Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-
Kawakbu Ad-Durari,
“Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba
seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena
kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam
bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil dari
pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”
Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki
kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi.
Maka, untuk menambah kualitas jima’, suami istri diperbolehkan
pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah , ia
menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu
bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya
suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah
membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka
diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara
pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar
menghasilkan efek yang maksimal saat berjima’.
Diperbolehkan bagi pasangan suami istri yang tengah berjima’
untuk mendesah. Karena desahan adalah bagian dari
meningkatkan gairah. Imam As-Suyuthi meriwayatkan, ada
seorang qadhi yang menggauli istrinya. Tiba-tiba sang istri
meliuk dan mendesah. Sang qadhi pun menegurnya. Namun
tatkala keesokan harinya sang qadhi mendatangi istrinya ia justru
berkata, “Lakukan seperti yang kemarin.” [sa/islampos/
muslimahzone/berbagaisumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar